Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Korban Bencana Bukanlah Penjarah

2 Oktober 2018   11:15 Diperbarui: 3 Oktober 2018   09:23 3163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para korban bencana di Palu dan Donggala melakukan penjarahan. Warganet antusias membagikan video itu, berlanjut dengan cercaan hingga penghinaan terhadap korban. Inilah potret miris di media sosial yang terjadi, mengikuti berbagai pemberitaan seputar bencana di Sulawesi Tengah tersebut.

Itu juga yang menggelitik saya hingga menjelang subuh berinisiatif membuat "kultwit" berupa thread untuk mengajak melihat ulang pemandangan itu. Sebab, pemandangan itu melemparkan saya pada pengamatan saat gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh, hampir 14 tahun lalu (2004).

Ya, saat gempa dan tsunami menerjang Aceh (Banda Aceh, Meulaboh, Lhokseumawe, hingga Pidie), potret-potret mirip memang sempat terjadi. Terutama di dua kota paling parah terkena dampak bencana itu seperti Banda Aceh dan Meulaboh.

Saat itu tidak sedikit memang terlihat bagaimana para pelaku penjarahan memanfaatkan kondisi chaos untuk menangguk untung. Ada beberapa temuan bagaimana sebagian warga dari luar lokasi bencana, datang ke lokasi hanya untuk mencari emas, uang, sepeda motor, hingga berbagai barang dan makanan. 

Patut digarisbawahi adalah bahwa para pelaku tersebut dapat dipastikan bukanlah korban bencana. Sebab para korban, biasanya justru larut dengan kebingungan, kesusahan, dan hanya memikirkan bagaimana keluarga yang terpisah, atau anak dan istri yang hilang. 

Bahwa mereka sempat kelaparan, benar, namun mereka lebih memilih mengambil minuman kemasan yang kebetulan dihanyutkan air, atau makanan bantuan dari perkampungan terdekat--sebelum bantuan dari luar berdatangan.

Para korban bisa dipastikan takkan terpikir untuk menjarah atau melakukan berbagai hal yang tidak pantas.

Kalaupun sempat ada kejadian berebutan makanan, hanya terjadi lantaran mereka sudah di titik tidak tertahankan karena berhari-hari hanya menelan makanan seadanya. 

Itu juga tidak sampai mengambil secara berlebihan. Kalaupun berjumlah lebih dari seharusnya, biasanya akan mereka bagi-bagi lagi dengan teman-teman satu tenda di pengungsian.

Berbeda halnya dengan pelaku penjarahan, hampir dapat dipastikan berasal dari lokasi yang terkena dampak bencana. Saat banyak yang datang untuk membantu korban bencana, mereka juga datang namun dengan niat berbeda; untuk mencari emas hingga uang dan perabotan untuk dibawa dan diklaim sebagai milik mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun