Dalam rilis yang beredar, Wakil Presiden Uni Eropa Federica Mogherini menegaskan, bahwa ke-23 komitmen pihaknya berangkat dari kesadaran bahwa persoalan laut memang tak bisa hanya mengandalkan tangan negara tertentu saja.
"Tidak ada negara yang mampu melakukan pengelolaan itu sendiri saja. Sebab pekerjaan tersebut membutuhkan komitmen, konsistensi, dan juga kerja sama, baik antara negara-negara Uni Eropa atau juga dengan negara luar Uni Eropa," kata Mogherini. "Berangkat dari semangat inilah, hari ini, kami memperbarui komitmen untuk melindungi lautan kita."
Respons positif terhadap OOC 2018 juga diperlihatkan oleh Marine Stewardship Council (MSC), sebagai organisasi yang mewadahi belasan perusahaan dunia.Â
CEO MSC Rupert Howes menegaskan pihaknya sendiri sangat mengapresiasi OOC 2018 karena dari sinilah bisa mendorong lahirnya tindakan yang afirmatif sampai dengan memastikan komitmen negara-negara peserta. Terlebih sasaran dari kegiatan ini sangat jelas untuk melindungi sumber daya kelautan.
Perusahaan-perusahaan di bawah MSC sendiri memastikan berkomitmen terhadap peningkatan pasokan makanan yang bersumber dari laut yang tersertifikasi, termasuk dalam memperdagangkannya hingga memastikan ketersediaannya. "Dengan komitmen, policy, dan ambisi organisasi-organisasi ini, membangkitkan kembali perekonomian (bersumber dari laut) selain juga mengubah pola produksi dan konsumsi. Ini akan memberikan efek ekologis dari tindakan kami (di organisasi) dalam praktik bisnis mereka," kata Howes.
Inilah yang dinilai oleh Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan sebagai sesuatu yang mesti dikejar. Memastikan bahwa laut terjaga dan tidak dirusak akan berdampak sangat jauh, sehingga komitmen dari negara-negara dan organisasi terkait akan sangat penting.
Sebut saja terkait komitmen sampah di laut. Menurut dia, polusi laut bukan cuma mengotori laut saja, namun itu juga bisa mengusik hingga merusak ekosistem yang ada di laut. Sementara ekosistem laut itu sendiri menjadi habitat bagi biota yang ada di laut.
Terumbu karang juga dapat semakin terancam, dan dari sana--jika dibiarkan tanpa penanganan serius dari berbagai negara--ikan pun terancam. "Ikan-ikan juga terancam tidak akan ada lagi. Semua itu karena polusi laut," kata Menko Luhut.
Hal itu juga sempat dikuatkan lagi oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamuri Poerwadi. Menurut dia, persoalan polusi di laut memang tak bisa lagi dianggap sebagai persoalan enteng. Masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan sebelah mata. Polusi sudah menunjukkan ancaman sangat serius.
Namun dia juga menegaskan bahwa dari OOC 2018 ini, Indonesia pantas berbangga karena mampu membuat berbagai negara mau bersama-sama menuntaskan masalah kelautan. "Semua negara bergandengan tangan untuk mengatasi persoalan itu," kata Dirjen Brahmantya.Â
Hal lain yang juga membanggakan adalah bahwa Indonesia jadi pionir dalam menghadapi masalah polusi laut tersebut. "Kita juga bisa muncul sebagai salah satu leader untuk isu ini," kata Brahmantya, seraya menjelaskan alasannya, "karena memang kita sekarang concern untuk menegakkan kedaulatan di laut dan membersihkan laut dari pencemaran lingkungan."***