Berbeda dengan pihak lain yang melihat kekuasaan bukanlah sebagai pemuas ambisi pribadi. Ia akan memilih menunjukkan sikap yang membuat orang-orang di sekitarnya tergerak untuk menjadi lebih baik, berpikir lebih baik, dan membiasakan bertindak dengan cara lebih baik. Ia menunjukkan itu tidak dengan kelihaian memoles kata-kata, namun dengan apa yang dikerjakannya.Â
Pemimpin seperti ini akan lebih memilih mengarahkan pikirannya pada apa yang bisa ia lakukan. Ia mencurahkan perhatian pada bagaimana orang-orang yang menjadi "tuan" baginya sebagai pelayan masyarakat dihargai selayaknya tuan, dan memberikan kepada mereka apa saja yang terbaik.Â
Terlepas pelayan ini tak dihargai karena kelelahannya, karena keringatnya, dan acap dicaci maki dengan kata-kata yang mengundang luka tak berperi, namun ia masih bisa menunjukkan wajah berseri-seri. Ia bisa meyakinkan bahwa ia melayani bukan untuk menguasai dan mengeruk harta "sang majikan" bernama rakyat, tapi bagaimana ia mengabdikan diri sebaik-baiknya.
Nah, Anda sendiri melihat nilai dan mental pelayan masyarakat itu dari siapa? Jangan sampai Anda terjebak memilih pemimpin bermental majikan yang hanya mengetahui apa saja yang membuatnya senang, namun tak peduli sama sekali apakah ia sudah memberikan yang terbaik untuk pelayannya.Â
Perlu kejernihan untuk melihat, mana pemimpin bermental majikan dan mana pemimpin yang memang sudah menunjukkan dirinya mampu menjadi pelayan bagi 200 juta jiwa di rumah besar bernama Indonesia. Tanpa kejernihan itu, hanya akan membuat Anda justru menjadi rakyat yang berperan sebagai pelayan saja. Sebab sudah memilih seseorang untuk menjadi majikan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H