Sebab, ketika kaki-kaki rakyat di negeri ini telah semakin kuat, maka kaki-kaki itulah yang kelak akan membawa negeri ini dapat berlari mengejar ketertinggalan. Saya melihat, Jokowi mengabdi bagaimana memperkuat kaki demi kaki tadi. Maka itu, anaknya sendiri pun tidak ia manjakan dengan limpahan kemewahan bak putra raja. Ia membiarkan anak-anaknya bekerja sendiri, dengan pikiran dan tangan sendiri, agar kelak mereka menemukan kelemahan sendiri untuk bisa memperkuat diri, hingga benar-benar kuat.
Negeri ini hanya akan tetap lemah jika rakyat dikecoh dan diajak berjudi saja. Tidak ada nasib yang berubah di meja judi. Jangan pribadi, Anda sendiri takkan bisa menjadi saudagar hanya dengan berjudi. Maka kenapa jangan mengajak berjudi dalam memilih pemimpin, melainkan tunjukkan siapakah pemimpin yang memang sudah memberikan bukti bahwa dia berkuasa bukan untuk dilayani bak raja. Siapakah pemimpin yang mampu membuktikan bahwa rakyat berharga dan melahirkan kinerja yang berharga.
Saya pikir bukan zamannya lagi menyodorkan kepada rakyat simbol-simbol pemimpin hebat hanya dari badan tegap dan bertubuh gagah hingga lengkap dengan kuda berpelana. Ini adalah zaman di mana-mana orang bergerak dengan mesin, dan di sinilah dibutuhkan pemimpin yang bisa membuktikan ia mampu menyelaraskan diri dengan perubahan.Â
Ya, ini bukan lagi zaman di mana kuda menjadi andalan. Ini adalah zaman di mana segalanya sudah mengandalkan tangan-tangan hebat, dan mampu menunggangi kendaraan-kendaraan yang sesuai dengan zaman agar tidak lagi tertinggal. Negeri ini harus bergerak jauh lebih cepat, melesat dan melampaui negara-negara terdekat hingga berbagai negara yang dulu sempat bikin kita tercekat. Kembali mengajak rakyat berjudi, hanya akan membuat perjalanan menjadi semakin lambat. Memilih pemimpin, jangan meniru penjudi.***