Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pengaruh Indonesia di Konferensi Kelautan

1 November 2018   22:28 Diperbarui: 1 November 2018   22:32 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Our Ocean Conference kelima yang berlangsung di Bali telah selesai, Selasa (30/10/2018). Hasilnya, pertemuan tahunan negara-negara maritim tersebut melahirkan 287 komitmen.

Sejak kali pertama berlangsung pada 2014, praktis telah terdapat 950 komitmen berkaitan dengan kelautan yang lahir dari pertemuan khusus tentang isu-isu kelautan tersebut. 

Tahun lalu, 2017, terbilang paling banyak melahirkan komitmen karena mencapai 433 komitmen. Di luar itu, pada 2014 hanya 31 komitmen, 2015 (73), 2016 (126). Sedangkan tahun ini hanya 287 komitmen, atau lebih sedikit dibandingkan tahun lalu.

Kalau menyimak pernyataan-pernyataan dari Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan sampai dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, apa yang paling dikejar adalah memastikan bahwa semua komitmen itu bisa melahirkan tindak lanjut. Terlebih lagi, bukan rahasia jika Indonesia sendiri punya dua masalah paling serius, dari penangkapan ikan ilegal sampai batas wilayah dengan negara lain. 

Maka itu, menjelang penutupan OOC 2018 pun, Susi Pudjiastuti lagi-lagi menegaskan bahwa Indonesia akan tetap bersikap tegas terhadap masalah-masalah tersebut. "Kita ini bangsa maritim," katanya, menggarisbawahi kenapa mesti memberikan perhatian ekstra pada masalah tersebut.

Senada dengan Susi, Luhut Pandjaitan pun terlihat berusaha menggugah para peserta OOC 2018 untuk berpegang pada komitmen yang telah disepakati bersama. "Konferensi ini bukan semata untuk berbicara saja, tapi juga mengajak untuk berkomitmen dan mengimplementasikannya sepulang dari sini," kata Menko Kemaritiman tersebut.

Menurutnya juga, terkait permasalahan laut memang sangat membutuhkan kerja sama semua negara. Sebab selain ada aturan internasional terkait batas wilayah perairan juga ada masalah kedaulatan masing-masing negara di sana. Jadi, kerja sama itu, selain membuat kedaulatan masing-masing negara tak terusik, di sisi lain misi menjaga laut pun dapat tercapai.

Laut Indonesia - Gbr: KKP
Laut Indonesia - Gbr: KKP
Kerja sama itu sendiri, menurut Luhut Pandjaitan, bisa mencakup penelitian, teknologi, inovasi, kebijakan, pembiayaan, dan pengetahuan.

Terkait polusi di laut, misalnya, Luhut sempat mengingatkan kepada semua negara bahwa itu tak hanya menunjukkan sekadar semangat yang tinggi tapi membutuhkan kebijakan dan regulasi yang tegas dan konsisten. 

Paling tidak, dari OOC 2018 ini sendiri beberapa negara yang tergabung di bawah Uni Eropa termasuk yang bereaksi cepat menunjukkan apa saja komitmen mereka. Tercatat, Uni Eropa memberikan dana sebesar 300 juta euro, selain menyatakan 23 komitmen.

Dana yang mencapai 300 juta euro itu sendiri diperuntukkan sebagai dukungan penanggulangan sampah plastik sampai dengan mendorong blue economy berkelanjutan. Di samping, juga untuk menopang pengawasan kelautan dan juga penelitian.

Dalam rilis yang beredar, Wakil Presiden Uni Eropa Federica Mogherini menegaskan, bahwa ke-23 komitmen pihaknya berangkat dari kesadaran bahwa persoalan laut memang tak bisa hanya mengandalkan tangan negara tertentu saja.

"Tidak ada negara yang mampu melakukan pengelolaan itu sendiri saja. Sebab pekerjaan tersebut membutuhkan komitmen, konsistensi, dan juga kerja sama, baik antara negara-negara Uni Eropa atau juga dengan negara luar Uni Eropa," kata Mogherini. "Berangkat dari semangat inilah, hari ini, kami memperbarui komitmen untuk melindungi lautan kita."

Respons positif terhadap OOC 2018 juga diperlihatkan oleh Marine Stewardship Council (MSC), sebagai organisasi yang mewadahi belasan perusahaan dunia. 

CEO MSC Rupert Howes menegaskan pihaknya sendiri sangat mengapresiasi OOC 2018 karena dari sinilah bisa mendorong lahirnya tindakan yang afirmatif sampai dengan memastikan komitmen negara-negara peserta. Terlebih sasaran dari kegiatan ini sangat jelas untuk melindungi sumber daya kelautan.

Perusahaan-perusahaan di bawah MSC sendiri memastikan berkomitmen terhadap peningkatan pasokan makanan yang bersumber dari laut yang tersertifikasi, termasuk dalam memperdagangkannya hingga memastikan ketersediaannya. "Dengan komitmen, policy, dan ambisi organisasi-organisasi ini, membangkitkan kembali perekonomian (bersumber dari laut) selain juga mengubah pola produksi dan konsumsi. Ini akan memberikan efek ekologis dari tindakan kami (di organisasi) dalam praktik bisnis mereka," kata Howes.

Inilah yang dinilai oleh Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan sebagai sesuatu yang mesti dikejar. Memastikan bahwa laut terjaga dan tidak dirusak akan berdampak sangat jauh, sehingga komitmen dari negara-negara dan organisasi terkait akan sangat penting.

Sebut saja terkait komitmen sampah di laut. Menurut dia, polusi laut bukan cuma mengotori laut saja, namun itu juga bisa mengusik hingga merusak ekosistem yang ada di laut. Sementara ekosistem laut itu sendiri menjadi habitat bagi biota yang ada di laut.

Terumbu karang juga dapat semakin terancam, dan dari sana--jika dibiarkan tanpa penanganan serius dari berbagai negara--ikan pun terancam. "Ikan-ikan juga terancam tidak akan ada lagi. Semua itu karena polusi laut," kata Menko Luhut.

Hal itu juga sempat dikuatkan lagi oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamuri Poerwadi. Menurut dia, persoalan polusi di laut memang tak bisa lagi dianggap sebagai persoalan enteng. Masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan sebelah mata. Polusi sudah menunjukkan ancaman sangat serius.

Namun dia juga menegaskan bahwa dari OOC 2018 ini, Indonesia pantas berbangga karena mampu membuat berbagai negara mau bersama-sama menuntaskan masalah kelautan. "Semua negara bergandengan tangan untuk mengatasi persoalan itu," kata Dirjen Brahmantya. 

Hal lain yang juga membanggakan adalah bahwa Indonesia jadi pionir dalam menghadapi masalah polusi laut tersebut. "Kita juga bisa muncul sebagai salah satu leader untuk isu ini," kata Brahmantya, seraya menjelaskan alasannya, "karena memang kita sekarang concern untuk menegakkan kedaulatan di laut dan membersihkan laut dari pencemaran lingkungan."***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun