Sekarang, dengan pilihan politiknya, dia sedang bekerja untuk negaranya kembali. Bukan sekadar soal kewajiban untuk sebuah kekuatan politik tetap berada di atas, tetapi untuk sebuah misi agar pekerjaan menghadirkan kekuasaan yang punya kekuatan membangun hingga ke pelosok-pelosok negeri ini tetap berlanjut.
Lalu dengan pilihannya itu lantas ia menepikan matematikanya sebagai seorang taipan? Mungkin tidak sepenuhnya, namun dengan keberaniannya mengemban sebuah tanggung jawab lebih besar dari sekadar perusahaan pribadi, saya pikir memang ada cita-cita besar yang sedang diusungnya. Terutama, tentu saja, agar buah dari kemerdekaan bisa terasakan oleh siapa saja, lewat tangan yang ia yakini bisa melakukan itu.
Nah, apakah keberadaan Sandi yang notabene rekannya yang menembus langsung ke tempat calon wakil presiden kalah mulia dibandingkan dirinya? Mungkin sama mulianya.Â
Namun jika mengulik siapa dari dua sahabat itu jauh lebih punya peran yang terasakan oleh banyak orang tanpa perlu bersibuk-sibuk mengatasnamakan agama dan mengiming-imingi uang, saya pikir memang lebih mampu diperlihatkan oleh Erick Thohir.
Bahwa kesimpulan ini terkesan berat sebelah, silakan saja direnung-renung serentetan kronologi yang mengawali tulisan ini.***Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H