Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Jokowi dan Pertaruhan Nasib

22 September 2018   20:05 Diperbarui: 22 September 2018   20:40 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan rivalnya di Pilpres 2019 - Foto: tribunnews.com

"Sebagai bangsa yang majemuk, kita ingin tumbuh bersama, sejahtera bersama, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote." - Ir. Joko Widodo.

Di luar apakah saya adalah pendukung atau bukan pendukung sosok yang terkenal dengan sapaan Jokowi tersebut, saya akan memilih tetap mengakui hal ini. Ia sebagai presiden sudah menunjukkan bagaimana usahanya agar kesejahteraan yang pernah menjadi sekadar jargon untuk merayu simpati publik, di tangannya menjadi pemandangan yang tak bisa dibantah.

Ia menghadirkan sentuhan tangan pemerintah kepada daerah paling jauh dari pusat, hingga menyentuhkan tangan mengusap kepala rakyatnya. Ia ingin meyakinkan, tidak perlu pesimistis sepanjang kita mau sama-sama berkeringat, menghadapi kehidupan yang terkadang terasa bengis.

Ia datang ke Aceh, menjelajahi hampir semua sudut Sumatra. Ia datang ke Sulawesi, ke Kalimantan, hingga ke Papua. Ia pun tak sungkan-sungkan untuk berkendara sendiri untuk menjajal jalan-jalan dengan medan berat, karena baginya jelas bahwa kepemimpinan bukan untuk memuja diri sendiri. Kekuasaan adalah kesempatan untuk melayani. 

Ia pun memilih untuk melihat berbagai pelosok dengan mata kepalanya sendiri, tak ingin hanya menghabiskan waktu di istana, melainkan benar-benar terjun ke tempat di mana saja rakyat berada dan menyaksikan sendiri bagaimana mereka berkeringat. Bulir-bulir keringat rakyatnya itu juga yang tampaknya membuat ia merasa tak betah berlama-lama menikmati ke megahan istana, sebab ia ingin memastikan bahwa keringat rakyat adalah keringat yang berharga. Sangat berharga, hingga ia pun kerap mengulurkan tangannya untuk dapat bersalaman dengan rakyat. 

Ketika rakyat meminta bersalaman dengannya, dia pun memberikan tangannya, untuk dapat merasakan bahwa tangan rakyat yang kasar itu adalah tangan-tangan yang kuat dan akan semakin kuat ketika pemimpin hadir di tengah-tengah mereka. Di samping, dia pun ingin menegaskan kepada mereka, bahwa tangannya sendiri pun pernah menjadi tangan yang kasar karena sudah melatih diri untuk bekerja.

Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya pun pernah menjadi rakyat. Menjadi tukang kayu, yang mengawali semua perjalanannya dengan keringat, kerja keras, tanpa melemparkan kesalahan kepada siapa-siapa. 

Kemudian dia terjun ke dunia pemerintahan, karena dia merasa di sanalah dia bisa menemukan apa saja yang membuat perjalanan rakyat untuk meraih nasib lebih baik bisa tersendat-sendat. Dari sana ia melihat di mana saja yang tersumbat, ia buka sumbatan itu, agar kesejahteraan rakyat tidak hanya menjadi mainan para penjual nama rakyat. 

Solo sudah jamak diketahui sebagai tempat ia mengawali bagaimana mengurus urusan rakyat. Dari bagaimana memastikan birokrasi yang hemat waktu, tidak membuat rakyat harus membuang waktu lama untuk berurusan dengan birokrat, itulah sebagian sumbatan yang dilepaskannya.

Prinsip-prinsip itu juga diterapkannya saat menjabat sebagai gubernur di DKI Jakarta, dan bahkan ketika ia menjadi presiden. 

Online Single Submission (OSS), misalnya, terlepas baru diluncurkan beberapa bulan terakhir, menjadi sebuah terobosan yang juga digulirkan sebagai jalan untuk mempermudah perizinan usaha. 

OSS itu sendiri menjadi sebuah bukti terdekat, bagaimana pemerintahan di tangan Jokowi memiliki perhatian untuk mencari cara agar dapat memudahkan. Ia menyadari, hidup itu sulit, dan tugas pemimpin adalah membantu bagaimana kehidupan rakyatnya menjadi lebih mudah.

Di masa lalu, untuk dapat terhubung antara satu desa dengan desa lain, satu daerah dengan daerah, teramat sangat sulit. Lantas di masanya, permasalahan yang terkesan dipelihara sejak Belanda berkuasa itu, pelan-pelan diatasinya. 

Kalimantan menjadi salah satu contoh terkait bagaimana pemerintahan Jokowi berusaha bagaimana mengintegrasikan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Lebih dari seribu kilometer jalan telah dibangun, dan berada di perbatasan Kalimatan Timur dan Kalimantan Utara.

Belum lagi jika melihat hingga ke Papua. Jika dulu Papua hanya jadi sorotan karena adanya pemberontakan,kini dengan kiprah Presiden Jokowi dengan figur-figur di sekelilingnya, membuat provinsi terjauh dari Jawa itu kian banyak membawa cerita pembangunan.

Bahwa pembangunan yang dilakukan tersebut masih menjadi cibiran dari beberapa kalangan, sebagai rakyat, saya pribadi melihat itu hanyalah cibiran yang lahir dari mulut-mulut yang hanya mengenal perut sendiri. Mereka bukanlah calon pemimpin yang peduli, bagaimana agar ketika perut-perut rakyat membutuhkan isi, bisa mengisinya dengan makanan yang baik dan dengan harga tidak berbeda dari daerah lainnya.

Nasib tidak berubah di meja judi

Mereka yang mencibir itu hanya bisa mengajak berjudi. Bagi mereka, bukan suatu dosa mengajak rakyat berjudi, memercayakan negara kepada tangan-tangan yang belum teruji. Bisa jadi mereka berpandangan selayaknya penjudi yang mabuk dengan imajinasi, bahwa segala nasib buruk hanya akan berubah baik di meja judi.

Lalu, imajinasi penjudi yang mereka miliki itu justru ingin ditularkan kepada rakyat yang semestinya lebih membutuhkan bukti demi bukti, bahwa untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik memang hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah memberikan bukti.

Bahwa Jokowi belum sempurna, itu benar. Bahwa dia belum sepenuhnya dapat menepati janji, juga benar. Namun siapa bisa menampik jika satu persatu janji sudah terealisasi? Siapa dapat membantah bahwa banyak hal sudah berubah? 

Dulu negeri ini dikuasai oleh kegelisahan apakah negeri ini bisa berjalan sejajar dengan negara-negara lainnya atau tidak, kini pelan-pelan seorang Jokowi membuktikan bahwa negara ini sedang dibawa menuju ke sana. Ketika ia bersua berbagai kepala negara dari berbagai belahan dunia, ada penghargaan terhadap sosoknya. Ada ekspresi kekaguman atas terobosan-terobosannya.

Ada banyak pemberitaan seputar kinerjanya. Juga ada seabrek bukti bagaimana ia melakukan satu perubahan demi perubahan. 

Ia sudah membuktikan itu sejak dari keluarganya. Ia tidak mendikte anak-anaknya untuk mengikuti jejaknya dalam hal karier. Dia pun tidak memberikan kemudahan kepada anak-anaknya hanya karena ia adalah penguasa di negeri ini. Ingat bagaimana dengan putrinya yang sempat mengikuti ujian pegawai negeri sipil? Ini jadi salah satu bukti, bahwa baginya kekuasaan bukanlah untuk memanjakan. Bukan untuk memanjakan keluarga atau memanjakan rakyat, namun bagaimana mereka bisa terbiasa dengan bekerja.

Kenapa bekerja? Sebab dalam bekerja itu juga melibatkan pikiran, tangan, dan kemampuan memanfaatkan waktu. Dalam bekerja ada pesan tentang bagaimana menghadapi sesuatu, menjawab persoalan demi persoalan, dan menghadapi tantangan demi tantangan. 

Ada yang melecehkan prinsip kerja dan kerja yang diusungnya, hingga ada yang menuding bahwa konsep kerja, kerja, kerja, hanya slogan tidak berlandaskan pikiran, kering ide, saya pikir itu hanya tudingan orang yang terbiasa dimanja saja. 

Mereka yang terbiasa terlatih untuk bekerja akan sangat memahami bahwa pekerjaan adalah kegiatan yang melibatkan segenap kemampuan. Bekerja membuat otot dan pikiran menjadi selaras, dan saling mendukung, hingga bisa menghasilkan banyak hal. Bekerja adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa apa yang diasah di pikiran bukanlah sekadar lamunan atau angan-angan. Ketika sesuatu bisa dihasilkan, di sana seseorang bisa menemukan sebaik apa ia mampu berpikir, dan sematang apa dia mampu menyiapkan rencana.

Ketika sebuah negara sudah terlatih dengan budaya bekerja, maka rakyat yang berada di sana akan terlatih untuk tidak bergantung kepada siapa-siapa. Mereka akan terlatih, bahwa kalaupun baju yang dikenakan dibuat oleh orang, namun dalam urusan membeli dan memakainya, masih bisa menggunakan tangan sendiri. Ketika mereka sudah memahami itu, bisa jadi kelak mereka sendiri mampu menciptakan baju lebih banyak, melebihi baju yang selama ini hanya mereka dapat dari membeli.

Bayangkan jika masyarakat dimanjakan hanya dengan subsidi ke subsidi, alih-alih membuat mereka lebih mengenal kekuatan di dalam diri mereka sendiri, yang ada hanya melahirkan mental yang terbiasa dengan tangan di bawah. 

Mental subsidi itu dapat digambarkan dengan seorang anak yang terbiasa dimanja, sejak kecil hanya terlatih menerima pemberian, mereka bisa saja terlupa bahwa mereka punya kemampuan untuk bisa mendapatkan apa yang selama ini hanya diberi, dengan tangan sendiri. Berbeda ketika subsidi tadi diberikan hanya sampai tingkat tertentu, dan setelahnya mereka harus melatih kemampuan sendiri mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan sendiri, di sanalah mereka akan menemukan siapa diri mereka sebenarnya.

Bukankah ketika seseorang sudah mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya? Itu sebagai gambaran, ketika sebuah negara berisikan masyarakat yang mengenal kelebihan mereka, maka sesuatu yang agung--yang disimbolkan dengan Tuhan tadi--pun dapat mereka raih.

Setidaknya inilah nilai yang sedang ditebar dan diakrabkan dengan masyarakat yang di masa lalu pernah terjajah, pernah dihantam penguasa serakah, dan terbelenggu. Ke mana ini mengarah, agar rakyat di negeri ini tak lagi memiliki mental layaknya orang-orang terjajah yang hanya merasa dirinya selalu lemah tak berdaya, merasa inferior, dan hanya bisa menutup diri hingga tak bisa melihat bumi luas sebagaimana adanya.

Bagi saya pribadi, kenapa mengagumi sosok seorang Jokowi, tidak lain karena menemukan nilai demi nilai itu. Nilai yang bisa membantu mewaraskan rakyatnya bahwa untuk dapat berlari kencang maka mereka harus mau berlatih merangkak, belajar berjalan, membiasakan untuk berjalan, mulai berlari, hingga benar-benar dapat berlari. 

Sebab, ketika kaki-kaki rakyat di negeri ini telah semakin kuat, maka kaki-kaki itulah yang kelak akan membawa negeri ini dapat berlari mengejar ketertinggalan. Saya melihat, Jokowi mengabdi bagaimana memperkuat kaki demi kaki tadi. Maka itu, anaknya sendiri pun tidak ia manjakan dengan limpahan kemewahan bak putra raja. Ia membiarkan anak-anaknya bekerja sendiri, dengan pikiran dan tangan sendiri, agar kelak mereka menemukan kelemahan sendiri untuk bisa memperkuat diri, hingga benar-benar kuat.

Negeri ini hanya akan tetap lemah jika rakyat dikecoh dan diajak berjudi saja. Tidak ada nasib yang berubah di meja judi. Jangan pribadi, Anda sendiri takkan bisa menjadi saudagar hanya dengan berjudi. Maka kenapa jangan mengajak berjudi dalam memilih pemimpin, melainkan tunjukkan siapakah pemimpin yang memang sudah memberikan bukti bahwa dia berkuasa bukan untuk dilayani bak raja. Siapakah pemimpin yang mampu membuktikan bahwa rakyat berharga dan melahirkan kinerja yang berharga.

Saya pikir bukan zamannya lagi menyodorkan kepada rakyat simbol-simbol pemimpin hebat hanya dari badan tegap dan bertubuh gagah hingga lengkap dengan kuda berpelana. Ini adalah zaman di mana-mana orang bergerak dengan mesin, dan di sinilah dibutuhkan pemimpin yang bisa membuktikan ia mampu menyelaraskan diri dengan perubahan. 

Ya, ini bukan lagi zaman di mana kuda menjadi andalan. Ini adalah zaman di mana segalanya sudah mengandalkan tangan-tangan hebat, dan mampu menunggangi kendaraan-kendaraan yang sesuai dengan zaman agar tidak lagi tertinggal. Negeri ini harus bergerak jauh lebih cepat, melesat dan melampaui negara-negara terdekat hingga berbagai negara yang dulu sempat bikin kita tercekat. Kembali mengajak rakyat berjudi, hanya akan membuat perjalanan menjadi semakin lambat. Memilih pemimpin, jangan meniru penjudi.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun