Gerak cepat diperlihatkan organisasi-organisasi itu memang tidak lepas dari bagaimana sudut pandang mereka dalam melihat urgennya persoalan kelautan.Â
"Kondisi lautan kita dalam kondisi mendesak," kata Federica Mogherini, Wakil Presiden Uni Eropa. "(Kondisi ini) membutuhkan aksi dunia yang tegas. Tidak ada negara manapun yang berhasil melakukan pembersihan dan pengawalan laut tanpa adanya kerja keras dari semua negara."
Gerak cepat ini juga menurut Direktur TSA Nick Mallos sangat dibutuhkan, terutama untuk dapat mengurangi sampah plastik hingga bagaimana mendaur ulang plastik yang sudah ada.Â
Ia juga menyarankan agar produsen berbagai produk yang berbahan dasar plastik perlu mendesain kembali kemasannya dan hanya memanfaatkan bahan plastik yang sudah pernah dipakai.
Sebagai catatan pernyataan perang terhadap sampah plastik ini sendiri pun pada 2017 lalu juga diusung pada Konferensi East Asia Summit (EAS) yang juga berlangsung di Bali. Konferensi ini sendiri melibatkan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, selain juga Amerika Serikat, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, RRT, Rusia, dan Selandia Baru.
Setelah konferensi itu sendiri, Indonesia melahirkan kebijakan berupa Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia.  Selain itu, setelah EAS 2017 lalu, Indonesia juga melahirkan National Plan of Action on Marine Plastic Debris 2017-2025. Di samping, juga ada campaign bertajuk Combating Marine Plastic Debris dan Reduction Plastic Bag Production and Use.Â
Semoga saja, dengan sederet bukti komitmen Indonesia, juga dapat menggugah negara-negara lain yang tahun ini hadir di OOC 2018 untuk juga seiya-sekata dalam menanggulangi masalah-masalah laut.***
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H