Suhu hari itu menunjukkan angka 36 derajat Celcius. Cukup panas, dan tak hanya para menteri yang merasa kepanasan, namun juga memanaskan pembicaraan banyak kalangan. Para menteri yang akan diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Rabu 23 Oktober 2019 terlihat berkeringat, saat rakyat masih menanti-nanti, apakah mereka mampu berkeringat untuk rakyat atau tidak.Â
Maklum, berada di bawah matahari dengan panas yang tidak biasa, bukanlah hal mudah bagi para calon menteri yang sebagian besar tidak muda lagi. Sebab, kalau mengulik dari sisi usia, hanya Nadiem Makarim yang terbilang sangat muda, lantaran baru berusia 35 tahun.Â
Selebihnya, lebih banyak yang menginjak kepala lima, atau bahkan melewati usia 70 tahun, seperti Fakhrul Razi yang ditunjuk sebagai menteri agama, selain juga Kiai Ma'ruf Amien sebagai wakil presiden yang turut berada di tengah para calon menteri.Â
Paling tidak, keputusan Presiden Jokowi untuk lagi-lagi mengumumkan menterinya di kaki lima istana, tentulah bukan keputusan asal-asalan.
Pertama, lokasi yang dipilih, di luar istana, seolah menjadi pesan yang ingin disampaikan Jokowi bahwa berkuasa bukanlah membentengi diri dengan tembok tebal istana.Â
Berkuasa tidak melulu menguasai, tapi di sana ada kebutuhan kehadiran pemimpin. Seyogianya pemimpin, mesti akrab dengan kebiasaan masyarakat yang dipimpin; lebih banyak di luar, mau menahan panas matahari hari, dan tentu saja, mau berkeringat.
Keringat dan panas matahari menjadi dua hal yang mewakili semangat bekerja. Sebab, kata-kata akan kehilangan makna, jika segala yang dialirkan ke dalam kata-kata tidak menyatu dengan apa yang dikerjakan. Sejauh mana kata-kata bisa disebut sebagai kebenaran, ketika pekerjaan bisa selaras dengan apa yang diucapkan.
Kira-kira begitulah pesan lain, yang ingin disampaikan Jokowi. Di samping, ia juga menegaskan lagi, bahwa ia bisa saja mencopot menterinya kapan saja jika akhirnya melihat bahwa ada orang-orang kepercayaannya itu tidak mampu bekerja.Â
Terlebih dari penamaan kabinet pun sudah menunjukkan bagaimana prinsip "kerja ... kerja ... kerja ..." sudah menjadi prinsip yang menyatu pada sosok Jokowi. Jika dinilai keluar dari prinsip itu, maka pastilah akan didepak.Â
Jadi, keputusan memilih 38 menteri tersebut tetap saja bukanlah keputusan final. Melihat kecenderungan Jokowi di periode perdananya sejak 2014, ia terbilang "cukup tega" untuk mendepak hingga mengganti menteri. Anies Baswedan hingga Rizal Ramli mewakili "barisan sakit hati" karena tidak dibiarkan berlama-lama di dalam kabinet Jokowi, pada periode lalu.
Kemungkinan itu terulang dapat saja terjadi. Terlebih jika melihat bahwa di periode lalu, Anies dan Rizal terbilang sangat kaya dengan ide dan gagasan.Â