Mohon tunggu...
Sultoni
Sultoni Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik AMATIRAN yang Suka Bola dan Traveling

Penulis lepas yang memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial politik, kebijakan publik, bola dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

SBY Mengancam, Anies Terancam!

6 Juli 2023   14:52 Diperbarui: 6 Juli 2023   16:15 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Anies Baswedan. Foto: hops.id

Belum adanya kepastian soal siapa sosok yang bakal dipilih untuk menjadi wakil presiden mendampingi Anies Baswedan sebagai capres dari koalisi perubahan yang digawangi oleh partai Nasdem, PKS dan Demokrat sepertinya membuat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai orang tua dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sekaligus ketua dewan pembina partai Demokrat merasa gusar dan galau.

Kegusaran dan kegalauan SBY tersebut bisa dimaklumi karena sedari awal partai Demokrat memang sudah memasang target tinggi yakni memplot ketua umum mereka, AHY untuk harus bisa menjadi capres atau minimal cawapres pada Pilpres 2024.

Posisi capres atau cawapres bagi AHY pada pemilu 2024 tersebut sepertinya sudah menjadi harga mati bagi partai Demokrat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi siapapun nantinya rekan koalisi mereka.

Itulah sebabnya, jika kini partai rekan koalisi 'sementara' Demokrat di koalisi perubahan yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah terlihat melunak dengan tidak mempermasalahkan siapapun tokoh yang bakal menjadi cawapres mendampingi Anies di pilpres 2024, maka sikap berbeda justru ditunjukkan oleh partai Demokrat.

Hingga saat ini partai Demokrat masih terlihat ngotot dan sedikit memaksa partai Nasdem dan PKS sebagai rekan se-timnya di Koalisi Perubahan untuk segera mengumumkan nama AHY menjadi wakil presiden mendampingi Anies Baswedan.

Meskipun dalam beberapa kesempatan Demokrat selalu menyatakan bahwa persoalan penentuan cawapres pendamping Anies sudah diserahkan sepenuhnya kepada capres Anies Baswedan, namun faktanya Demokrat seperti setengah hati dengan pernyataannya tersebut.

Buntut dari kegusaran dan kegalauan SBY karena AHY tidak kunjung di umumkan sebagai cawapres pendamping Anies oleh Surya Paloh, SBY sampai harus melakukan  sebuah manuver politik sebagai bentuk 'ancaman' kepada Nasdem dan PKS.

Manuver politik SBY tersebut yakni dengan berusaha mendekati Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), partai yang selama ini menjadi rival politik bagi partai Demokrat.

Manuver politik yang berisi 'ancaman' dari SBY tersebut dapat terlihat dengan jelas dari sikapnya yang cenderung melunak dalam beberapa waktu terakhir ini khususnya dalam hal menyikapi hubungannya dengan PDI-P.

Padahal sebagaimana diketahui, hubungan SBY-Megawati (Demokrat-PDIP) selama ini dikenal panas pasca drama politik yang terjadi pada pilpres 2004 yang lalu.

Manuver politik yang berisi 'ancaman' SBY terhadap Surya Paloh (Nasdem) dan PKS tersebut yakni :

Pertama, SBY 'memerintahkan' agar AHY membangun komunikasi dengan PDI-P sebagai langkah alternatif seandainya kerjasama mereka dengan Nasdem dan PKS gagal terwujud di pilpres 2024.

Langkah SBY tersebut menyusul diumumkannya nama AHY sebagai salah satu dari sepuluh nama bakal calon wakil presiden yang akan dipertimbangkan oleh PDI-P untuk mendampingi capres Ganjar Pranowo yang diusung oleh PDI-P.

Pengumuman nama AHY sebagai salah satu bacapres yang akan dipertimbangkan oleh PDI-P tersebut disampaikan langsung oleh ketua umum PDI-P Puan Maharani di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada Selasa (6/6/2023).

Selain nama AHY, Puan juga mengumumkan nama-nama tokoh potensial lain yang dipertimbangkan oleh PDI-P untuk dijadikan sebagai cawapres pendamping Ganjar seperti Mahfud MD, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno hingga Erick Thohir.

Pasca pengumuman nama AHY sebagai salah satu bacawapres yang dipertimbangkan oleh PDI-P tersebut, 'perintah' SBY agar AHY segera membangun komunikasi dengan PDI-P pun terwujud.

AHY dan ketua umum PDI-P Puan Maharani akhirnya melakukan pertemuan tatap muka selama kurang lebih satu jam yang dilaksanakan di Plataran Hutan Kota, Senayan, Jakarta Pusat pada Minggu (18/6/2023).

Dalam sesi konferensi pers bersama para pewarta seusai pertemuan mereka, Puan Maharani menyatakan jika dirinya dan AHY bersepakat bahwa pertemuan antara PDI-P dan Demokrat tidak akan berhenti sampai di sini saja.

"Kami bersepakat bahwa ini nggak boleh berhenti sampai di sini, bicara politik itu bukan berarti kemudian stop sampai ini seolah-olah selesai, tapi karena memang politik itu penuh dengan dinamika, sangat dinamis, tentu untuk mencapai satu titik temu di tengah saja perlu waktu untuk bicara-bicara terus, namun kalau tidak pernah ketemu, tidak pernah bicara pastinya akan selalu ada miskomunikasi," ungkap Puan kepada awak media sebagaimana dikutip dari detik.com.

Yang menarik dari pertemuan antara AHY dan Puan tersebut adalah pernyataan Puan yang juga diamini oleh AHY bahwa mereka berdua sepakat untuk menganggap diri mereka berdua sebagai dua orang kakak dan adik.

"Tadi Mas AHY bilang 'Mbak, boleh ya saya menganggap Mbak seperti kakak saya' 'Ya, iya dong'" tutur Puan saat jumpa pers bersama AHY seperti dilansir dari detikNews.com.

Pernyataan Puan dan AHY pasca pertemuan mereka tersebut seolah menafikan panasnya hubungan antara PDI-P dan Demokrat (Megawati-SBY) yang selama ini terjalin pasca terjadinya drama politik pada pilpres 2004 yang lalu.

Puan-AHY melakukan photo bersama usai pertemuan di area senayan, Jakarta pada Minggu (18/6/1023). Foto: liputan 6.com
Puan-AHY melakukan photo bersama usai pertemuan di area senayan, Jakarta pada Minggu (18/6/1023). Foto: liputan 6.com

Kedua, SBY mulai membuka diri untuk kembali 'rujuk' dengan PDI-P menghadapi Pilpres 2024.

Sikap SBY yang terlihat mulai melunak dan membuka diri untuk memperbaiki hubungannya dengan Megawati yang selama ini 'panas' dapat dibaca dari cuitan yang ia unggah melalui akun Twitter pribadinya pada Senin (19/6/2023), tepat satu hari setelah pertemuan antara AHY dan Puan.

Dalam cuitan SBY di akun Twitter pribadi miliknya tersebut presiden ke-6 itu menceritakan tentang mimpinya yang melakukan perjalanan kereta api bersama  dengan Jokowi, Megawati Soekarnoputri dan presiden ke-8 RI.

SBY menceritakan bahwa ia bermimpi didatangi oleh Presiden Jokowi di kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Selepas itu, dirinya dan Mantan Wali Kota Solo tersebut menjemput Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk melakukan perjalanan menuju ke Stasiun Gambir.

Kemudian, SBY menyampaikan dalam mimpinya tersebut, ketiganya sudah ditunggu oleh Presiden ke-8 RI di Stasiun Gambir. 

Bersama Presiden ke-8 RI itu, mereka kemudian menyempatkan diri minum kopi bersama sambil berdiskusi santai sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan.

Lebih lanjut, pada utasnya itu SBY menyebut usai minum kopi bersama Presiden RI ke-8, ketiganya kemudian melanjutkan perjalanan naik kereta api Gajayana.

Di perjalanan mereka menyempatkan diri untuk menyapa rakyat yang pernah mereka pimpin dengan penuh rasa hangat dan kesungguhan hati. 

Ketika kereta api Gajayana yang mereka naiki akhirnya sampai di Solo, SBY menyebut dia dan Jokowi turun di Solo.

SBY menyebut, ia melanjutkan perjalanan ke Pacitan, Jawa Timur dengan naik bus. Sementara Jokowi melanjutkan perjalanan untuk pulang ke kediamannya di Solo. Sedangkan Megawati terus melanjutkan perjalanannya ke Blitar, Jawa Timur untuk berziarah ke makam orang tuanya, Bung Karno.

Tangkapan layar cuitan Twitter SBY. Foto: tribunnewswiki.com
Tangkapan layar cuitan Twitter SBY. Foto: tribunnewswiki.com

Cuitan mimpi SBY yang menggambarkan keakrabannya bersama Megawati dan Jokowi tersebut seolah menunjukkan bahwa dirinya tidak sedang main-main dengan 'ancamannya' terhadap Nasdem dan PKS jika tidak segera mengumumkan nama AHY sebagai cawapres Anies Baswedan.

Manuver politik berani dengan mengambil langkah meninggalkan Nasdem dan PKS atau keluar dari koalisi perubahan dan bergabung dengan PDI-P akan menjadi opsi terakhir bagi Demokrat jika tuntutannya tersebut tidak dipenuhi oleh Nasdem dan Demokrat bisa saja terjadi.

Hal tersebut tentu akan sangat mengancam posisi Anies Baswedan sebagai capres 2024 yang diusung oleh Nasdem dan PKS melalui koalisi perubahan. 

Sebab, jika Demokrat benar-benar hengkang dari koalisi perubahan maka rencana pencapresan Anies Baswedan bisa saja berpotensi akan menjadi gagal total.

Apalagi jika kemudian Nasdem dan PKS tidak berhasil mencari pengganti partai Demokrat, maka koalisi perubahan dipastikan akan bubar karena gagal untuk mengusung Anies sebagai capres di pilpres 2024 sebab tidak mampu memenuhi syarat ambang batas presidential threshold untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres sendiri di Pilpres 2024.

Mungkinkah 'ancaman' SBY akan membuat Nasdem dan PKS luluh sehingga menerima AHY menjadi cawapres Anies Baswedan?

Menarik untuk kita tunggu siapa nantinya nama cawapres yang akan diumumkan oleh koalisi perubahan mendampingi Anies Baswedan.

Selamat menunggu, hehe

Sekian ulasan dari Jambi untuk Kompasiana. Salam politik santun!

Pematang Gadung, 6 Juli 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun