Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prabowo Natalan dan Keriuhan Media Sosial

26 Desember 2018   20:36 Diperbarui: 28 Desember 2018   07:45 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Luar biasa bukan? 

Tidak ada yang salah dengan Prabowo. Kalaupun ada kesalahan itu, ya, di kepala kita yang belum terbiasa menghargai yang berbeda. Kesalahan itu adalah pada cara berpikir yang gemar menyalahkan siapa yang dianggap berbeda, dan hanya membenarkan yang dipandang satu kubu saja. Ya, sudah di level inilah dikotomi yang terjadi, yang kian menjurus kepada diskriminasi yang tak lagi bisa dikatakan basa-basi.

Padahal kalau mau berpikir adil, baik Prabowo atau Jokowi hingga Lukman sebagai Menteri Agama, sudah sepantasnya menunjukkan sikap menghargai kepada umat yang berbeda. Bukan karena mereka ingin menukar akidah, murtad, dlsb, sebagaimana tuduhan-tuduhan yang acap dilemparkan selama ini. Mereka melakukan itu karena memang terlepas berbeda agama, namun di semua agama terdapat manusia yang tetap pantas dihargai.

Masalahnya, Prabowo boleh. Sedangkan pemimpin yang masih sah memimpin warga mereka yang berasal dari semua agama, tidak boleh. Ada ketidakadilan di sini.

Padahal jika mau berpikir adil, Jokowi dan Menteri Agama memang harus menunjukkan sikap menghargai bangsanya yang kebetulan berbeda agama. Apakah dengan sikap mereka seperti itu lalu Tuhan marah-marah sampai memecahkan gelas? Eh. Sedangkan saat Prabowo menunjukkan dirinya sebagai seorang yang memang berasal dari keluarga Kristiani, Tuhan membatalkan marah karena merasa marah-Nya sudah diwakili Pak Capres ini?

Di luar cerita politik dan copras-capres, pemandangan ini memang menjadi ironi tersendiri. 

Sekaligus pemandangan itu juga mewakili realitas bahwa ada kecenderungan orientasi politik sudah membuat banyak orang memilih prinsip, "Kami tak pernah salah. Kalian penuh dosa."

Bukan, bukan menuding bahwa sikap Prabowo yang memilih mengucapkan selamat Natal dan merayakan hari besar umat Kristiani ini sebagai kesalahan. Namun bagaimana sikap masyarakat, sikap kita, dalam melihat pemandangan seperti ini.

Lihat saja bagaimana pihak pendukung salah satu calon presiden ini melemparkan cibiran, celaan, hingga hinaan terhadap Kepala Negara Joko Widodo dan Menteri Agama Lukman Saifuddin. Termudah, melihat komentar-komentar di berbagai platform media sosial. Banyak yang memilih menutup mata bahwa sosok-sosok ini adalah pemimpin, Jokowi sebagai pemimpin negara, dan Lukman Saifuddin sebagai pemimpin di lembaga yang memayungi semua agama.

Jika menyimak dengan nurani, mungkin kita hanya bisa mengurut dada. "Berpolitik kok gini-gini amat," melihat sikap sekelompok orang yang tanpa beban menghamburkan kata celaan, hanya karena tokoh-tokoh bangsa itu menunjukkan sikap menghormati perayaan kalangan anak bangsa yang berbeda agama.

Prabowo sendiri sebagai salah satu calon presiden bahkan terkesan menikmati suasana ini. Ia membiarkan pengikutnya yang sebagian besar adalah Muslim, mencela sesama Muslim hanya karena "ucapan selamat" dan ia sendiri bisa dengan tenang merayakan Natal, bukan sekadar mengucapkan selamat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun