Mohon tunggu...
Sukamto Mamada
Sukamto Mamada Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir dan besar di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Merantau ke Bumi Anging Mammiri. Bekerja di Unhas. Sekarang lagi nyangkut di USA. Salam kenal semuanya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Re-evaluasi, Pemecatan sampai Pengkhianatan: Potret Potensi Konflik Internal Parpol Menjelang Pilpres 2014

13 April 2014   03:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:45 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebenarnya di antara partai-partai peserta pemilu, PKB-lah yang paling berbahagia. Pencapaiannya kali ini begitu membelalakkan mata. Kenaikan 2 hampir 100% dari pemilu 2009 membuat sang Ketua Umum, Muhaimin Iskandar, begitu sumringah. Dengan peroleh sekitar 9% suara nasional, PKB menjadi salah satu partai yang paling dikejar untuk dijadikan partner koalisi oleh parpol posisi 3 besar.

Hasil yang didapatkan PKB ini tidak lepas dari strategi jitu PKB untuk menjual nama-nama tenar yang digadang-gadang akan dicapreskan. Mahfud MD, Jusuf Kalla dan Rhoma Irama menjadi 3 tokoh yang "dijual" untuk menarik minat pemilih. Alhasil, strategi ini dianggap tepat karena terbukti PKB mampu menaikkan perolehan suaranya 2 kali lipat.

Namun, euforia ini bisa saja berakhir tidak mengenakkan saat mendekati ajang pembentukan koalisi. Beberapa media menurunkan tulisan bahwa ternyata Cak Imin juga mengincar posisi wapres untuk mendampingi Joko Widodo. Secara sepintas, tidak ada yang salah dengan hal ini. Akan tetapi, keinginan Cak Imin ini sepertinya mungkin akan mendapatkan penentangan dari pihak-pihak yang sejak awal mendukung pengusungan 3 nama sebelumnya untuk dimajukan sebagai cawapres. Bahkan, Cak Imin akan dianggap menjadi seorang pengkhianat oleh nahdliyin jika tetap saja berani memajukan dirinya sebagai cawapres dari PKB dan mengesampingkan nama-nama sebelumnya yang justru telah "dijual" untuk menggaet suara pemilih.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

Sejatinya, tidak perlu ada masalah yang muncul dengan PDIP terkait pencapresan Joko Widodo. Hal ini disebabkan oleh elektabilitas Joko Widodo yang masih berada di posisi atas dalam bursa pencapresan. Namun, baru saja ada media yang memberitakan bahwa Puan Maharani mengusir Joko Widodo dari kediamannya. Berita ini langsung dibantah oleh fungsionaris PDIP, Eva Kusuma Sundari. Dia mengatakan bahwa berita itu tidak benar.

Entah ini adalah sebuah isu yang benar atau tidak, satu hal yang pasti, PDIP memang tidak terlalu berbahagia dengan perolehan suara 19% di pileg kali ini. Hasil ini jauh dari ekspektasi awal yang menargetkan suara lebih dari 30%. Jokowi Effect yang selama ini diharapkan mampu memenangkan PDIP secara telak, ternyata tidak terlalu "menggigit". Atas dasar itulah, menurut sumber berita di atas, Puan menjadi sangat kecewa kepada Jokowi. Apakah hal ini akan menjadi awal dari munculnya konflik internal di tubuh PDIP yang berujung pada pencabutan mandat Jokowi? Kita tunggu saja.

***

Munculnya faksi-faksi dalam internal sebuah parpol sudah dipandang sebagai hal yang biasa. Tidak ada yang salah dengan faksi-faksi itu sepanjang tidak menggerogoti eksistensi partai atau dalam hal ini, proses pencapresan. Faksi-faksi itu akan menjadi sangat berbahaya jika ternyata keberadaan faksi akan menjadi bom waktu yang dapat menghancurkan sebuah partau atau organisasi. Hal inilah yang perlu segera dipulihkan agar tidak terjadi efek lanjutan. Inilah mungkin yang menjadi dasar seorang SBY menyingkirkan kader Demokrat yang memiliki hubungan erat denga faksi Anas Urbaningrum. Terlepas dari cara penyingkirannya, kiranya SBY telah "berhasil" meredam berkembangnya faksi yang dianggap bisa menghancurkan partai.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun