Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Corona dan Teladan dari Viralnya Bu Susanna

9 April 2020   22:40 Diperbarui: 9 April 2020   22:50 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bu Susanna, pedagang sembako di Penjaringan pantas disebut pahlawan - Foto: Tribunnews.com

Pada Maret lalu, ada seorang ibu pedagang sembako di Penjaringan-Jakarta Utara, Susanna Indrayani, mendadak viral. Video tentangnya meramaikan media sosial, menjadi bahan berita di berbagai media, hingga ditayangkan di berbagai stasiun TV.

Kisahnya mampu bikin banyak orang terharu. Tak sedikit juga yang memberi hormat kepadanya, karena ia memilih untuk menjual dagangannya hanya kepada pedagang kecil dan menolak rayuan pedagang-pedagang besar yang ingin memborong dagangannya. 

Satu hal yang paling penting dari mencuatnya nama Bu Susanna adalah fakta adanya jutaan orang mendapatkan pesan baik dan keteladanan dari sosoknya.

Saat tulisan ini dibuat, cuitan tentang Bu Susana di akun twitter @arjuno_ireng01 sudah mendapatkan retweet hingga 33,5 ribu kali. Selain itu, juga mendapatkan likes hingga 71,9 ribu. Total viewer atau yang menyaksikan video tersebut mencapai angka 1 juta.

Di video itu terekam bagaimana sikap keras Bu Susanna. Di saat orang-orang mengalami panic buying atau belanja besar-besaran karena kepanikan, ia memilih hanya menjualnya kepada masyarakat kecil, termasuk pedagang kecil.

Ia menolak pedagang yang memiliki uang banyak dan mampu membeli dagangannya jauh lebih banyak dan harga lebih tinggi. "Dalam kondisi sekarang, harga tidak akan saya naikkan kecuali dari sana--dari pabrik--naik," kata dia dalam bahasa campuran bahasa Indonesia dan bahasa Hokkian. 

Tak pelak, selain cuitan itu sendiri viral, beberapa media mainstream termasuk televisi pun menayangkan berita tentang sang ibu pedagang sembako. Bisa dipastikan, jutaan orang tersentuh dengan berita tentang ibu tersebut.

Wahai sekalian pengurus TV, sering-seringlah kalian mengangkat orang-orang sebaik ini.

Sebuah kesan baik

Bisa jadi Bu Susanna juga mengalami ketakutan. Kalaupun mau menyebut beliau sebagai penakut, maka beliau adalah penakut yang cerdas. Tidak membiarkan ketakutan menguasainya, namun ia menguasai ketakutan itu. 

Alhasil, saat ketakutan bikin banyak orang lantas panik dan terburu-buru untuk melakukan segala cara, Bu Susana yang mampu menguasai ketakutan masih bisa berpikir untuk kebaikan orang lain. Bisa jadi karena ia memahami, jika sembarangan bersikap, bukan hanya dirinya saja yang rugi, namun satu negara dapat saja terugikan.

Itulah yang tampaknya membuatnya lebih memikirkan orang lain daripada sekadar keuntungan pribadi. Kemampuannya menguasai ketakutan membuatnya mampu tetap berpikir jernih. Di saat-saat begini, orang-orang seperti Bu Susana ini pantas disebut pahlawan. Sebab ia bisa menampilkan tindakan yang pantas menjadi teladan.

Orang-orang seperti Bu Susanna dapat disebut punya peran penting membantu ekonomi negara dapat terjaga, stabilitas sistem keuangan bisa dipertahankan, hingga mencegah lonjakan harga. Dengan catatan, sosok begini mesti lebih banyak, jangan menjadi "makhluk langka" agar negeri ini selamat dari malapetaka.

Inilah yang bikin saya sempat berharap sekaligus mendoakan, agar figur-figur teladan seperti Bu Susana ini bisa mendapatkan penghargaan, entah dari pemerintah atau mungkin dari Bank Indonesia.

Sebab bukan rahasia bahwa di awal-awal diumumkannya bahwa Covid-19 turut melanda Indonesia, banyak orang yang terjebak dalam sudut pandang keliru, yang cenderung mementingkan diri sendiri. Alhasil, ada oknum-oknum tertentu yang menumpuk barang dan menjualnya dengan harga berkali lipat.

Di tengah pemandangan buruk, sejatinya orang-orang butuh contoh yang baik. Inilah yang semestinya harus lebih banyak ditampilkan ke hadapan banyak orang. Bu Susanna menjadi salah satu contoh yang pantas diapresiasi.


Viralkan pesan baik

Cerita tentang Bu Susanna dapat dikatakan sebagai bukti bahwa banyak orang, siapa pun mereka, senang melihat kebaikan, mendengar kabar baik, dan tersentuh dengan kebaikan. Makanya kalian orang media, ingat ini baik-baik.

Kebaikan bisa diviralkan. Ketika ia viral, maka akan ada banyak orang yang terinspirasi untuk mengikuti apa yang terlihat atau bahkan dibacanya. 

Sayangnya, di tengah wabah Corona, bahkan beberapa media mainstream pun dengan dalih mengabarkan apa adanya, justru turut andil menebar ketakutan hingga kepanikan. 

Maka itu, media sosial dapat menjadi jalan untuk membuka keran sebaliknya. Bahwa ketika pemberitaan sedang diramaikan dengan hal-hal negatif, maka media sosial bisa dimanfaatkan untuk menunjukkan kabar-kabar yang lebih membangkitkan semangat untuk berpikir dan bertindak lebih baik.

Membantu kebaikan viral juga sebuah kebaikan 

Nah, di tengah virus semacam Covid-19 bisa menyebar dengan sangat cepat, semestinya pikiran-pikiran dan tindakan baik dapat disebarkan jauh lebih cepat. Memviralkan kebaikan pun pantas disebut sebagai sebuah kebaikan. Sebab, apa saja yang viral tersebut dapat membawa pengaruh terhadap pikiran, tindakan, atau bahkan kebiasaan hingga karakter.

Dari aksi seorang ibu penjual sembako, setidaknya dapat mengilhami lebih banyak orang; bahwa hidup berharga bukan semata ketika berhasil mengumpulkan segala yang berharga, namun juga bisa memberikan yang berharga kepada banyak orang.

Jangan merasa kecil untuk membawa pengaruh besar

Ini juga yang mengingatkan saya pada pesan yang ditulis dengan sangat cantik oleh John C. Maxwell, dalam buku Developing the Leader Within You. Menurutnya, berdasarkan pandangan pakar sosiologi, seseorang paling tertutup saja bisa membawa pengaruh terhadap 10 ribu orang jika dihitung sepanjang hidup mereka. 

Jadi, saya pikir, siapa pun Anda dapat saja membawa pengaruh kepada banyak orang, meskipun hanya melalui satu cuitan di media sosial seperti twitter. 

Ini juga saya buktikan sendiri ketika mengisi waktu untuk berbagi di media sosial. Terkadang ada saja konten yang saya bagikan di sana mendapatkan impresi hingga jutaan orang. 

Saat ini, saya sendiri memiliki follower sebanyak 46 ribu di twitter, namun terkadang mampu menjangkau jutaan orang--dipantau melalui twitter analytic--atau jauh di atas jumlah pengikut saya miliki.

Kebaikan viral tidak butuh syarat berat

Apakah untuk menebarkan sebuah pesan baik atau memviralkan kebaikan butuh syarat berupa pengikut banyak? Saya pikir tidak begitu. Sebab, ada juga akun-akun dengan pengikut ratusan ribu pun dapat saja sepi dari sambutan. 

Atau sebaliknya, sering juga sesuatu viral meskipun pemilik sebuah akun hanya memiliki pengikut dalam jumlah ratusan atau beberapa ribu.  Artinya, keberadaan media sosial dan potensi baik yang bisa disebarkan tidak melulu menuntut jumlah pengikut dimiliki. Melainkan apa niat baik yang dimiliki dan itu ingin dibagikan; entah untuk menghibur, menyemangati, atau membawa pesan-pesan baik.

Video seperti dirilis Bank Indonesia ini, menurut saya sangat pantas diviralkan untuk mencerahkan publik. Terlebih di tengah kondisi sekarang, video edukasi semacam ini bisa membantu banyak orang paham bahwa sikap bijak di tengah kondisi sepelik sekarang bisa menjadi sebuah sumbangsih sangat berharga.


Ringkasnya, memviralkan pesan baik memang tidak membutuhkan syarat berat. Sebagai contoh sederhana, pengalaman saya pribadi, pernah membuktikan bagaimana sebuah cuitan berupa sandal jepit pun bisa mendapatkan impresi lebih dari 140 ribu. 

Pada kali lainnya, saya cuitkan sebuah tangkap layar sebuah obrolan via WhatsApp, dan hanya saya berikan caption pendek, "Maaf, Pak Wahyu." Dampaknya, mendapatkan impresi lebih dari 1,5 juta--puluhan kali lipat dari jumlah pengikut akun twitter saya. 

Cuitan dimaksud adalah pesan melalui WA berisi keluhan seorang pengantar galon minuman dan gas. Ia mengeluhkan bahwa saat ia memasuki kawasan perumahan, ia justru harus disemprot disinfektan lebih dulu. Tak tanggung-tanggung, dalam satu hari ia menjadi sasaran semprotan itu hingga 32 kali. 

Alhasil, ia mengirimkan pesan WhatsApp kepada Pak Wahyu, kemungkinan adalah pemilik kios minuman kemasan, berisikan permintaan maaf karena ia ingin berhenti mengantarkan galon dan gas. "Kalau tiap hari begini terus, bukan virusnya yang mati, tapi saya yang mati, Pak!"

Ini waktunya kita berbagi

Satu sisi, cuitan itu memang terkesan jenaka karena beraroma guyon. Namun ini juga yang memantik banyak orang untuk berkomentar hingga me-retweet. 

Lalu manfaatnya? Banyak juga orang memberikan komentar berisikan pengakuan bahwa cuitan sesederhana itu menginspirasi mereka untuk lebih peduli tentang masyarakat kecil. 

Tak hanya itu, namun juga menjadi trigger untuk orang-orang yang lebih paham tentang disinfektan berdiskusi tentang tepat tidaknya mencegah virus Corona dengan cara disemprot disinfektan.

Nah, di tengah wabah Corona saat ini, di antara sumbangsih yang bisa kita berikan melalui media sosial adalah berbagi konten-konten yang setidaknya bisa membantu orang terbebas dari kepanikan dan ketakutan.

Siapa tahu, ketika konten-konten yang disajikan dengan sengaja atau tidak, karena muatannya baik lantas mengilhami banyak orang untuk berpikir lebih baik dan bertindak lebih baik. Juga, siapa tahu dengan begitu harapan baik dapat tumbuh dan benar-benar terjadi. 

Paling tidak, cerita-cerita seperti kepanikan menumpuk barang hingga makanan tidak lagi terjadi. Justru orang-orang lebih banyak bergerak dan tergerak untuk bertindak seperti Bu Susanna. 

Toh, bercerita tentang berbagi, sejatinya tidak selalu menuntut seberapa besar yang bisa dibagi kepada banyak orang. Melainkan, seberapa kuat niat untuk mau berbagi kebaikan. Beberapa kata baik yang bisa Anda tulis, bukan mustahil akan menjadi benih yang membuka ladang untuk kehidupan banyak orang.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun