Ada hutan bambu di sana. Juga ada berbagai bangunan yang mengisyaratkan kesan, di sini banyak "penunggu" yang hanya bisa dilihat saat-saat tertentu.
Sejujurnya, baru kemarin kali pertama aku menjejakkan kaki ke Rumah Perubahan (Jakarta Escape) miliknya Prof. Rhenald Kasali. Ya, tempat inilah yang kusebut banyak "penunggu" tadi.Â
Bukan kataku, sih. Prof Rhenald sendiri yang bilang begitu. Bahwa ini tempat yang benar-benar banyak "penunggu" yang lebih dulu ada di sana.Â
Anda terlanjur membayangkan makhluk halus? Iya, aku pun sempat berpikir begitu saat Prof Rhenald bercerita tentang penunggu tempat yang dibikin hampir berbarengan dengan lahirnya buku "Change" belasan tahun laluÂ
Sebenarnya bukan itu maksudku, juga bukan itu maksud beliau terkait cerita adanya penunggu tadi. Melainkan karena adanya makhluk-makhluk semacam tupai, musang, dan berbagai hewan liar khas "Jakarta Coret"--istilah lawas yang juga merujuk lokasi Rumah Perubahan.
Ide itulah yang menjadi titik awal saat Rumah Perubahan dibangun, setelah beliau bertukar gagasan dengan salah satu sahabatnya dari Bali. Rumah Perubahan mesti dibangun dengan konsep yang tak mengusik "penunggu" itu tadi.
Artinya, tempat itu mesti dibangun untuk menjadi "rumah belajar" buat banyak orang, namun tanpa merusak yang ada.Â
Ya, ada filosofi di balik tempat yang memiliki luas lebih dari lima hektare itu. Penyesuaian, dan itu juga ide yang acap disisipkan Prof Rhenald, dalam buku-bukunya, ceramahnya di berbagai seminar, TV, atau konten YouTube beliau.
Dalam dunia bisnis, tema yang paling sering beliau bidik, penyesuaian (adaptif) menjadi kunci penting. Entah untuk mengawali sebuah usaha, dalam mempertahankan usaha, hingga mengembangkan usaha tadi.
"Memang, mesti rajin-rajin menyimak perkembangan yang ada. Tanpa itu, bisa-bisa sebuah usaha akan berhenti begitu saja saat menghadapi tantangan yang ada." Begitulah pesan beliau, saat bicara di panggung yang diapit beberapa booth.Â
Ya, beliau bicara di sana, selain sebagai tuan rumah, juga karena di sana juga sedang diadakan SME Bazaar & Coaching Clinic. Acara yang lumayan menggoda, mengingat temanya pun, buatku sangat relevan dengan kondisi terkini: Empowering SMEs to Recover Stronger.
Dua tahun lebih dihajar pandemi, beberapa usahaku sendiri pun sempat kena hajar, dan ternyata memang banyak dunia usaha babak belur karena dihajar keadaan.Â
Dalam kondisi itu, bisa mengikuti acara seperti ini, terasa seperti mendapatkan oase di tengah gurun panas, gersang, ketika kita sendiri dalam kelelahan.
Inilah kenapa, di sela-sela kunjungan ke Rumah Perubahan, kusempatkan juga bincang-bincang dengan dengan pasangan Saptono Ariyanto yang punya jam terbang puluhan tahun di Hewlett Packard dan Neng Herbawati yang kenyang asam garam di dunia bisnis.
Kenapa? Sebab pasangan itu juga yang menjadi "otak" di balik acara itu. Merekalah orang di balik BrieferID, perusahaan yang menggagas temu wicara di Rumah Perubahan itu.
Dari mereka kutemukan catatan penting tentang semangat berbagi. Bagi mereka, bisnis bukan semata soal mendapatkan sesuatu, tetapi tentang bagaimana memberi sesuatu.
Mengadakan temu wicara seperti yang mereka helat di Rumah Perubahan dalam dua hari ini, termasuk hari ini, Sabtu (12/03/2022), tak lepas dari prinsip itu.Â
Saat dunia usaha terdampak pandemi, banyak orang butuh ide baru, ide relevan, dan mengacu ke pesan "adaptif" Prof Rhenald; dunia usaha bisa dikuatkan lagi, berkembang lagi.Â
Salah satu yang bisa disumbangkan ke dunia usaha, terlebih usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) adalah mempertemukan pakar dengan eksekutor.
Pasangan itu mempertemukan para pelaku usaha dengan pakarnya. Apalagi, di sana bukan hanya ada Prof Rhenald Kasali, melainkan juga "Sultan UMKM" Perry Tristianto pun dihadirkan ke sana untuk berbagi dengan para pelaku UMKM.Â
Adaptif. Pasangan yang mengotaki Briefer itu, berangkat dari nilai adaptif ini, dan itu juga yang ingin mereka tebar lewat perhelatan yang diikuti berbagai UMKM tersebut.
Mereka memilih Rumah Perubahan sebagai lokasi, pun di mataku sendiri sebagai tamu di sana, terasa sebagai pilihan brilian. Bukan semata karena pamor sosok Rhenald Kasali, tetapi juga untuk menancapkan lebih kuat pesan perubahan kepada banyak orang, entah yang hadir ke acara itu sendiri, atau hanya menyimaknya lewat YouTube.
Tak terkecuali buatku sendiri, yang juga jatuh bangun dalam membangun usaha sendiri, bisa menghadiri acara seperti ini, memberikan optimisme sendiri. Bukan semata optimisme kosong, melainkan bisa bersua dan melihat langsung, mendengar langsung seputar bagaimana membangun dan mengembangkan sebuah usaha.Â
Ya, ini juga kenapa aku sendiri sempat terpikir, jika ingin membangun sebuah usaha tak melulu harus selalu merisaukan diri tentang seberapa besar modal dimiliki lebih dulu. Tapi, juga bagaimana memastikan untuk tidak mengecilkan pentingnya kemauan belajar, terlebih saat membangun usaha.
Hanya terpaku pada mimpi membangun usaha, namun tak ada ketertarikan membangun mental dan pikiran lewat pengetahuan yang relevan, sangat rawan. Bisa saja hanya larut dalam mimpi, namun cuma memicu keinginan untuk tidur, hingga lupa bangun untuk merealisasikan semua mimpi.
Tak berlebihan kurasa, jika untuk mengikuti acara seperti ini, semestinya harus membayar hingga Rp 3-5 juta, sebagai harga yang layak untuk pengetahuan dan pengalaman yang bisa didapatkan.Â
Namun di sini, pelaku usaha yang baru saja menghadapi tamparan pandemi dan siapa saja yang meminati bisnis, bisa mengikutinya dengan gratis.Â
So, kapan terakhir kali Anda mengikuti seminar atau kelas tentang dunia usaha? Anda sendiri yang tahu. Pesanku, jika ada kesempatan seperti di acara ini, sebaiknya jangan pernah dilewatkan. Sebab, membangun usaha tak cukup hanya dengan uang, tetapi juga selalu butuh pengetahuan yang relevan. Setuju?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H