Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Saat John Kerry Kagumi Gebrakan Menteri Susi

30 Oktober 2018   17:14 Diperbarui: 30 Oktober 2018   19:53 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para peserta OOC 2018 dari berbagai negara - Gbr: Humas KKP

"You don't need to be a scientist or a leader of government to understand the reason dozens of nations are sitting here side by side. It is because time is running out." 

Kalimat tersebut meluncur dari John Kerry saat tampil sebagai pembicara di pembukaan Our Ocean Conference (OOC) 2018. Menjadi penegas, bahwa diskusi tahunan seputar isu-isu kemaritiman, kelautan, merupakan sesuatu yang telah menjadi perhatian besar masyarakat dunia. Dan, kali ini, Indonesia menjadi tuan rumah.

Kepercayaan terhadap Indonesia untuk menjadi tuan rumah tersebut tentu saja tidak lepas dari kemampuan diplomasi para menteri, terutama Retno Marsudi sebagai Menteri Luar Negeri dan juga Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP).

Menyimak pidato Kerry, bukanlah hal berlebihan jika Indonesia pantas disebut sebagai negara yang semakin berpengaruh, lantaran telah mengambil peranan penting dalam isu-isu internasional. Apalagi OOC sendiri merupakan kegiatan rutin yang dilakukan tiap tahun, untuk membahas berbagai isu seputar kelautan, selain juga saling berbagi pikiran seputar masalah terkait.

Di sini, gebrakan-gebrakan yang telah dilakukan pemerintah, menjadi perhatian dunia. Maka itu, Kerry yang merupakan inisiator kegiatan yang telah berlangsung sejak 2014 tersebut menegaskan andil penting Indonesia dalam kegiatan tersebut.

"Indonesia telah melakukan aksi luar biasa, dan sahabat saya Susi (Pudjiastuti) telah menunjukkan kepemimpinan yang luar biasa. Saya sangat berterima kasih kepadanya, dan berterima kasih kepada presiden Anda yang hadir di sini untuk memberikan statement yang sangat penting," John Kerry, eks Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, memberikan apresiasi terhadap Indonesia atas kegiatan Our Ocean Conference 2018 (OOC 2018).

Ya, Susi sendiri telah menjadi perhatian dunia. Pasalnya, gebrakan-gebrakan yang dilakukannya sepanjang menjadi Menteri KKP, telah menjadi perhatian dunia. Terlepas dirinya tidak memiliki ijazah pendidikan tinggi, namun inisiatif-inisiatifnya yang berhubungan dengan kelautan kerap membuatnya menjadi referensi dunia.

Belum lama, Susi bahkan sempat berbicara di School of International and Public Affairs (SIPA), Columbia University, 26 September lalu. Di sana ia memberikan kuliah umum, dan membeberkan ide-idenya terkait pengelolaan sustainable ocean economy alias ekonomi kelautan berkelanjutan.

Susi sendiri terlihat sangat memaklumi bahwa negeri ini, dua per tiga wilayahnya adalah perairan (mencapai kisaran 6,4 juta km persegi). Apalagi dengan garis pantai mencapai 18 ribu km, Indonesia juga menjadi negara pemilik pantai kedua terpanjang di dunia. 

Seperti halnya di banyak kesempatan, Susi acap menyampaikan bahwa persoalan tata kelola yang tepat menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Sebab pengelolaan itu juga yang membantu produktivitas sumber daya kelautan perikanan menjadi lebih optimal.

Di sini, pemerintah Indonesia sendiri berangkat dari gagasan terkait dengan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan: kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan.

Maka itu, gebrakan yang diambil oleh Menteri KKP tersebut diakui John Kerry sebagai sesuatu yang menarik. Bahkan eks Menlu AS tersebut mengakui Indonesia sebagai negara yang proaktif dalam menindak hingga memberikan teguran kepada negara-negara yang melakukan kegiatan ilegal dalam kegiatan perikanan.

"Kami mengetahui, Indonesia mampu bekerja sama dengan para nelayan, membuat kawasan laut terlindungi, dan paling penting adalah Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang menegur negara-negara lain yang lalai atau melanggar zona ekonomi eksklusif, melakukan penangkapan ikan secara ilegal," Kerry menegaskan pengamatannya terhadap kebijakan Indonesia. 

Maka itu, secara tidak langsung, Kerry menilai Indonesia telah menjadi referensi bagi banyak negara dalam mengelola lautan. "Kita membutuhkan penegakan hukum global, dan ini yang kita bahas di sini (OOC 2018)," ia menegaskan. 

Para peserta OOC 2018 dari berbagai negara - Gbr: Humas KKP
Para peserta OOC 2018 dari berbagai negara - Gbr: Humas KKP
Susi sendiri di berbagai kesempatan kerap membicarakan persoalan kelautan Tanah Air hingga dunia. Maka itu kebijakan yang dikeluarkannya tidak lepas dari fakta yang selama ini dicermati olehnya. 

Itu juga dikuatkan lagi dengan penelitian dari World Ocean Assessment yang menyebutkan bahwa seperlima dari setiap km kubik volume lautan terkontaminasi pencemaran laut.

Ini juga sempat dibeberkan olehnya saat memberikan kuliah umum di Columbia University, September lalu. "Setiap tahunnya ada sekitar 6,4 juta ton sampah masuk ke lautan di seluruh dunia atau sekitar 13.000 lembar per km persegi. Saat ini diperkirakan ada sekitar 5,25 triliun potongan plastik di lautan. Bayangkan besarnya pencemaran yang telah disebabkan terhadap laut kita," kata Susi dalam diskusi yang dimoderatori Dosen Senior International and Public Affairs, Columbia University, Prof. Sarah Tjossem. 

Selain itu, Susi juga menjelaskan bahwa berbagai problem yang berhubungan dengan kelautan memang masih mengemuka. Sebut saja masalah sampah yang bisa membawa dampak meracuni kehidupan bawah laut. Belum lagi praktik penangkapan ikan yang semena-mena telah membawa dampak berupa menipisnya stok ikan. 

Merujuk data FAO, yang juga disitir oleh Presiden Joko Widodo saat membuka OOC 2018, 33,1% dari stok ikan global dalam kondisi over exploited atau telah dieksploitasi berlebihan, sementara 59,9% lainnya dieksploitasi penuh (fully exploited).

Praktik itu sendiri melibatkan kapal-kapal besar yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Alhasil aktivitas tersebut telah menjadi pemicu jutaan ton ikan mati di laut secara sia-sia. Menurut Menteri KKP tersebut, praktik seperti ini juga tidak sesuai dengan manajemen perikanan yang berkelanjutan.

Geram dengan pemandangan itulah sehingga Menteri Susi, atas nama pemerintah Indonesia, dalam empat tahun terakhir telah menenggelamkan 488 kapal yang terbukti telah melakukan illegal fishing atau penangkapan ikan secara liar. Kapal-kapal yang ditenggelamkan itu sendiri tercatat berasal dari Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia, Indonesia, Papua Nugini, Tiongkok, Belize, hingga kapal yang tak terdeteksi dari negara mana.

Hasilnya pun diakuinya langsung terlihat di Indonesia. "Manfaatnya pun langsung terasa. Stok ikan lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY) Indonesia yang pada 2013 lalu hanya 7,31 juta ton per tahun meningkat menjadi 12,54 juta ton per tahun 2017 ini," kata Susi saat menjelaskan dampak dari kebijakan tegas dalam melawan illegal fishing.

Menurutnya, pembiaran praktik penangkapan liar itu mengakibatkan ketidakstabilan pada kondisi ekonomi. "Hasil laut yang seharusnya dapat dimanfaatkan bersama dikeruk oleh kapal-kapal besar, sedangkan nelayan-nelayan kecil lainnya tidak bisa mendapatkan ikan karena sudah habis," Menteri Susi menegaskan.

Saat Susi dan John Kerry jumpa pers di Nusa Dua di sela-sela OOC 2018 - Gbr: KKP
Saat Susi dan John Kerry jumpa pers di Nusa Dua di sela-sela OOC 2018 - Gbr: KKP
Menurut data KKP, dalam rentang 2003 hingga 2013, rumah tangga perikanan (RTP) Indonesia sempat mengalami penurunan drastis hingga 44,9 persen. 

Jumlah RTP yang semula sekitar 1,6 juta, 2013 lalu hanya tersisa sekitar 800 ribu. Dampaknya, banyak anak-anak mengalami stunting alias tidak berkembang sesuai dengan usianya.

Maka itu, melihat tren tersebut sehingga pemerintah Indonesia membuat aturan yang ketat. Indonesia melarang penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.

Tidak itu saja, Kementerian KKP sendiri mengeluarkan ketentuan berupa penetapan zonasi masing-masing kapal penangkap ikan, sesuai dengan jenis kapal, ukuran kapal, alat tangkap yang digunakan, dan jenis ikan tangkapan. 

Bahkan ada salah satu kebijakan terbilang sangat tegas diambil pemerintah adalah menutup sepenuhnya perikanan tangkap bagi kapal-kapal asing.

"Kalau selama ini saya terkenal dengan kata 'tenggelamkan', tenggelamkan itu bukan ide saya saja. Itu sudah diamanatkan dalam Undang-undang untuk menimbulkan efek jera bagi para pelaku illegal fishing. Ini adalah upaya menjaga kedaulatan laut kita untuk dikelola secara baik bagi kemaslahatan bangsa," kata Menteri KKP, Susi.

Selama ini, Kementerian KKP di bawah kepemimpinan Susi juga terbilang gigih dalam memperjuangkan ide untuk mengakui hak laut (ocean rights) sehingga bisa membuahkan hasil berupa healthy ocean alias laut yang sehat.

Mencermati ide-ide Menteri KKP tersebut, ia melihat bahwa selama ini laut dan isinya hanyalah dianggap objek yang tak memiliki hak. Itulah yang dipandang olehnya sebagai penyebab sehingga banyak terjadi eksploitasi sumber daya laut secara berlebihan hanya untuk kepentingan jangka pendek.

Dalam memperjuangan gagasan itu juga, tercatat Indonesia selama ini aktif dalam aksi global perlindungan laut. Selain di Our Ocean Conference, juga aktif di UN Ocean Conference hingga ke berbagai High Level Panel kelautan lainnya. 

Menurut Susi sendiri, berbagai inisiatif yang disampaikan dapat menghasilkan Rencana Aksi Global untuk Laut yang Sehat dan Berkelanjutan.

Ide-ide itulah yang mendapatkan apresiasi dari John Kerry saat ia turut hadir ke Bali, dan mengikuti OOC Ke-5.  "Saya sangat senang dengan kegiatan konferensi ini di Bali," kata Kerry. "Sangat berterima kasih kepada Pak Joko Widodo dan Bu Susi, telah menggelar OCC yang kelima ini, mengumpulkan para tokoh dari berbagai belahan dunia dengan major komitmen untuk bagaimana mengembalikan dan melindungi lautan kita, terumbu karang, mangroves kita, melindungi planet dan tentu saja pemanasan global yang terkait dengan perubahan iklim."***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun