Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Sebuah Kesaksian di Balik Cerita Damai di Stasiun Kereta

13 Juli 2019   15:24 Diperbarui: 14 Juli 2019   02:39 6226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mereka menapaki jalanan bersama, membawa pesan kebersamaan yang akan menguatkan negaranya - Foto: KSP

Kita belum lupa, bagaimana sepanjang Pilpres, dari sebelum dan sesudahnya, narasi semacam "halal darah" hingga "jihad" begitu kencang dilemparkan. Itu dengan mudah ditemukan dari berbagai media arus utama hingga media sosial. 

Tak sedikit yang terbuka mengaku siap mati dan berdarah-darah demi "membela agama". Lha, orang bertarung untuk kekuasaan kok disamakan dengan 'mbela agama?

Berlebihan. Memang sangat banyak narasi yang cenderung berlebihan. Walaupun satu sisi ini sangat dapat dimaklumi karena salah satu pihak merasa inilah kesempatan terakhir mereka untuk dapat berkuasa setelah sebelumnya juga gagal. Maka itu, semua amunisi dikerahkan, dari bagaimana membawa-bawa nama agama, hingga menakut-nakuti dengan hawa nafsu untuk berperang dan siap untuk meluluhlantakkan lawan. 

Saya pribadi tidak terlalu dihantui dengan ketakutan tersebut. Sebab, dalam salah satu kesempatan bertemu langsung dengan Presiden Joko Widodo, ada pesan meyakinkan yang saya rekam kuat. 

"Saya dengan Pak Prabowo itu baik-baik saja. Jangan dibayangkan sepanas seperti dikabarkan orang-orang di media," kata Jokowi. "Saya masih sering bertelepon, saling kontak. Kita masih bisa sama-sama tertawa lepas."

Ya, itulah pernyataan Jokowi saat itu, di depan sekitar 30 orang pendukungnya, saat saling bertukar pikiran tentang bagaimana melihat kontestasi Pilpres. Ia mampu memberikan optimisme bahwa semua akan baik-baik saja, walaupun "lawan" memberikan perlawanan sengit terhadapnya. 

Hari ini Jokowi membuktikan hal itu. Prabowo yang acap dipandang sebagai musuhnya oleh masyarakat kebanyakan, akhirnya benar-benar tampil selayaknya seorang sahabat. Prabowo yang acap tampil agresif dan berapi-api dalam hampir setiap pidatonya, tampil dengan santun di depan Jokowi.

Keduanya saling berjabat tangan, berangkulan, bersitatap layaknya sahabat. Keduanya saling berbicara dengan hawa penuh persahabatan. Bahkan mereka bisa saling tertawa lepas. Dalam tawa mereka, bisa dipastikan tak ada jejak persaingan sengit antara keduanya. 

Jokowi sendiri yang selama ini acap dihujani tuduhan sebagai PKI, dihina bermacam-macam, hingga anak dan istri sampai dengan ibunya jadi sasaran "bully" pun tidak menampakkan kesan sakit hati. Ia tetap mampu menampilkan sikap tenang, respek, dan sama sekali tidak terlihat dendam. 

Beberapa hari lalu, dalam pertemuan lainnya dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor, ada sisi lain saya temukan, yang memang juga terungkap dari sosok yang mengawali karier politik dari Solo ini. 

Bahwa sebagai manusia biasa, ia merasa sedih juga dengan penghinaan habis-habisan menderanya. "Saya merasakan itu semua--rasa sakit, sedih, dan sebagainya--tetapi bagaimanapun mereka adalah saudara satu bangsa. Walaupun mereka gimana, tetap saja saya harus melihat mereka sebagai saudara."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun