Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Cerita Setelah Lebih 10 Tahun Ngompasiana

22 Oktober 2020   13:12 Diperbarui: 22 Oktober 2020   13:27 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat meraih Kompasianer of the Year 2017 - Dok. Rahab

Kompasiana hari ini bisa diibaratkan sebagai remaja. Kamis 22 Oktober 2020 ini ia sudah genap berusia 12 tahun. 

Selayaknya remaja, di usia awal remaja biasanya semakin peka dan semakin menyukai tantangan. Tak heran jika penghuni Kompasiana, para penulis yang datang sukarela, selalu tertantang menulis di sini. 

Tak heran juga jika yang belum mahir menulis semakin tertantang untuk lebih mahir. Seperti juga bagi yang belum terbiasa menulis semakin tertantang untuk menulis. 

Disiplin. Mendisiplinkan pikiran, mendisiplinkan kebiasaan, hingga mendisiplinkan hidup. Ini menjadi nilai yang juga bisa didapatkan lewat Kompasiana.

Kenapa? Sebab, sebagian besar mereka yang bisa menangguk manfaat dari Kompasiana, entah branding, koneksi, hingga finansial, biasanya tidak lepas dari disiplin. 

Entah dari disiplin menulis, disiplin menambah pengetahuan, hingga disiplin dalam menelaah apa saja yang sedang berkembang di tengah publik. 

Semua kedisiplinan tersebut semakin tumbuh, tak jarang karena semakin mengakrabkan diri dengan kultur disiplin di tengah para penulis Kompasiana. 

Semakin baik nilai disiplin itu menyatu dengan seorang penulis, maka hampir bisa dipastikan akan semakin baik hasil mereka dapatkan. 

Itu bisa terjadi tak lain karena mereka lebih dulu mendisiplinkan diri berbagi lewat informasi dan pengetahuan dengan cara menulis di sini.

Sekadar informasi? Bukan sekadar. Sebab sudah jamak dipahami, kebutuhan atas informasi hari ini bisa dibilang sudah menjadi "kebutuhan primer" atau utama. 

Semakin baik informasi dibagi, semakin banyak orang mendapatkan manfaat dari semua informasi ini. Di titik itu, hukum timbal balik akan terjadi dengan alamiah saja. Anda membagikan yang baik-baik, maka alam akan membuka banyak kebaikan juga untuk Anda.

Saya rasa tidak perlulah saya rinci kebaikan apa saja yang bisa didapatkan para penulis di sini. Paling tidak, saya pribadi beberapa kali dipercaya jadi pembicara hingga tingkat kementerian (maaf sedikit beraroma pamer), tak lepas dari "habits" (kebiasaan) yang saya asah di Kompasiana; rajin menyimak informasi, rajin memilah informasi, rajin menelaah pola pikir yang berkembang, dan rajin mengasah insting mana informasi yang dibutuhkan banyak orang. 

Bicara bayaran, terlepas ada keuntungan finansial langsung, entah dari lomba menulis di Kompasiana atau semacam K-Rewards, namun terbukanya pintu ke mana-mana terasa sebagai "bayaran" yang jauh lebih berharga. 

Kebiasaan baik yang bisa Anda dapatkan dan tumbuhkan lewat menulis di Kompasiana bisa dikatakan sebagai salah satu kunci penting. Bukan cuma kunci yang membuka pikiran Anda, namun juga menjadi kunci yang membuka pintu ke tempat-tempat lebih baik dalam kehidupan Anda.

Seringnya "bayaran" itu tak terduga-duga. Mungkin itulah kelebihan kebaikan, hampir selalu mendatangkan kebaikan yang lebih besar. Apalagi semakin banyak kebaikan Anda sebar untuk banyak orang, semakin banyak lagi bisa Anda dapatkan. 

Menulis itu sebuah kebaikan. Kecuali jika Anda hanya menulis berisikan banyak hal yang hanya berisi celaan hingga tulisan buruk lainnya, tentu saja tak bisa dikatakan kebaikan. 

Soal ini, saya sendiri pun terkadang punya tulisan buruk, entah isinya atau pesannya. Hasilnya, memang buruk, entah untuk orang lain, atau juga untuk diri sendiri.

Ringkasnya, baik buruk apa yang Anda dapatkan sangat bergantung pada baik buruknya apa yang Anda beri. 

Menulis adalah memberi. Terlepas dengan segala keterbatasan, saya dan Anda, pernah berbagi hal buruk, bisa jadi, namun tak lantas menutup kesempatan untuk membagikan hal-hal lebih baik. 

Kejujuran. Nah ini nilai lain yang akhirnya bisa dilatih dan didapatkan dari kebiasaan menulis, sebagaimana Anda biasa menulis di Kompasiana atau di mana saja. 

Kejujuran itu juga yang akhirnya membantu seorang penulis untuk lebih jernih membaca diri, jernih membaca sekeliling, hingga jernih membaca berbagai peluang.

Semakin jernih melihat banyak hal biasanya tak lepas dari semakin akrabnya seseorang dengan kejujuran. 

Menulis adalah jalan untuk semakin dekat dengan kejujuran. Kompasiana yang terbuka untuk siapa saja bisa menulis, menjadi salah satu tempat yang juga membuka kesempatan untuk mendapatkan kunci-kunci ke pintu-pintu lebih baik tadi; menumbuhkan kedisiplinan hingga kejujuran. 

Eh, ini bukan endorse bayaran, lho. Ini catatan dari pengalaman pribadi yang "ngompasiana" sejak platform keroyokan ini masih bayi. 

Kenapa saya bagi ini tak lain karena memang berharap ke depan akan semakin banyak orang memetik manfaat dari berbagi lewat menulis di sini.

Kenapa? Supaya Kompasiana dan Kompas sebagai induknya semakin kaya raya? Iya! Cuma, bukan itu saja, melainkan supaya kita yang rajin menulis pun tak kalah kaya raya; dalam pengetahuan, dalam pergaulan, hingga kebiasaan baik.

Sebab, kalau kemungkinan kaya dan tidaknya sebagai ukuran, maka Anda yang terbiasa menulis baik, menulis kebaikan, juga bisa kok membuka kemungkinan ke sana. 

Buktinya, banyak teman-teman lama di Kompasiana yang bisa menangguk pendapatan jauh melampaui gaji mereka karena mereka disiplin menulis baik dan semakin baik. Tidak perlu saya sebut angka, kan?

Sebab, terlepas angka itu penting, uang penting, namun yang tak kalah penting adalah nilai. Nilai apa yang bisa Anda bawa melalui Kompasiana? Ini yang mungkin bisa menjadi pertanyaan untuk siapa saja yang mengakrabi Kompasiana. 

Tak jarang, perspektif inilah yang bikin banyak penulis Kompasiana mendapatkan banyak hal yang tak ternilai, jauh melampaui sekadar uang.

Sekali lagi, kenapa saya tulis ini? Karena banyak pertanyaan muncul setiap kali saya perkenalkan Kompasiana ke luar-meskipun saya bukan duta Kompasiana. Misal, "Emang nulis di Kompasiana bisa dapet duit?"

Bukan dosa sih menjadikan uang sebagai motivasi dalam menulis, atau "ngompasiana". Namun saya pribadi berusaha keras mencari motivasi lebih dari sekadar uang.

Kenapa begitu? Sebab jika sekadar uang menjadi motivasi, ketika itu tak membuahkan hasil dengan cepat, cenderung membuat ide-ide baik pun tersendat. Berbeda ketika bisa menemukan motivasi lebih dari sekadar uang, ide-ide baik akan muncul lebih besar, membuka banyak peluang lebih besar. 

Sebagian di antara yang saya sendiri buktikan; peluang karier semakin baik, pergaulan lebih baik, hingga pendapatan pun lebih baik. Bisa berkeliling Indonesia, dari barat ke timur, dari desa hingga berbagai kota, bersua banyak orang dari pejabat hingga sesama rakyat jelata. Tanpa perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk pesawat, dlsb, melainkan justru membuat kocek, uhm, nggak boleh terlalu pamer.

Lebih dari semua itu, dorongan menebar pesan-pesan baik pun semakin besar. Di titik inilah kenapa saya bisa menulis setiap hari, walaupun tak semua saya publikasikan di Kompasiana. Ringkasnya, kedisiplinan menulis bisa semakin terasah, tak lepas dari media yang menjadi rumah penulis dari mana saja ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun