Di sini, pemerintah Indonesia sendiri berangkat dari gagasan terkait dengan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan: kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan.
Maka itu, gebrakan yang diambil oleh Menteri KKP tersebut diakui John Kerry sebagai sesuatu yang menarik. Bahkan eks Menlu AS tersebut mengakui Indonesia sebagai negara yang proaktif dalam menindak hingga memberikan teguran kepada negara-negara yang melakukan kegiatan ilegal dalam kegiatan perikanan.
"Kami mengetahui, Indonesia mampu bekerja sama dengan para nelayan, membuat kawasan laut terlindungi, dan paling penting adalah Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang menegur negara-negara lain yang lalai atau melanggar zona ekonomi eksklusif, melakukan penangkapan ikan secara ilegal," Kerry menegaskan pengamatannya terhadap kebijakan Indonesia.Â
Maka itu, secara tidak langsung, Kerry menilai Indonesia telah menjadi referensi bagi banyak negara dalam mengelola lautan. "Kita membutuhkan penegakan hukum global, dan ini yang kita bahas di sini (OOC 2018)," ia menegaskan.Â
Itu juga dikuatkan lagi dengan penelitian dari World Ocean Assessment yang menyebutkan bahwa seperlima dari setiap km kubik volume lautan terkontaminasi pencemaran laut.
Ini juga sempat dibeberkan olehnya saat memberikan kuliah umum di Columbia University, September lalu. "Setiap tahunnya ada sekitar 6,4 juta ton sampah masuk ke lautan di seluruh dunia atau sekitar 13.000 lembar per km persegi. Saat ini diperkirakan ada sekitar 5,25 triliun potongan plastik di lautan. Bayangkan besarnya pencemaran yang telah disebabkan terhadap laut kita," kata Susi dalam diskusi yang dimoderatori Dosen Senior International and Public Affairs, Columbia University, Prof. Sarah Tjossem.Â
Selain itu, Susi juga menjelaskan bahwa berbagai problem yang berhubungan dengan kelautan memang masih mengemuka. Sebut saja masalah sampah yang bisa membawa dampak meracuni kehidupan bawah laut. Belum lagi praktik penangkapan ikan yang semena-mena telah membawa dampak berupa menipisnya stok ikan.Â
Merujuk data FAO, yang juga disitir oleh Presiden Joko Widodo saat membuka OOC 2018, 33,1% dari stok ikan global dalam kondisi over exploited atau telah dieksploitasi berlebihan, sementara 59,9% lainnya dieksploitasi penuh (fully exploited).
Praktik itu sendiri melibatkan kapal-kapal besar yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Alhasil aktivitas tersebut telah menjadi pemicu jutaan ton ikan mati di laut secara sia-sia. Menurut Menteri KKP tersebut, praktik seperti ini juga tidak sesuai dengan manajemen perikanan yang berkelanjutan.
Geram dengan pemandangan itulah sehingga Menteri Susi, atas nama pemerintah Indonesia, dalam empat tahun terakhir telah menenggelamkan 488 kapal yang terbukti telah melakukan illegal fishing atau penangkapan ikan secara liar. Kapal-kapal yang ditenggelamkan itu sendiri tercatat berasal dari Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia, Indonesia, Papua Nugini, Tiongkok, Belize, hingga kapal yang tak terdeteksi dari negara mana.