Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

KRL dan Wajah Merekah Pencari Nafkah di Stasiun Palmerah

28 Agustus 2023   22:43 Diperbarui: 28 Agustus 2023   22:44 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Palmerah di awal kehadiran bangunan baru - Dok: KAI Commuter

"Sudah dipesan duluan, Pak..."

"Eh, bisa pesan langsung di sini, kan?"

Saat ada dari tukang ojek ini mendapatkan penumpang, ada gairah dan semangat yang menyala-nyala. Sebelum berangkat nganter masih sempat menyapa teman-temannya lebih dulu, menyemangati, menguatkan, untuk tidak lelah menunggu malaikat pembagi rezeki mendatangkan penumpang untuk mereka.

Di sinilah menariknya suasana stasiun ini. Antara kalangan muda yang biasanya modis dan stylist, dengan ibu-ibu warga setempat dapat membaur dan memberikan pemandangan tersendiri. Di dalam atau bahkan di luar stasiun.

Mereka berada di satu tempat, tapi memberikan beragam pemandangan, terkadang kontras, tapi seperti lukisan yang memberikan keindahan tersendiri.

Warna pakaian, gaya berjalan, hingga barang bawaan, dari tas terlihat berkelas hingga karung berisikan barang dagangan, menjadi kombinasi pemandangan yang luar biasa. 

Mungkin lebih kental dengan suasana modern. Siapa saja pengguna KRL yang pernah atau sehari-hari melewati stasiun ini, akan melihat sisi modern ini lebih menonjol dari stasiun besar bertipe C tersebut. Kecuali jika sempat menjelajah sekelilingnya, masih bisa didapati jejak masa lalu dari stasiun yang termasuk heritage ini, terutama di bagian samping.

Sisi stasiun yang juga bersisian dengan tempat parkir ini masih memiliki karakter khas bangunan lawas. Cukup bisa melempar imajinasi Anda ke abad-abad lalu di mana stasiun ini masih di bawah pemerintah Hindia Belanda.

Dalam catatan di situs KAI, di akhir abad ke-19 saja lalu lintas di sekeliling stasiun ini memang sudah padat. Bedanya, dulu dipenuhi dengan sado, tukang pikul, kargo kereta berkuda, selain juga pejalan kaki. Sekarang, selain ada banyaknya ojek daring, juga bus Transjakarta, taksi, hingga mobil pribadi seliweran di sini. 

Dulu, besar kemungkinan pejalan kaki dianggap sebagai bagian dari masyarakat kelas bawah. Sekarang, di antara pejalan kaki yang datang dan pergi di stasiun ini tak melulu masyarakat menengah ke bawah, tapi juga menengah ke atas meskipun mungkin persentasenya lebih sedikit.

Anak-anak muda cenderung lebih ramai di stasiun ini, lagi-lagi karena dekat dengan beberapa pusat perbelanjaan hingga perkantoran. Jadi, commuterline acap menjadi andalan mereka untuk ke sana, atau minimal tak terlalu jauh kalaupun harus melanjutkan dengan transportasi lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun