Mohon tunggu...
Sultoni
Sultoni Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik AMATIRAN yang Suka Bola dan Traveling

Penulis lepas yang memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial politik, kebijakan publik, bola dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sisi Positif Disahkannya RKUHP oleh Pemerintah dan DPR

7 Desember 2022   11:59 Diperbarui: 7 Desember 2022   12:14 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menkumham Yassona Laoly menyerahkan dokumen RKUHP kepada Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat rapat paripurna di DPR. Foto: kemenkumham.go.id

Meskipun menuai ragam kontroversi dan penolakan dari sebagian kalangan masyarakat, Pemerintah dan DPR akhirnya sepakat tetap mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang pada Kemaren Kamis, 6 Desember 2022.

KUHP baru yang disahkan oleh Pemerintah dan DPR tersebut terdiri atas 624 pasal dan 37 bab. 

KUHP baru ini akan resmi berlaku efektif 3 tahun mendatang atau tahun 2025, atau dengan kata lain pemerintah diberikan waktu selama tiga tahun untuk mensosialisasikan pemberlakuan KHUP baru tersebut kepada masyarakat sebelum diberlakukan secara efektif pada tahun 2025 mendatang.

Rapat paripurna sendiri digelar di gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. 

Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Hadir juga pimpinan DPR yang lain, yakni Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dan Lodewijk F Paulus. Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani absen saat rapat berlangsung.

Dalam rapat paripurna yang digelar oleh DPR dengan agenda pengesahan RKUHP ini, semua fraksi di DPR menyatakan setuju terhadap pengesahan RKUHP menjadi Undang-Undang. 

Hanya fraksi PKS yang memberikan catatan terhadap sejumlah pasal penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, draf RKUHP yang baru disahkan oleh Pemerintah dan DPR ini memang menuai banyak kontroversi dan penolakan dari berbagai kalangan di masyarakat.

Sejumlah pasal yang ada dalam draf RKUHP dinilai oleh banyak pihak bakal mengekang kebebasan berekspresi atau kemerdekaan menyampaikan pendapat dan berpotensi melanggar HAM serta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Diantaranya Pasal 188 tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila. 

Pasal tersebut dinilai banyak pihak ambigu karena tidak memuat penjelasan siapa yang berwenang menentukan suatu paham bertentangan dengan Pancasila.

Selain itu, Pasal 188 juga dinilai berpotensi mengkriminalisasi setiap orang terutama pihak oposisi pemerintah karena tidak memuat penjelasan terkait paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Pasal kontroversial selanjutnya yakni Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 tentang tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden. 

Pasal 240 dan Pasal 241 tentang tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah dan lembaga negara. 

Banyak kalangan menilai Pasal 240 dan Pasal 241 ini berpotensi menjadi pasal karet karena tidak memberikan definisi yang jelas soal penghinaan dan dikhawatirkan akan digunakan untuk membungkam setiap kritik terhadap pemerintah atau lembaga negara.

Kemudian Pasal 264 tentang tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita tidak pasti, berlebihan, atau tidak lengkap. Pasal 280 tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan. 

Pasal 300, Pasal 301 dan Pasal 302 tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan. 

Pasal 436 tentang tindak pidana penghinaan ringan. Pasal 433 tentang tindak pidana pencemaran. 

Pasal 439 tentang tindak pidana pencemaran orang mati, serta Pasal 594 dan Pasal 595 tentang tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

Anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu, sebagaimana dikutip dari tempo.co,  mengatakan bahwa karena banyaknya pasal yang bermasalah dalam draf RKUHP, pengesahan RKUHP oleh Pemerintah dan DPR merupakan ancaman bagi kemerdekaan pers. 

Menurutnya, pengaturan pidana Pers dalam RKUHP mencederai regulasi yang sudah diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

Dia menilai RKUHP tidak sejalan dengan UU Pers yang mengatur tentang kemerdekaan berbicara, berpendapat, serta kemerdekaan pers.

Sisi positif disahkannya RKUHP oleh Pemerintah dan DPR

Diluar pro dan kontra serta kontroversi yang terjadi dimasyarakat atas draf RKUHP yang telah disahkan oleh Pemerintah dan DPR kemaren, penulis menilai ada beberapa sisi positif dari disahkannya RKUHP oleh Pemerintah dan DPR, yakni :

Pertama, dekolonisasi hukum pidana di Indonesia.

Sebagaimana diketahui, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini dipakai dan berlaku di Indonesia adalah merupakan produk hukum warisan dari kolonialisme Belanda di Indonesia.

Untuk itulah, pengesahan RKUHP oleh Pemerintah dan DPR saat ini juga membawa misi dekolonisasi hukum pidana di Indonesia.

Diharapkan, beleid hukum pidana terbaru ini akan menggantikan KUHP yang merupakan warisan kolonialisme Belanda di Indonesia.

Sebab, jika dihitung dari mulai berlakunya KUHP Belanda di Indonesia yakni sejak tahun 1918, maka saat ini sudah 104 tahun Indonesia memakai produk hukum warisan dari kolonialisme Belanda.

Indonesia sendiri sebenarnya telah merumuskan pembaruan hukum pidana sejak tahun 1963 silam, namun baru saat ini atau 59 tahun kemudian RKUHP buatan anak bangsa ini bisa terealisasi.

Terlepas dari pro dan kontra serta kontroversi yang ada saat ini dimasyarakat, penulis menilai kita patut berbangga dan mengapresiasi pengesahan RKUHP ini oleh Pemerintah dan DPR.

Sebab, setelah sekian lamanya akhirnya Indonesia bisa mempunyai kitab hukum pidananya sendiri.

Kedua, konsolidasi dan harmonisasi hukum pidana di Indonesia.

Harus diakui bahwa, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini ada dan berlaku di Indonesia terdapat kelemahan-kelemahan dan ketidaksesuaian dengan situasi dan kondisi hukum yang ada dan terjadi dimasyarakat Indonesia saat ini.

Sehingga memang sudah selayaknya KUHP tersebut dirubah dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi perkembangan hukum yang ada dan terjadi dimasyarakat saat ini.

Hal ini disebabkan oleh karena KUHP yang ada saat ini dibuat dan disusun oleh orang-orang Belanda yang notabene tentu tidak memahami kondisi faktual permasalahan hukum pidana yang terjadi di Indonesia.

Selain itu, kondisi hukum pidana di Indonesia dan Belanda tentu juga tidak bisa disamakan, karena memang terdapat perbedaan kultur dan budaya antara Indonesia dan Belanda.

Apalagi, produk hukum KUHP yang ada saat ini juga sudah sangat lama, yakni 104 tahun yang lalu atau tepatnya tahun 1918.

Tentu kondisi zaman pada saat itu sangat berbeda dengan kondisi zaman saat ini, sehingga perlu adanya pembaharuan KUHP untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Untuk itulah, KUHP yang disahkan oleh Pemerintah dan DPR saat ini merupakan upaya rekodifikasi terbuka terhadap seluruh ketentuan-ketentuan pidana yang ada dan merupakan upaya untuk menjawab seluruh perkembangan yang ada di masyarakat saat ini.

Kesimpulan

Harus diakui bahwa KUHP yang sudah disahkan oleh Pemerintah dan DPR saat ini memang masih jauh dari kata sempurna.

Itulah mengapa masih ditemukan banyak catatan-catatan dari masyarakat tentang beberapa pasal-pasal dalam KUHP yang dianggap kontroversial.

Namun, ketidaksempurnaan KHUP produk negeri sendiri saya rasa lebih baik dari pada KUHP produk kolonialisme Belanda.

Upaya penyempurnaan dan perbaikan draf KUHP yang dianggap kontroversial harus tetap dan terus dilakukan, baik oleh Pemerintah, DPR maupun oleh masyarakat.

Hal tersebut bisa dilakukan melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) atau melalui diskusi-diskusi dan kajian keilmuan oleh para ahli yang kemudian diteruskan kepada lembaga Pemerintah dan DPR untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi dan revisi draf KUHP.

Memang bagi Pemerintah dan DPR, untuk membuat suatu keputusan yang bisa memuaskan banyak orang dengan berbagai macam kepentingan tentu adalah suatu hal yang mustahil.

Namun menurut penulis, langkah pengesahan RKUHP yang telah dirintis selama 59 tahun adalah sebuah prestasi dan pencapaian yang luar biasa terlepas dari segala kontroversi yang ada.

Semoga waktu tiga tahun sebelum KUHP baru ini resmi diberlakukan di tahun 2025 mendatang, dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Pemerintah untuk mensosialisasikan KUHP yang baru tersebut kepada seluruh elemen masyarakat di Indonesia.

Sekian dari Jambi untuk Kompasiana.
Semoga bermanfaat!

Pematang Gadung, 7 Desember 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun