Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Semestinya Prabowo Berguru kepada SBY

20 November 2018   16:06 Diperbarui: 20 November 2018   16:12 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meski berada di kubu Prabowo, SBY bisa berperan selayaknya bapak bangsa - Foto: Kompas.com

Persoalannya, apa yang diusung oleh Prabowo memang jauh lebih abu-abu daripada apa yang pernah dibawa oleh SBY ketika ia mengejar kursi presiden. Prabowo hanya dapat membicarakan seputar kegemilangan prestasinya sebagai salah satu perwira tinggi walaupun tersandung menjelang ia mendapatkan pangkat tertinggi di militer, sebagai jenderal.

Apa prestasi yang terdekat darinya yang bisa diperlihatkan kepada publik, nyaris tak ada yang dapat disebut. Tidak heran jika pengikut-pengikutnya hanya dapat menjadi "juru dongeng", bercerita tentang banyak hal yang mengambang dan tidak jelas, bahwa inilah seorang jenderal dengan seabrek kuda, dan hidup sejahtera bersamanya di kandang masing-masing.

Untuk menyempurnakan dongeng ini, dibangunlah oleh para abdi setia Prabowo cerita-cerita lain seputar keburukan pesaing mereka, petahana Joko Widodo, yang tak punya kandang kuda, apalagi isinya. Alhasil, saat diajak berbicara seputar prestasi, mereka terkesan memaksa lawan untuk hanya bermain di seputar obrolan, siapa paling hebat dalam mengurus kuda.

Kira-kira begitulah jika dibuatkan pengibaratan.

Ini juga yang disorot oleh SBY, walaupun tak dapat juga divonis bahwa suara protes kerasnya atas kultur politik dibangun koalisinya adalah karena merasa "tidak dianggap" oleh sosok yang paling betah menyandang status calon presiden saja.

Sedikitnya, masih ada iktikad baik yang diperlihatkan SBY sebagai salah satu mantan presiden, untuk membangun budaya politik yang lebih elegan dan memiliki fokus terhadap kepentingan rakyat.

Terasa ada panggilan yang membuatnya untuk tetap berusaha keras fair, dan meletakkan kepentingan rakyat di atas kepentingan dirinya dan kelompoknya. Di sinilah tampaknya yang menjadi pemicu hingga ia berusaha, menunjukkan apa yang sedang terjadi, dan mengajak untuk mengubah itu.

Di sini memang tak melulu persoalan siapa berdiri di mana dan berpihak ke mana. Namun berbicara soal politik semestinya, dalam arti berpolitik di tengah negara yang memang masih berstatus "dunia ketiga", memang tak bisa sekadar mengedepankan ambisi dan berahi politik semata. Namun bagaimana dalam berpolitik itu tidak sampai jadi "cangkul" untuk menggali lubang-lubang yang justru mengubur rakyat di negeri ini.

Di sinilah sedikitnya adalah faktor nurani SBY berbicara. 

Bahwa secara hitung-hitungan di tengah sebuah koalisi terlihat ia dan partainya terkresan diposisikan sebagai pemain cadangan, paling tidak SBY sudah menunjukkan sebuah sudut pandang: berpolitiklah untuk rakyat, kebaikan rakyat, bukan merecoki pikiran rakyat dengan hal-hal sesat.

Sudut pandang SBY inilah yang sejauh ini belum diperlihatkan Gerindra dan lingkaran terdekat mereka, PAN dan PKS. Sebab tiga partai itu masih getol menunjukkan gaya berpolitik tak ubahnya sirkus: terpenting menyita perhatian penonton, terpenting mendapatkan tepuk tangan, tanpa perlu menggubris penonton bisa dapat apa kecuali sekadar terhibur saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun