Toh, media seperti Kompas hingga Metro TV yang acap dituding sebagai corong pemerintah, jika mau melihat dengan jernih sering juga mereka memuat berita yang berisikan kritikan terhadap rezim.Â
Maka itu, saya pribadi yang notabene juga memiliki rekam jejak sebagai pekerja media, sangat menyayangkan jika seorang capres seperti Prabowo bahkan belum mampu mendudukkan media dan pers sebagaimana mestinya.Â
Ia belum bisa adil dalam memposisikan media dan pers di tengah pertarungan politik. Ia masih beranggapan bahwa dirinya sedang bertarung, maka media pun harus mau ikut terjun dan bertarung.
Padahal pertarungannya di dunia politik bukanlah pertarungan yang harus diikuti oleh semua media. Media hanya bertarung untuk menjalankan perannya sebagaimana pers seharusnya, yang juga mengikuti UU yang menjadi kompas bagi mereka. Bahwa pers nasional memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial, seperti diatur di Ayat 1 Pasal 3 UU No 40 Tahun 1999.
Kenapa media tidak habis-habis mem-blow up reuni tersebut? Bukankah masyarakat pun membutuhkan informasi, seperti diatur UU disebutkan tadi? Masalahnya apakah isi dari acara itu sendiri memang penting bagi masyarakat luas?
Sebab ada persoalan serius dari acara itu sendiri adalah siapa membicarakan apa. Narasi dimainkan di sana dapat dikatakan banyak berisikan ajakan untuk membenci lawan politiknya.Â
Figur-figur yang ditampilkan berbicara cenderung berperan sebagai aktor untuk memainkan emosi dan kebencian ribuan orang yang datang. Tentu saja, menyebarkan emosi dan kebencian bukanlah pekerjaan pers. Kecuali jika Prabowo masih ingin mengandalkan media sendiri, seperti Obor Rakyat, misalnya.
Jika itu medianya, maka ia mau mengumumkan kepada dunia bahwa yang hadir di acara reuni-reunian itu sampai 11 juta pun bisa jadi takkan mengundang tawa. Bahwa reuni itu harus diangkat hingga ia sujud syukur lagi di Pilpres mendatang meski belum tahu hasil pastinya, pun bukan persoalan.
Berharap media lain akan begitu saja mengekor kepadanya, tentu saja tidak bisa. Bahkan jika ia jadi penguasa pun media tetap bekerja dengan caranya. Bukan cara diinginkan penguasa, apalagi keinginan orang yang sekadar ingin berkuasa. Oh, tidak bisa.***