"Keadaan di lokasi bencana memang tak segampang apa yang dibayangkan banyak orang," kata Arya saat bercerita bagaimana Pertamina sejak hari pertama bencana Sulteng terjadi, bergerak cepat untuk memetakan situasi di lokasi hingga mencari jalan untuk bisa mengirim bantuan. Tidak sekadar memikirkan BBM yang memang menjadi prioritas, tapi juga menyiapkan berbagai hal lainnya.
Belum lagi karena medan yang harus ditempuh, selayaknya lokasi bencana, membutuhkan cara yang tak biasa. "Tim kami bahkan menghabiskan waktu 30 jam di perjalanan untuk bisa menembus ke lokasi," cerita Arya, menggambarkan sebagian pengalamannya selama berada di lokasi bencana.
Pertamina pantas diapresiasi. Mereka terbilang mampu bergerak cepat terlepas ada pemberitaan miring yang sempat bermunculan. Ada catatan bagaimana mereka menyalurkan 164 ribu tabung LPG yang berasal dari empat SPPBE di Sulwesi Tengah, hingga 12 Oktober 2018. Jika dirupiahkan, bantuan yang digelontorkan BUMN tersebut mencapai 29,7 miliar, sebagian bagian aksi bertajuk "Pertamina Peduli".Â
Bagi yang pernah merasakan bencana mirip ini, takkan asing dengan gebrakan yang dilakukan Pertamina dan gerakannya untuk menghadapi situasi tersebut. Mengilas balik pada apa yang terjadi di Aceh pada 2004 lalu, saat dua depot Pertamina di Banda Aceh dan Meulaboh luluh lantak, bahan bakar dalam kondisi genting, mereka pun menunjukkan gerak cepat yang pantas dicatat, sebagai apresiasi. Â Pasalnya, hanya dalam hitungan hari, mereka mampu memberikan jawabannya.Â
Seperti diketahui, gempa dan tsunami Aceh sendiri terjadi pada 26 Desember 2004, namun pada 28 Desember Pertamina telah berhasil memasok sebanyak ratusan liter BBM ke Lhokseumawe dan Banda Aceh.Â
Walaupun saat itu, untuk menyalurkan ke Meulaboh dan Calang sekitarnya jauh lebih rumit, karena jalanan banyak yang putus--medan di sana, untuk lintas provinsi dan kabupaten, jalanan banyak berada di sisi pantai.
Tak jauh berbeda dengan saat gempa dan tsunami di Sigi, Donggala, dan Palu terjadi. Meskipun membutuhkan waktu, paling tidak, per 3-5 Oktober 2018, atau hanya berselang tidak sampai sepekan, mereka telah mengirimkan hingga 11 juta liter BBM. Walaupun untuk Sulteng pun harus menggunakan berbagai cara, termasuk memanfaatkan kapal tanker melalui jalur laut dari Balikpapan, Kalimantan Timur.
Patut juga dicatat, dari bantuan yang dikirimkan Pertamina juga terdapat 154 relawan operator SPBU dan 39 relawan operator SPPBE, terutama saat masa pemulihan berlangsung. Selain itu, per 12 Oktober 2018, mereka sudah mengoperasikan lagi hingga 95 persen SPBU. Bahkan sejak 9 Oktober 2018, mereka sudah mengoperasikan 10 SPBU 24 jam.
Terutama dalam penyaluran LPG (Elpiji), mereka menyalurkan hingga 441 tabung gas Bright Gas 12 kg, selain juga terdapat 70 tabung gas Elpiji 50 kg di Posko Bantuan Pertamina Peduli.
Posko itu sendiri, menurut cerita Arya, didirikan di Terminal Bahan Bakar Minyak Donggala, selain juga Depot Pengisian Pesawat Udara Mutiara. Dalam penyaluran bantuan itu sendiri, mereka juga melibatkan KRI Makassar, dari hari ketiga sejak bencana terjadi, atau pada Minggu malam (30/9/2018).