Dari laporan ICIJ itu juga disebutkan bahwa Prabowo tercatat pernah jadi direktur sekaligus wakil pimpinan di sebuah perusahaan bernama Nusantara Energy Resources, dan berkantor di Bermuda. Perusahaan itu sendiri digarisbawahi sebagai penunggak utang dan pengemplang pajak.
Mengaitkan kasus itu dengan emosi yang ditampilkan Prabowo di depan podium, dapat saja diterjemahkan bahwa jika ia gagal berkuasa maka ada alamat apa yang diungkapkan ICIJ dan Paradise Papers akan menghancurkannya. Ada kepentingan besar di sana, dan baginya tidak ada kepentingan paling besar kecuali kepentingannya sendiri.Â
Jadi, emosi ditampilkan itu lebih mengisyaratkan semacam ketakutan atas dosa yang dimilikinya sendiri. Lebih memperlihatkan kecemasan jika kali ini gagal berkuasa, maka ada kemungkinan dirinya akan hancur. Terlebih lagi, pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla, lewat Menteri Keuangan Sri Mulyani terlihat sangat gencar menunjukkan perlawanan atas para pengemplang pajak. Ini tentu saja bukan kabar baik bagi siapa saja yang punya masalah serius terkait dengan pajak.
Di luar persoalan pajak, dengan emosi yang ditampilkan oleh Prabowo dapat saja menjadi sebuah pesan, bahwa ia memiliki permusuhan teramat dalam terhadap pihak-pihak yang menghalanginya untuk menduduki kursi kekuasaan.Â
Terlebih, bukan rahasia pula, jika dalam pertarungannya berburu kekuasaan, dapat dikatakan ia sudah mempertaruhkan segalanya. Sejak mengawali dengan calon wakil presiden di masa lalu, berlanjut ke Pilpres 2014, dan kini tampil lagi di tahun 2019, dapat dipastikan ia sudah menghabiskan uang teramat banyak.Â
Sebagai seorang militer dan punya rekam jejak sebagai pengusaha, pastilah seorang Prabowo gusar jika uang yang sudah dihabiskan terlalu banyak hingga gaji karyawan saja menunggak, namun nihil hasil. Jadi, saya pikir, emosinya bukanlah emosi karena memikirkan negara. Ia hanya sedang risau dengan nasib harta kekayaannya sendiri. Tidak lebih.
Di sinilah rentan memunculkan ketakutan di benak publik, terutama jika menggarisbawahi bagaimana sulitnya seorang Prabowo mengendalikan diri, jangan-jangan ia sendiri kelak akan menjadi "The Next Hitler". Terlebih dalam narasi kebencian dan hasutan yang selama ini dimainkan, ada kemiripan dengan apa yang pernah ditampilkan Hitler.
Tidak percaya? Silakan saja gali melalui buku-buku yang menunjukkan bagaimana karakter penguasa dari berbagai belahan dunia. Penguasa yang sulit mengendalikan diri tidak cuma akan menghancurkan dirinya, tetapi bisa membawa petaka terhadap dunia. Hitler sudah membuktikan itu di masa lalu, dan jangan ada yang melanjutkan gayanya berkuasa di bumi persada tercinta.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H