Hubungan antara partai Demokrat dan PDI-P, wabil khusus antara dua tokoh utama partai tersebut yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri diketahui selama ini bagaikan minyak dan air pasca perseteruan yang terjadi diantara mereka pada kontestasi Pilpres 2004.
Padahal sejarah mencatat keduanya pernah sangat akrab ketika sama-sama menyokong Kabinet Gotong Royong di mana Megawati jadi pimpinannya dan SBY sebagai Menteri Koordiantor Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada sekitar tahun 2001 hingga awal 2004.
Kerenggangan hubungan keduanya bermula dari Pilpres 2004. Saat itu, SBY tak menuntaskan jabatannya sebagai Menko Polkam hingga akhir masa kerja Kabinet Gotong Royong.
SBY mundur pada 11 Maret 2004, sekitar dua bulan sebelum pendaftaran peserta Pilpres.
Benar saja, empat bulan setelahnya, SBY melaju ke panggung Pilpres 2004 sebagai calon presiden (capres) berpasangan dengan Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Tak disangka, dalam kontestasi Pilpres 2004 tersebut SBY akhirnya berhasil mengalahkan Megawati yang sebelumnya adalah atasan SBY dalam dua putaran Pilpres.
Akibat perang dingin antara SBY-Mega pasca pilpres 2004 tersebut dua tokoh bangsa yang sama-sama pernah terpilih menjadi presiden RI ini lama tidak saling tegur sapa dan selalu berseberangan dalam  hal politik.
Saat SBY berkuasa selama dua periode yakni dari tahun 2004 hingga 2014 PDI-P dan Megawati selalu konsisten menjadi partai oposisi bagi Demokrat dan SBY.
Begitupun sebaliknya, saat PDI-P berkuasa dengan keberhasilannya memenangkan dua kali pilpres yakni di 2014 dan 2019 SBY dan Demokrat juga mengambil langkah yang sama yakni dengan menjadi partai 'oposisi' bagi PDI-P.
Namun sepertinya kepentingan politik pemilu 2024 berpotensi akan merubah sikap keduanya, baik SBY ataupun Megawati diprediksi akan kembali 'rujuk' pada pemilu 2024 mendatang demi untuk bisa bekerja sama dalam memperjuangkan kepentingan politik masing-masing pada pemilu 2024.
Hal tersebut sangat mungkin terjadi karena jika Demokrat dan PDI-P bisa bersatu di pemilu 2024 maka mereka diprediksi akan menjadi sebuah kekuatan besar yang berpeluang akan menjadi kampiun di Pemilu 2024.
Tanda-tanda SBY - Mega Bakal 'Rujuk' di Pemilu 2024
Tanda-tanda SBY dan Megawati akan kembali 'rujuk' sudah mulai terlihat saat ketua DPP PDI-P yang juga anak Megawati Puan Maharani  mengumumkan kepada publik bahwa nama putra SBY yang juga menjabat sebagai ketua umum partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) masuk dalam daftar salah satu dari sepuluh nama calon wakil presiden yang dikantongi oleh PDI-P untuk dipasangkan dengan capres Ganjar Pranowo.
Pengumuman tersebut disampaikan oleh Puan di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada Selasa (6/6/2023).
Masuknya nama AHY sebagai cawapres yang dipertimbangkan untuk dipasangkan dengan Ganjar Pranowo jelas menjadi tanda tanya bagi publik karena AHY dan Demokrat selama ini dianggap sebagai 'musuh' oleh PDI-P.
Tak berselang lama setelahnya, atau tepatnya pada Minggu (18/6/2023) AHY dan Puan Maharani melakukan sebuah pertemuan secara langsung di Plataran Hutan Kota, Senayan, Jakarta Pusat.
Sontak saja, pertemuan antara AHY dan Puan tersebut membuat publik semakin bertanya-tanya akankah kedua parpol yang selama ini berseteru tersebut sedang menjajaki sebuah rencana untuk melakukan kerjasama pada pemilu 2024.
Sebagian kalangan menilai, bahwa pertemuan antara AHY dan Puan (keduanya merupakan putra dan putri SBY - Mega yang menjabat sebagai petinggi di partai Demokrat dan PDI-P) yang dilakukan untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun terakhir semakin mempertegas bahwa Demokrat dan PDI-P sedang melakukan sebuah komunikasi untuk memperbaiki hubungan mereka yang selama ini kurang baik.
Hal terakhir yang membuat publik semakin yakin bahwa SBY dan Mega akan segera 'rujuk' untuk pemilu 2024 adalah terkait dengan cuitan Twitter SBY yang di posting pada Senin (19/6/2023).
Dalam cuitan SBY di akun Twitter miliknya tersebut presiden ke-6 itu menceritakan tentang mimpinya yang melakukan perjalanan kereta api bersama  dengan Jokowi, Megawati Soekarnoputri dan presiden ke-8 RI.
SBY menceritakan bahwa ia bermimpi didatangi oleh Presiden Jokowi di kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat . Selepas itu, dirinya dan Mantan Wali Kota Solo tersebut menjemput Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk melakukan perjalanan menuju ke Stasiun Gambir.
Kemudian, SBY menyampaikan dalam mimpinya tersebut, ketiganya sudah ditunggu oleh Presiden ke-8 RI di Stasiun Gambir. Bersama Presiden ke-8 RI itu, mereka kemudian menyempatkan diri minum kopi bersama sambil berdiskusi santai sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan.
Lebih lanjut, pada utasnya itu SBY menyebut usai minum kopi bersama Presiden RI ke-8, ketiganya kemudian melanjutkan perjalanan naik kereta api Gajayana.
Di perjalanan mereka menyempatkan diri untuk menyapa rakyat yang pernah mereka pimpin dengan penuh rasa hangat dan kesungguhan hati.Â
Ketika kereta api Gajayana yang mereka naiki akhirnya sampai di Solo, SBY menyebut dia dan Jokowi turun di Solo.
SBY menyebut, ia melanjutkan perjalanan ke Pacitan, Jawa Timur dengan naik bus. Sementara Jokowi melanjutkan perjalanan untuk pulang ke kediamannya di Solo. Sedangkan Megawati terus melanjutkan perjalanannya ke Blitar, Jawa Timur untuk berziarah ke makam orang tuanya, Bung Karno.
Tak ayal, cuitan mimpi SBY tersebut pun langsung ditafsirkan secara positif oleh banyak kalangan sebagai sebuah tanda bahwa kedua tokoh bangsa yang diketahui sedang 'berseteru' tersebut akan segera berdamai alias 'rujuk' kembali menjelang pemilu 2024 sekaligus membuka peluang kemungkinan bagi keduanya untuk berkoalisi pada pilpres 2024 mendatang.
Selain itu banyak kalangan yang juga berharap bahwa memang sudah seharusnya para tokoh sesepuh bangsa seperti SBY dan Megawati dapat bersikap akur seperti yang digambarkan oleh SBY dalam mimpinya tersebut.
Para tokoh sesepuh bangsa harus bisa memberikan contoh dan teladan yang baik kepada para generasi muda agar selalu bersikap legowo dan akur ketika sudah tidak tidak lagi aktif dipanggung politik tanah air.
Kesimpulan
Tiga hal diatas sepertinya sudah cukup menunjukkan bahwa antara PDI-P dan Demokrat berpeluang besar akan kembali 'rujuk' dan melakukan kerjasama politik demi bisa memenangkan pemilu 2024.Â
Selain untuk tujuan memenangkan pemilu 2024, jika nantinya benar Demokrat akhirnya bergabung dengan PDI-P, Demokrat juga jelas sangat berkepentingan untuk menjadikan AHY sebagai cawapres 2024 mendampingi Ganjar Pranowo.
PDI-P sendiri tentu juga akan sangat diuntungkan apabila Demokrat mau hengkang dari koalisi perubahan dan bergabung dengan PDI-P, sebab hal tersebut berpotensi akan mengurangi lawan politik mereka karena Anies berkemungkinan besar akan gagal maju sebagai capres 2024 jika Nasdem dan PKS tidak mampu mencari partai pengganti Demokrat untuk tetap menjaga agar koalisi perubahan tetap mencukupi syarat presidential threshold sehingga bisa tetap mengusung Anies sebagai capres di pilpres 2024.
So, adagium bahwa "tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik, tapi yang ada adalah kepentingan yang abadi" sepertinya memanglah benar adanya.
Kemaren bisa saja seseorang menjadi lawan politik bagi yang lainnya, tapi hari ini atau esok, orang tersebut bisa saja akan berubah 180 derajat dan menjadi kawan politik bagi mantan rival politiknya tersebut.
Sekian dari Jambi untuk Kompasiana. Salam politik santun!
Pematang Gadung, 30 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H