Perang seperti itu jelas tak bisa disamakan dengan perang yang pernah melibatkan banyak pahlawan yang nama mereka diukir dengan emas dalam sejarah bangsa mereka. Sebab para pahlawan itu berperang justru untuk membantu masyarakatnya terbebas dari penjajahan, penindasan, dan kezaliman.i
Sementara setelah mereka berhasil membebaskan negerinya dari penjajahan hingga penindasan, maka upaya-upaya yang mengarah kepada penindasan lainnya bisa saja disebut sebagai pengkhianatan atas perjuangan para pahlawan. Apalagi semakin ke sini, "pengkhianatan" ini semakin terlihat dari upaya-upaya untuk mendorong yang mayoritas menindas yang minoritas, yang bermassa besar menebar ancaman hingga teror kepada mereka yang tak memiliki massa, dan berbagai contoh lainnya.
Rasanya akan luar biasa jika sekelas Rizieq Shihab yang terbilang sebagai pesohor, bisa menjadi penyambung nilai kepahlawanan tersebut. Dari bagaimana menebar kecintaan kepada negara, mencintai sesama anak bangsa terlepas berbeda suku hingga agama, hingga menyebarkan benih-benih semangat untuk keluar dari ekslusivisme menjadi inklusif. Dari tertutup menjadi terbuka, agar kebaikan yang selama ini terkesan hanya diarahkan untuk "kalangan sendiri" dapat juga dinikmati oleh siapa saja.
Bahwa, apa yang diinginkan oleh mayoritas juga menjadi keinginan minoritas. Dari bagaimana satu kelompok beragama ingin memiliki rumah ibadah di mana-mana, juga dapat memberikan keleluasaan serupa kepada yang beragama yang berbeda. Jika ini bisa diperjuangkan, maka semangat pahlawan yang menginginkan kebaikan bagi siapa saja, takkan hanya terhenti di masa lalu atau sekadar terekam di buku-buku.
Apalagi jika itu bisa turut diperjuangkan oleh figur sekelas Rizieq Shihab, maka dapat saja ia menjadi pahlawan baru. Sebab telah menunjukkan sebuah usaha keras untuk manusia yang hidup di Tanah Air-nya, anak-anak bangsanya, tanpa membeda-bedakan apa latar belakang suku hingga agamanya.
Persoalannya, jika perbedaan keyakinan politik saja rela menggadaikan apa saja, tak peduli jika sesama anak bangsa semakin saling memusuhi.Â
Ini dapat saja dikatakan sebagai suatu hal yang sangat mengecewakan, terutama mengecewakan para pahlawan yang menghabiskan seumur hidup mereka untuk negeri ini; mencurahkan pikiran hingga bertaruh nyawa agar tanah bernama Indonesia bisa menjadi tempat yang aman bagi siapa saja, nyaman bagi siapa saja, dan tak ada yang membawa lagi semangat kolonial di mana yang merasa kuat tak merasa berdosa menindas yang lemah. Tidak ada lagi yang mengeksklusifkan diri sebagai kalangan mayoritas yang merasa berhak atas segalanya hingga hak anak bangsa lain yang terlahir sebagai minoritas hanya ditentukan oleh kelompok yang merasa paling besar.
Sebab, untuk membuat negeri sebesar Indonesia dapat mewujudkan mimpi para pahlawan bukanlah dengan perasaan paling besar atau bahkan berbesar kepala, tapi negeri ini membutuhkan pikiran besar dan berjiwa besar. Mencintai negaranya dengan kecintaan yang besar, hingga bisa melahirkan semangat besar untuk melakukan hal-hal besar agar negeri ini benar-benar menjadi negara besar.
Ah, maaf, jika isi tulisan ringan saya ini jadi berbau pidato. Harapan saya sebagai "tukang tulis" ini tidaklah terlalu besar, kecuali hanya berharap agar tokoh-tokoh yang sering disebut tokoh besar di negeri ini benar-benar dapat menampilkan pikiran besar, ide-ide besar, bukan menyulut kerusuhan besar atau hanya menebar kebencian yang besar. Sebab negeri ini tak lagi punya musuh, kecuali yang dimusuhi para pahlawan, yakni mereka yang membesarkan nama sendiri hanya untuk membawa kerusakan besar atas negeri yang diperjuangkan para pahlawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H