Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Membaca Langkah Indonesia di Kancah Perang Dagang

27 Mei 2019   06:21 Diperbarui: 29 Mei 2019   12:40 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana dengan situasi ekonomi global? Menurut Kepala BPS Suhariyanto, perekonomian global di triwulan pertama 2019 pun melambat jika dibandingkan triwulan keempat tahun lalu. Di samping, juga ada pengaruh lagi dari harga komoditas migas dunia yang juga menurun pada triwulan satu.

Menghadapi situasi itu, Gubernur BI Perry Warjiyo pun memastikan pemerintah saat ini pun sudah memetakan berbagai potensi risiko dan bagaimana menghadapi berbagai kemungkinan.

Maka itu, jika menyimak proyeksi para pakar pun, ada keyakinan positif bahwa perekonomian Indonesia setidaknya masih dapat tumbuh hingga 5,19 persen secara tahunan.  Jika ini tercapai, tentunya akan lebih baik dibandingkan kuartal pertama tahun lalu yang hanya 5,06 persen (YoY), dan kuartal keempat 2018 yang mencatat 5,18 persen.

Kenapa masih ada harapan positif? Dalam Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No. 32, Perry Warjiyo menggambarkan bagaimana otoritas keuangan Indonesia membaca persoalan. Menurut Perry, ketidakpastian perekonomian global yang terus meningkat memang memberikan tekanan bagi stabilitas sistem keuangan Indonesia. 

Adanya sentimen negatif perang dagang, kuatnya indikasi perlambatan ekonomi global, serta berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter AS mengurangi risk appetite investor global terhadap aset keuangan negara emerging market, termasuk Indonesia. 

Maka itu, agar bisa menjaga daya tarik aset pasar keuangan domestik, BI juga sempat kembali menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps selama semester II 2018 ke level 6%. 

Tak hanya itu, menurut Perry Warjiyo, sejauh ini BI telah mengambil kebijakan makroprudensial akomodatif dengan tetap melakukan koordinasi dan sinergi antara Kementerian Keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 

Bersama OJK, pihak BI melakukan sinergi kebijakan makroprudensial dan mikroprudensial sekaligus. Sementara dengan LPS, bank sentral berkoordinasi khusus untuk menangani bank bermasalah, mengikuti amanat UU No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.

Untuk penguatan koordinasi multilateral sektor keuangan dilakukan dalam kerangka Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk pencegahan dan penanganan krisis. 

Lembaga ini sendiri, KSSK, dapat dibilang sebagai rumah bagi keempat institusi tersebut, lantaran dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan pimpinan ketiga institusi lainnya saling berkoordinasi.

Di luar keempat institusi yang berpayung di bawah KSSK itu, BI pun tetap berperan aktif dalam fora internasional sektor keuangan, antara lain melalui keanggotaannya dalam Financial Stability Board (FSB) terkait dengan reformasi sektor keuangan global. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun