Itu sekadar contoh dari seabrek bukti kebohongan demi kebohongan yang gencar diembuskannya bersama pasangannya, Prabowo Subianto. Ada kesan, kebohongan itu tidak menjadi persoalan karena melihat di negeri ini terdapat banyak rakyat yang mudah memaafkan dan melupakan. Alhasil, pasangan ini pun menunjukkan tren adanya kebohongan yang diproduksi dari bulan ke bulan.
Sandi yang sebenarnya akrab dengan dunia bisnis dan paham sekali risiko-risiko dari sebuah kebohongan memilih menjadikan langkah ini sebagai tren, dan tampak dipercaya sebagai langkah politik yang mampu membawa dampak baik.Â
Di sinilah ada sisi absurd yang terlihat sengaja dilakukan. Terlepas hal itu sejatinya sangat tidak baik untuk publik, tidak edukatif, dan hanya mengotori pesta demokrasi yang semestinya menjadi pesta rakyat: untuk rakyat bergembira dan bisa melihat masa depan dengan gembira.
Sayangnya, Sandi yang kini berduet dengan Prabowo dalam berburu kekuasaan justru gemar melakukan hal-hal yang membuat publik bingung, pesimis, gelisah, hingga ketakutan. Ini jelas adalah hawa-hawa negatif yang dapat saja memicu banyak kemungkinan negatif.
Bayangkan jika seorang pimpinan perusahaan hanya merecoki bawahan dengan hal-hal negatif, apakah ini bisa menghasilkan sesuatu yang positif? Apa yang terjadi justru menurunkan semangat, gairah, keinginan melakukan sesuatu yang lebih baik.Â
Kebohongan jelas negatif. Namun Sandi memilih sepakat dengan Prabowo sebagai pasangannya, untuk tidak terlalu memusingkan dampak dari narasi kebohongan yang gencar mereka lemparkan kepada publik.Â
Ia tidak peduli bahwa narasi buruk dimainkan akan semakin menyusahkan rakyat. Terlepas niatnya adalah untuk menghantam petahana sebagai lawan politik, mestinya ia cukup memahami siapa saja yang akan terpapar oleh dampak kebohongan dimainkannya.
Kebohongan itu memang mudah terbaca ditujukan untuk menghancurkan citra petahana. Kebohongan itu untuk menghancurkan nama baik lawannya karena dengan nama baik lawan itu bisa membuatnya kesulitan menuju istana. Â Kebohongan itu untuk mematahkan langkah lawan untuk merangsek lebih jauh dalam merebut pengaruh. Namun jauh sebelum Pilpres sudah kian terbukti jika kebohongan itu pelan-pelan hanya menghancurkan mereka sendiri.
Bisa dilihat dari bagaimana semangatnya Prabowo sendiri sebagai pasangan Sandi dalam menyebarkan hoaks seputar Ratna Sarumpaet. Ia bahkan memilih menafikan verifikasi lebih dulu dari aparat berwenang, dan langsung memanggil wartawan. Ia bikin jumpa pers. Wartawan pun disulap olehnya menjadi agen-agen penyebar kebohongan.
Apakah mental dan kebiasaan seperti ini bisa menjamin rakyat akan lebih sejahtera, lebih baik, dan lebih maju? Jika melihat sekeliling, yang gemar menipu akhirnya memang hanya menghancurkan diri sendiri. Buktinya, dari kasus Ratna Sarumpaet tempo hari, terlihat diniatkan untuk menghantam lawan, namun justru menghantam muka mereka sendiri.
Mengilas lagi fenomena Ratna Sarumpaet, pasangan Prabowo-Sandi, akhirnya lebih banyak membuang tenaga untuk memberikan klarifikasi demi klarifikasi. Mereka berusaha melakukan "amputasi" dengan cara mendepak Ratna dari lingkaran mereka, dan berharap langkah ini bisa menyelamatkan wajah mereka. Apakah langkah ini seketika membuat nama mereka menjadi lebih baik?