Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jurus "Junk Food" sang Capres

4 Desember 2018   19:56 Diperbarui: 4 Desember 2018   20:07 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi-lagi, dengan permintaan maaf maka masalah dianggap selesai. Apakah semua yang dilakukan itu mendidik publik? Mungkin saja, setidaknya mengajarkan publik untuk mau meminta maaf jika melakukan kesalahan. 

Masalahnya, bagaimana jika pesan dari skenario dimainkan itu adalah menganggap biasa sebuah kesalahan, terlebih kesalahan yang berbau tipuan terang-terangan, apakah itu akan bermanfaat untuk publik? Tentu saja tidak.

Sebab jika kemungkinan terakhir terjadi, justru berakibat pada makin permanennya budaya buruk yang sempat lahir dan mengakar kuat di negeri ini, yakni budaya korupsi dan menjadikan kekuasaan untuk menggerogoti negara,

Bahkan Indonesia sempat hampir tumbang karena kesalahan berupa pembiaran kerakusan menguasai penguasa. Apakah budaya pembiaran kesalahan yang disengaja itu mau dibiarkan terus berlanjut, dan mereka yang memperjuangkan agar kesalahan-kesalahan ini semakin merajalela dibiarkan berkuasa? 

Mungkin semua akan mengatakan, "Tidak!" Orang waras mana yang mau membiarkan dirinya, keluarganya, dan negaranya rusak oleh kesalahan-kesalahan seperti itu. 

Namun ketika mereka direcoki dengan banyak hal beraroma surga, berbungkus pakaian agama, memoles wajah selayaknya nabi seraya menyimpan seringai, mencegah orang-orang biasa untuk berpikir kritis: jalan tol untuk zombie-zombie  pemakan sesama manusia itu benar-benar akan berkuasa pun terbuka, sementara yang memilih mereka pun bisa dibuat tidak berdaya.

Apakah berlebihan jika dikatakan itu sebagai kejahatan? Mungkin, tetapi lebih berlebihan lagi jika kejahatan dibiarkan mendapatkan tempat untuk dilakukan lebih leluasa, karena memandang itu hanyalah sebuah perkara biasa. 

"Toh, ini hanya sekadar strategi politik."

"Lha, ini kan cuma sebuah cara saja untuk mencapai tujuan."

"Kan tidak masalah kalau cuma kebohongan kecil sekadar menarik perhatian orang saja ..."

Belum berkuasa sudah memamerkan pembenaran pada pembohongan. Belum menguasai tahta sudah memberikan rakyat dengan hal-hal yang buruk berupa kebohongan. Belum menguasai negara sudah mengelabui banyak orang. Sulit dipercaya bahwa kelak orang-orang bermental begini takkan menjadikan kebohongan sebagai senjata untuk mengelabui publik hingga menghancurkan apa saja dan siapa saja. Negara hancur pun bukan mustahil terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun