Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Rupiah Masih Gagah di Medan Perang Nilai Mata Uang

6 September 2018   09:20 Diperbarui: 6 September 2018   21:35 2249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: GlobalExpandia

Ketika sebuah masalah muncul, ada yang merespons itu dengan keyakinan dan ekspresi positif. Alih-alih melihatnya sebagai masalah, mereka melihat itu sebagai tantangan yang dapat saja melahirkan peluang. Di pihak lain, ada juga yang bersikap di tengah situasi itu dengan ketidakyakinan, putus asa, dan memilih hanya mengeluh, dan tidak melakukan apa-apa kecuali menularkan keluhan.

Jika mau jujur, di tengah masalah pelik yang menimpa Indonesia dengan kondisi rupiah saat ini yang harus bertarung dengan keperkasaan dollar (KBBI: dolar), dua pemandangan tadi sangat terasa.

Satu pihak berusaha mencari berbagai langkah untuk menghadapi kedigdayaan dolar, tetap berusaha menebarkan optimisme, dan memastikan bahwa kondisi itu tak sampai berakibat buruk ke dalam negeri. Di pihak lain, ada juga yang alih-alih membantu menemukan jalan, justru lebih memilih menjadikan masalah itu untuk menebarkan hasutan, melempar berbagai tuduhan, hingga menularkan keputusasaan.

Jika Anda jujur, hampir dapat dipastikan, tipikal mental kedua di atas bukanlah tipikal mental yang bisa dipercaya untuk bisa menyelesaikan masalah. Boro-boro masalah sebesar persoalan rupiah, persoalan pribadi semisal rumah tangga saja bisa berujung kehancuran, jika dihadapi dengan mental penakut, hanya bisa mengeluh, dan menularkan pikiran-pikiran buruk.

Apalagi jika melihat dengan jernih, faktanya memang ada kondisi jauh lebih menakutkan menimpa negara-negara seperti Turki hingga Argentina. Dari sana maka kenapa, banyak investor melepas aset-aset berisiko dari negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Pastinya, pemerintah pun terlihat tidak tinggal diam, melainkan sudah bergerak mengambil berbagai langkah.

Bahwa ada yang merespons itu, sepanjang mereka hanya menjadi oposisi, tidak apa-apa. Sebab pikiran buruk, selayaknya kuman, ia dapat saja mematikan. Negara pun bisa mati (baca: hancur) jika berada di tangan orang yang berpikiran buruk.

Berbeda halnya dengan pikiran baik. Mereka yang memiliki pikiran seperti ini, cenderung lebih mampu menjaga pikirannya tetap baik sekalipun di tengah kondisi buruk. Pakar-pakar psikologi banyak yang bersepakat, bahwa bagaimana seseorang mampu menjaga kejernihan pikiran di tengah kekeruhan masalah, seringkali jauh lebih mampu menjawab masalah sebesar apa pun.

Saya pribadi, sebagai salah satu rakyat di negeri yang memang masih berstatus sebagai negara berkembang seperti Indonesia, lebih meyakini bahwa negara ini hanya akan semakin membaik di tangan mereka yang berpikiran baik. Bahwa ada saja yang mengklaim negeri ini hanya akan membaik jika kekuasaan negeri ini berada di tangan mereka, itu lebih terlihat sebagai cara klasik orang jualan kecap saja.

Sebab jika membandingkan dengan berbagai negara, dari awal tahun hingga Akhir Agustus atau year to date, rupiah hanya melemah 8,4 persen. Jika dibandingkan negara berkembang lainnya, yang terjadi atas rupiah lebih kecil.

Bahkan dapat dikatakan tidak terlalu dalam jika dibandingkan mata uang di beberapa negara lain seperti rupee India mengalami  kenaikan hingga 10,4 persen dan Rubel Rusia tertekan hingga 15,1 persen.

Bahkan masih ada lagi mata uang rand Afrika Selatan melemah hingga 16,7 persen, berikut mata uang real Brasil mengalami tekanan yang cukup dalam mencapai 20,4 persen. Untuk Lira Turki pelemahannya hingga 42,9 persen dan peso Argentina mencapai 51,1 persen (sumber: kuwera).

Di sini, pandangan yang dilempar oleh anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) Prof Ahmad Erani Yustika, yang juga merupakan Staf Khusus Presiden, pantas untuk dicermati. Sebab ini berkaitan langsung tentang dari mana optimisme pemerintah di tengah hantaman terhadap rupiah.

Dalam pernyataan yang dirilis ke berbagai media tersebut, Ahmad Erani menegaskan bahwa terlepas kondisi rupiah yang nyaris tembus Rp 15 ribu per dolar AS, Indonesia masih punya catatan bagus berupa surplus neraca perdagangan.

Menurutnya, bahwa rupiah sedang dalam masalah, benar. Namun dengan di sisi lain, nilai ekspor sepanjang Januari hingga Juli 2018 justru tercatat sebagai yang tertinggi dalam empat tahun terakhir. Bahkan ia menyebutkan bahwa pemerintah berani memastikan sampai akhir 2018, Indonesia akan mencatat surplus perdagangan.

Terkait kenaikan harga dolar secara khusus, Ahmad Erani juga menyebutkan bahwa ada kondisi eksternal yang memang dapat menimpa negara mana saja. Bahkan ia menyodorkan catatan bagaimana kondisi ekonomi domestik di tengah situasi nilai rupiah itu, masih tetap baik. Sebut saja terkait pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018, tercatat kondisi ekonomi domestik membaik hingga 5,27 persen (YoY), inflasi hanya 3,18 persen di bulan Juli, dengan cadangan devisa mencapai 118,32 miliar pada Juli 2018.

Maka itu figur yang sudah menjadi guru besar di usia 37 tahun tersebut, Ahmad Erani, juga menyebutkan bagaimana cadangan devisa setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor jika ditambah dengan pembayaran utang luar negeri pemerintah. "Angka tersebut masih jauh dari batas standar internasional, sebesar 3 bulan impor," kata dia, melansir Kuwera. 

Di sisi lain, Ahmad Erani juga menyebutkan bagaimana rasio kredit bermasalah atau yang diistilahkan dengan nonperforming loan pun terbilang rendah, karena masih di bawah 3 persen. Tak terkecuali rasio kecukupan modal bank, juga masih sangat baik, mencapai 22 persen.

Sosok seperti Ahmad Erani tentu saja tidak berbicara kosong, jika melihat rekam jejak dan latar belakangnya. Ia sendiri memang memiliki riwayat sebagai doktor (Ph.D) dengan spesialisasi Ekonomi Kelembagaan dari University of Gottingen.

Tak terkecuali ketika ia menyebutkan bahwa dunia usaha pun masih memiliki peluang besar di tengah kondisi rupiah saat ini. Bahkan ia memastikan para pengusaha akan tetap dapat melanjutkan ekspansi usaha mereka.

Pendapatnya itu tentu saja juga mengacu kepada upaya keras pemerintah sejauh ini yang masih tetap menjaga agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tetap sehat. Di sini, Ahmad Erani juga menunjukkan langkah ditempuh pemerintah, "Meningkatkan potensi penerimaan, mempertajam kualitas belanja, dan memperkecil defisit keseimbangan primer."

Jadi, Anda sendiri lebih memilih optimistis atau masih ingin memilih pesimis dan memamerkan wajah meringis? Saya sendiri memilih berada di barisan rakyat yang tetap mendoakan agar pemerintah tetap menebar optimisme, dan hawa optimistis ini lebih menguasai negeri ini daripada terpenjara oleh skeptis, pesimis, dihantui ketakutan.

Toh, di ring tinju pun tidak ada petinju yang bisa menumbangkan lawan jika ia sendiri tak berhasil mengelola ketakutan dan rasa pesimismenya. Hari ini, para pengawal rupiah masih bertarung dengan optimisme, dan mereka sudah bergerak jauh-jauh hari, agar masalah sebesar apa pun kelak menjadi jembatan besar untuk negeri ini dapat melaju lebih jauh ke tempat lebih baik.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun