Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Dari Bali, Dua Hari untuk Bahari Lestari

2 November 2018   00:25 Diperbarui: 2 November 2018   00:45 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bagi negara maju, stunting mungkin tidak akan terasa, tapi bagi kita di negara berkembang, itu akan berdampak sekali," kata Menko Luhut, yang menegaskan bahwa itu adalah ancaman serius bagi negara-negara berkembang.

Trio menteri yang menggawangi OOC 2018 - Dok: KKP
Trio menteri yang menggawangi OOC 2018 - Dok: KKP
Itu juga alasannya kenapa sangat bersikukuh agar persoalan ini bisa dilihat sebagai masalah bersama, terutama bagi negara-negara yang sama-sama berstatus negara berkembang.

Menurutnya komitmen dari sesama negara berkembang, selain juga support dari negara maju sangat penting. "Sangat penting bagi kami untuk memperoleh dukungan dan sinergi berbagai kerja sama. Terutama dalam pengelolaan sampah plastik di laut yang sejalan dengan kebijakan--yang juga diambil pemerintah Indonesia," kata Luhut lebih jauh.

Hasilnya, salah satu perusahaan swasta dunia, SC Johnson, menegaskan komitmen mereka untuk menggunakan plastik lama dalam kemasan baru melalui sistem daur ulang. Bahkan ini ditegaskan sendiri oleh Fisk Johnson yang notabene merupakan direktur eksekutif di perusahaan tersebut. Sebab pihaknya pun tak menampik bahwa sampah plastik sudah berada di batas tertinggi.

"Mencapai delapan juta metrik ton setiap tahun," kata Fisk Johnson. "Ini setara satu truk sampah per menit yang dibuang ke dalam laut."

Sebuah persoalan serius di lautan - Gbr: sampahmuda.com
Sebuah persoalan serius di lautan - Gbr: sampahmuda.com
Selain itu, Coca-cola pun menunjukkan  komitmen global bernama World Without Waste. Mereka menargetkan 50% kemasan produknya menggunakan bahan daur ulang pada 2025. 

Tidak berhenti di situ, Coca-cola juga menargetkan pada 2030, seluruh kemasan mereka gunakan hanya yang bisa didaur ulang. Disebut sebagai komitmen global karena komitmen ini memang dilakukan secara global di negara mana saja terdapat sayap Coca-cola.

Terlihat, dukungan terhadap misi penyelamatan laut yang digagas dari OOC 2018 memang menunjukkan gelagat positif sejak awal. Terbukti, banyak negara maju pun tak menunggu lama untuk membuktikan bahwa mereka punya komitmen sekaligus concern pada isu-isu kelautan dan kemaritiman.

Sebut saja Uni Eropa, bahkan tercatat sebagai pihak yang langsung menunjukkan dukungan konkret, menggelontorkan dana tidak kurang dari 300 juta euro untuk misi memastikan laut terlindungi. Selain, mereka juga menegaskan harapan agar dana tersebut dapat dipakai secara maksimal untuk menciptakan kondisi laut yang bersih dan sehat, di samping juga aman.

Tidak hanya Uni Eropa, organisasi seperti Trash Free Seas Alliance (TSA) pun turut mengucurkan dana hingga 100 juta dolar AS yang khusus ditujukan untuk melawan polusi sampah plastik. 

Tak ketinggalan juga Circulate Capital yang mendonasikan 90 juta dolar AS untuk penanganan sampah plastik di laut karena mengakui bahwa lautan kini kian terancam. Mereka juga tak menampik jika saat ini kondisi lautan dapat dikatakan telah mengalami kerusakan parah akibat pencemaran sampah plastik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun