Ada pesan kuat, dalam urusan membangun negara sebesar Indonesia, pemerintah tidak bekerja untuk mengisap keringat rakyat. Namun bagaimana sama-sama berkeringat, dan sama-sama merasakan hasil dari kemauan berkeringat (baca: bekerja).
Bahwa ada sebagian yang menolak berkeringat, hampir dapat dipastikan hanya mereka yang lebih gemar memamerkan diri di berbagai stasiun TV, dengan berbicara dan berbicara saja dengan mulut berbusa-busa. Apa yang dilakukan, hanya mencela dan mencela. Saat tahun akan berganti, mereka hanya menyisakan bau ludah yang menyembur di mana-mana lewat layar kaca. Menebarkan aroma kebusukan di mana-mana.
Terkait sebagian orang yang ogah berkeringat ini, dengan bau mulut yang menyembur dari ludah mereka, menghadirkan aroma busuk hingga mengganggu banyak pikiran kesulitan bekerja, hingga bingung melihat mana benar yang tidak. Hasilnya, yang bekerja jadi ikut-ikutan mereka cela, sedangkan yang berbicara begitu gigih mereka bela.
Namun sekali lagi, ada kelebihan dari Pemerintahan Jokowi-JK adalah sikap bagaimana mereka tidak terlalu menggubris urusan orang-orang yang mencela. Jadilah berbagai celaan tak sampai membuat mereka memilih berhenti dan beralih fokus ke urusan gebuk menggebuk.Â
Ada beberapa yang dipenjara, sama sekali bukan karena perintah mereka, namun aparat negara meringkus beberapa penyebar aroma mulut para pemalas dalam bekerja mengikuti aturan dan hukum negara. Bukan perintah Kepala Negara, tapi konstitusi yang sudah menunjukkan mana saja yang masih bisa ditoleransi dan mana saja yang tak bisa ditoleransi lagi.
Alhasil, Pemerintah tetap bisa bekerja dan berkonsentrasi pada apa yang dikerjakan.
Terutama tahun 2018, dapat dikatakan sebagai tahun yang lebih menegaskan tentang bagaimana Pemerintahan Jokowi-JK menegakkan kedaulatan Tanah Air. Dan itu sudah dimulai bahkan sejak 1 Januari 2018 di mana Jokowi, seperti dilansir dari CNBC, mengumumkan pengelolaan migas di Blok Mahakam yang kembali ke tangan Indonesia.
Awalnya blok di Kalimantan Timur tersebut berada di tangan PT Total E&P Indonesie, namun awal 2018 diambil kembali dan pemerintah menyerahkannya kepada Pertamina. Begitu juga dengan Blok Rokan pun diambil alih setelah sekian lama berada di tangan Chevron. Per 2021 sampai dengan 20 tahun ke depan, Blok Rokan dan Mahakam akan berada di bawah pengelolaan PT Pertamina (Persero).
Penegakan kedaulatan Indonesia atas tanah dan air seperti dimandatkan Undang-Undang pun dibuktikan lagi dengan kembalinya tambang Grasberg di Papua ke pangkuan Ibu Pertiwi. Lewat PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Indonesia jadi pemilik saham mayoritas, mencapai 51 persen. Pencapaian yang sebelumnya belum pernah terjadi terlepas Indonesia pernah berada di tangan dua jenderal.
Tak berlebihan jika akhirnya Jokowi menegaskan bahwa pencapaian terpenting sepanjang 2018 adalah kedaulatan Indonesia terhadap kekayaan alam sendiri. Apakah ini tidak penting? Iya, bagi mereka yang mengimani bahwa segalanya bisa terjadi hanya dengan sekadar berbicara dan mencela.
Sedangkan bagi mereka yang memahami arti tiap bulir keringat, takkan sulit untuk mengakui bahwa di antara pencapaian yang penting adalah buah dari tiap keringat yang sudah mengucur.Â