Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jelajah Kompasianer, Intip Gua Hantu di Letvuan

13 Oktober 2019   19:03 Diperbarui: 13 Oktober 2019   19:13 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di salah satu spot di Gua Hawang, Kepulauan Kei di Maluku Tenggara - Foto: Zulfikar Akbar

Pendekar dari Gua Hantu. Di kalangan pecinta cerita silat, nama pendekar ini hampir tidak ada yang tidak mengenalnya. Ia memang hanya tokoh fiksi, namun Gua Hantu itu sendiri sama sekali bukanlah fiksi.

Di Kepulauan Kei atau Maluku Tenggara, gua tersebut benar-benar ada. 

Namun, penamaan gua itu sendiri mengikuti bahasa sehari-hari masyarakat Kei sendiri; Gua Hawang. Hawang itu sendiri berarti hantu. Mistis, namun juga memberikan kesan eksotis.

Mistis, karena dari namanya saja sudah berbau misteri, hantu atau sesuatu yang menyeramkan. Meskipun begitu, sejatinya tidaklah seseram wajah hantu yang buruk dan menakutkan. Justru, di sinilah Anda bisa menemukan keindahan yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.

Bukan sekadar gua, dan juga tidak hanya satu gua saja. Melainkan ada dua gua, dan antara satu gua dengan gua lainnya tersambung oleh terowongan kecil di bawah air. 

Pun, air yang terdapat di sana benar-benar bening kebiruan. Sejuk, indah, tenang, dan memancarkan hawa damai bagi Anda yang berada di sana. Tidak heran jika di masa lalu, gua tersebut menjadi salah satu tempat untuk melakukan pertapaan atau semadi. 

Kebetulan, saya dan teman-teman satu rombongan dari Jakarta sesama Kompasianer petualang, Yayat dan Tommy Bernardus, datang ke lokasi, Minggu (13/10/2019) saat belum diramaikan oleh pengunjung. Jadi, ketenangan tempat tersebut benar-benar sangat terasakan.

Seakan ada gambaran dari kekuatan sekaligus kedamaian yang dibawa para dewa yang pernah dipuja para leluhur masyarakat Kei. Tenang, namun dalam. Sejuk namun menggairahkan.

Tak hanya itu, namun di balik keteduhan Gua Hawang tersebut, juga terdapat legenda tentang pemburu dan dua anjing yang menjadi batu.

Boby Far-Far, 35 tahun, berkisah tentang legenda yang sangat terkenal di tengah masyarakat Kei tersebut. "Dulu, ada pemburu yang memang dikutuk jadi batu bersama kedua anjingnya," kata pemuda yang juga aktif mengenalkan Kei lewat media sosial tersebut. 

"Gara-garanya cuma karena kelelahan berburu, namun tidak kunjung mendapatkan hasil, kehausan dan ia menemukan tempat ini. Namun setelah air diminum justru airnya pahit, hingga ia lantas dikutuk jadi batu," Boby bercerita.

Boby ini sendiri merupakan salah satu sosok di balik akun Explore Maluku (@malukuislands_indonesia) di Instagram ber-follower 14,8 ribu, dan aktif mengenalkan Kepulauan Kei kepada masyarakat luar.

Istimewanya kunjungan kali ini, juga lantaran kunjungan kami ke Kepulauan Kei juga didampingi langsung oleh penggerak utama berbagai komunitas setempat, Andi Abd Rahman Azis, 30 tahun.

Pengusaha yang juga pemilik Hotel Syafira di Kota Langgur, ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara, ini pun merupakan orang kepercayaan pemerintah setempat untuk mempromosikan potensi wisata yang ada di sana. "Karena dia masih muda, jadi bisa dipercayakan untuk membantu mengangkat nama daerah ini," ucap Bupati Maluku Tenggara Muhamad Taher Hanubun, yang ditemui di tempat terpisah.

Di sisi air bening di Gua Hawang - Foto: Zulfikar Akbar
Di sisi air bening di Gua Hawang - Foto: Zulfikar Akbar
Andi juga bercerita tentang beberapa hal tabu yang tidak boleh dilakukan di Gua Hawang. "Di sini tidak boleh berkata-kata buruk atau kasar. Juga, bagi kalangan perempuan, jika lagi menstruasi sangat dilarang untuk mandi di gua ini," ia mengingatkan. 

Maklum, lagi,  tempat ini adalah bekas tempat pertapaan. Pun penduduk meyakini tempat ini dihuni oleh roh yang menjaganya. Ritual-ritual adat pun masih sering dilakukan, terutama untuk keselamatan bagi pengunjung yang datang ke tempat tersebut. 

Jadi, jangan heran jika di beberapa titik Anda akan menemukan sesajen yang diletakkan di ruangan terbuka. Ini agak mirip dengan tradisi di Bali dengan sesajen khasnya. Namun yang membedakan, sesajen di sini juga dilengkapi dengan beberapa uang koin--yang bagi yang berpikiran nakal bisa saja berpikir, emang para roh juga berbelanja di alam sana? Embuh!

Namun yang jelas, terlepas kesan mistis, namun pemandangan yang ada di tempat ini betul-betul menjanjikan kelebihan yang takkan bisa ditemukan di tempat lain. Inilah yang menjadi kelebihan dari dua gua yang dapat juga disebut sebagai "Gua Kembar" tersebut--lantaran letaknya berdekatan, dan tersambung dengan terowongan bawah air dengan jarak sekitar 30 meter.

Menurut Boby, sejauh ini baru ada beberapa orang asing dari luar negeri yang berani menjajal terowongan di dalam gua tersebut. Sementara penduduk setempat dan pengunjung domestik cenderung tidak berani, lantaran khawatir kekurangan oksigen yang dapat saja berisiko.

"Namun, ini juga menjadi satu tantangan, sih buat yang gemar memacu adrenalin, menjelajahi bawah gua dan masuk ke dalam terowongan ini," Boby menambahkan. Nah! Anda tertarik mencoba?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun