Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Jokowi dan Pertaruhan Nasib

22 September 2018   20:05 Diperbarui: 22 September 2018   20:40 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan rivalnya di Pilpres 2019 - Foto: tribunnews.com

Ada banyak pemberitaan seputar kinerjanya. Juga ada seabrek bukti bagaimana ia melakukan satu perubahan demi perubahan. 

Ia sudah membuktikan itu sejak dari keluarganya. Ia tidak mendikte anak-anaknya untuk mengikuti jejaknya dalam hal karier. Dia pun tidak memberikan kemudahan kepada anak-anaknya hanya karena ia adalah penguasa di negeri ini. Ingat bagaimana dengan putrinya yang sempat mengikuti ujian pegawai negeri sipil? Ini jadi salah satu bukti, bahwa baginya kekuasaan bukanlah untuk memanjakan. Bukan untuk memanjakan keluarga atau memanjakan rakyat, namun bagaimana mereka bisa terbiasa dengan bekerja.

Kenapa bekerja? Sebab dalam bekerja itu juga melibatkan pikiran, tangan, dan kemampuan memanfaatkan waktu. Dalam bekerja ada pesan tentang bagaimana menghadapi sesuatu, menjawab persoalan demi persoalan, dan menghadapi tantangan demi tantangan. 

Ada yang melecehkan prinsip kerja dan kerja yang diusungnya, hingga ada yang menuding bahwa konsep kerja, kerja, kerja, hanya slogan tidak berlandaskan pikiran, kering ide, saya pikir itu hanya tudingan orang yang terbiasa dimanja saja. 

Mereka yang terbiasa terlatih untuk bekerja akan sangat memahami bahwa pekerjaan adalah kegiatan yang melibatkan segenap kemampuan. Bekerja membuat otot dan pikiran menjadi selaras, dan saling mendukung, hingga bisa menghasilkan banyak hal. Bekerja adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa apa yang diasah di pikiran bukanlah sekadar lamunan atau angan-angan. Ketika sesuatu bisa dihasilkan, di sana seseorang bisa menemukan sebaik apa ia mampu berpikir, dan sematang apa dia mampu menyiapkan rencana.

Ketika sebuah negara sudah terlatih dengan budaya bekerja, maka rakyat yang berada di sana akan terlatih untuk tidak bergantung kepada siapa-siapa. Mereka akan terlatih, bahwa kalaupun baju yang dikenakan dibuat oleh orang, namun dalam urusan membeli dan memakainya, masih bisa menggunakan tangan sendiri. Ketika mereka sudah memahami itu, bisa jadi kelak mereka sendiri mampu menciptakan baju lebih banyak, melebihi baju yang selama ini hanya mereka dapat dari membeli.

Bayangkan jika masyarakat dimanjakan hanya dengan subsidi ke subsidi, alih-alih membuat mereka lebih mengenal kekuatan di dalam diri mereka sendiri, yang ada hanya melahirkan mental yang terbiasa dengan tangan di bawah. 

Mental subsidi itu dapat digambarkan dengan seorang anak yang terbiasa dimanja, sejak kecil hanya terlatih menerima pemberian, mereka bisa saja terlupa bahwa mereka punya kemampuan untuk bisa mendapatkan apa yang selama ini hanya diberi, dengan tangan sendiri. Berbeda ketika subsidi tadi diberikan hanya sampai tingkat tertentu, dan setelahnya mereka harus melatih kemampuan sendiri mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan sendiri, di sanalah mereka akan menemukan siapa diri mereka sebenarnya.

Bukankah ketika seseorang sudah mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya? Itu sebagai gambaran, ketika sebuah negara berisikan masyarakat yang mengenal kelebihan mereka, maka sesuatu yang agung--yang disimbolkan dengan Tuhan tadi--pun dapat mereka raih.

Setidaknya inilah nilai yang sedang ditebar dan diakrabkan dengan masyarakat yang di masa lalu pernah terjajah, pernah dihantam penguasa serakah, dan terbelenggu. Ke mana ini mengarah, agar rakyat di negeri ini tak lagi memiliki mental layaknya orang-orang terjajah yang hanya merasa dirinya selalu lemah tak berdaya, merasa inferior, dan hanya bisa menutup diri hingga tak bisa melihat bumi luas sebagaimana adanya.

Bagi saya pribadi, kenapa mengagumi sosok seorang Jokowi, tidak lain karena menemukan nilai demi nilai itu. Nilai yang bisa membantu mewaraskan rakyatnya bahwa untuk dapat berlari kencang maka mereka harus mau berlatih merangkak, belajar berjalan, membiasakan untuk berjalan, mulai berlari, hingga benar-benar dapat berlari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun