Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Asian Games dan Gairah hingga ke Daerah

22 Juli 2018   23:36 Diperbarui: 22 Juli 2018   23:57 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antusiasme yang tertangkap saat penulis mengikuti kegiatan bersama Menteri Olahraga - Foto: Zulfikar Akbar

Awal Juni lalu, sekitar tiga ratus pegiat media sosial datang ke Istana Negara. Saya menjadi salah satu di antara mereka yang datang bersua dengan Presiden Joko Widodo, untuk membicarakan sebuah perhelatan yang sebelumnya hanya terjadi di Indonesia pada era Presiden Soekarno: Asian Games!

Terlihat ada keinginan besar dari Kepala Negara, agar ajang olahraga yang akan melibatkan hingga 45 negara se-Asia sebagai peserta ini bisa menjadi kebanggaan Tanah Air. Meskipun, Presiden Jokowi sempat mencurahkan realita yang ia amati, yang tampaknya memang ditujukan untuk menggugah kepedulian bangsanya bahwa ini adalah ajang olahraga yang punya potensi mengangkat nama Indonesia. 

"Saya belum melihat masyarakat mengalami 'demam' menjelang Asian Games 2018," kata Presiden Jokowi, saat itu. "Orang-orang banyak yang membicarakan politik. Padahal, ada Asian Games yang-untuk sekarang-lebih penting dari urusan politik."

Ya, terlepas sosok Kepala Negara ini dipastikan akan terlibat dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tahun depan, menurutnya yang lebih penting saat ini adalah bagaimana memastikan Asian Games 2018 dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Sebab, jika perhelatan olahraga paling bergengsi di tingkat Asia ini berlangsung dengan sukses, maka yang mendapatkan keuntungan dari sana bukan Presiden atau hanya berbagai pihak yang ditunjuk sebagai pengurus ajang itu. Melainkan, se-Indonesia akan mendapatkan kebanggaan itu.

Kira-kira itulah yang bisa saya simpulkan dari seluruh pidato Presiden Jokowi saat itu. Alhasil, di sela-sela kegiatan keseharian, saya pribadi berusaha untuk menggaungkan pesan itu, walaupun tidak saya lakukan setiap hari. Terbanyak memang hanya saya lakukan lewat media sosial, entah Twitter atau Facebook.

Terlebih hanya di kedua platform jejaring sosial itulah, saya memiliki jejaring pertemanan yang luas. Paling tidak, di Facebook ada lebih dari 4 ribu teman yang terkoneksi di friend-list. Sedangkan di Twitter, terdapat 17 ribu pengikut, yang saya yakini bisa membantu gema Asian Games lebih berkumandang setiap kali saya menuliskan cuitan berisikan perhelatan tersebut.

Tidak sia-sia, terkadang ajakan membincangkan Asian Games itu mendapatkan sahutan yang tidak mengecewakan. Terlepas, terkadang ada juga konten berupa cuitan saya sajikan hanya mendapatkan respons dari segelintir pengikut.

Alhasil, saya berusaha mengubah strategi dalam usaha amplifying Asian Games dengan mengisi konten yang lebih bersifat dua arah. Terasakan, reaksi dari netizen jauh lebih baik, bahkan yang bukan pengikut pun turut memberikan respons.

Tentu saja, ini menjadi sesuatu yang menggembirakan. Sebab, saya lihat dari konten media sosial yang berbau rangsangan komunikasi dua arah, gaungnya terasa lebih baik. Pengguna media sosial akan tertantang untuk berbicara, menunjukkan sudut pandang, hingga membantu memperlihatkan berbagai hal yang terkadang di luar sangkaan. Di samping, obrolan seputar Asian Games pun menjadi lebih bisa menciptakan efek bola salju, lebih besar, dan semakin membesar.

Memancing diskusi seputar Asian Games di Twitter, dalam 24 jam meraup lebih dari 100 respons dan retweet - Gbr: Zulfikar Akbar
Memancing diskusi seputar Asian Games di Twitter, dalam 24 jam meraup lebih dari 100 respons dan retweet - Gbr: Zulfikar Akbar
Gairah dari Media Sosial

Sebut saja, ketika pada Sabtu (21/7/2018), saya melemparkan pertanyaan, "Boleh saya minta cerita temen-temen luar Jakarta, apakah demam Asian Games sudah terasa sampai ke kota Anda?"--yang saya lempar di Twitter dan Facebook sekaligus. Pengguna kedua platform media sosial ini sama-sama tergerak antusias untuk berbicara dan menunjukkan apa adanya, bagaimana realita di sekitar mereka.

Salah satu yang menarik perhatian saya adalah ketika salah satu teman di akun Twitter saya, Andra P. Utama bercerita, bahwa di dekat kost-nya, bahkan ada salah satu penjual makanan yang berinisiatif menghias mobil yang digunakan untuk berjualan dengan ornamen Asian Games. "(Juga) suka ngasih trivia ke pembelinya tentang nama-nama maskot Asian Games juga," dia bercerita.

Ada lagi pengguna Twitter yang bernama Dita Rahmanto, yang menceritakan bagaimana antusiasme yang terlihat olehnya di kota asalnya, Surabaya. "Surabaya udah banyak spanduk-spanduk dan baliho bertemakan Asian Games 2018. Lapangan atletik dekat rumah juga pagi ini tiba-tiba ruame pol. Kirain ada lomba apaan, taunya orang mendadak olahraga rame-rame," dia bercerita lewat Twitter.

Ada juga yang memberikan respons lengkap dengan saran, "Pemerintah daerah seharusnya bisa ambil peran memperkenalkan putra-putri daerahnya yang menjadi atlet. Mereka pasti tersebar dari banyak daerah di Indonesia," kata pengguna Twitter bernama Dinda Asri, yang mengaku berasal dari Malang.

Selain itu, ada juga yang memamerkan momen saat legenda bulu tangkis Indonesia, Susi Susanti, datang ke Bromo, Probolinggo. Pemilik akun @mblusuk_mblusuk bahkan mengunggah foto kemeriahan ketika mantan atlet tersebut menyalakan mini of cauldron, dengan tokoh-tokoh adat suku Tengger.

Juga tak kalah antusias, netizen bernama Setia Noor (@set14noor) memamerkan gairah Asian Games di daerahnya, Majalengka. Ia menunjukkan foto ketika para atlet kano menjalani latihan. 

Lainnya, ada juga Cyrenia Novella, yang bahkan memamerkan seperti apa gairah Asian Games itu juga sampai kepada anak-anak. Ia mengunggah video yang memperlihatkan seorang anak yang melarikan satu mainan yang dibuat seolah-olah obor Asian Games, dan berlari-lari lucu mengelilingi rumahnya. "Keponakan saya demam Asian Games sejak melihat langsung pawai obor Asian Games di Jogja," ceritanya.

Sisi lain di balik gairah Asian Games

Selayaknya dua sisi mata uang, di luar kegairahan diperlihatkan sebagian pengguna media sosial, ada juga yang secara terus terang menunjukkan bagaimana sambutan terhadap ajang tersebut di masing-masing daerah mereka. Melalui respons yang saya dapatkan di Facebook, tidak sedikit juga yang menunjukkan ekspresi miris, masygul, dan bersedih, karena ada juga merasakan seakan tak ada gelagat gairah sepantasnya.

Seperti juga cerita mereka yang menunjukkan kegairahan atas ajang tersebut, sebagian lainnya yang memperlihatkan kondisi berbeda pun berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Ada yang berasal dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, hingga Papua.

Terlepas plus minus dan sesuai tidaknya reaksi dengan ekspektasi, paling tidak apa yang terpampang lewat obrolan-obrolan di media sosial, bisa menjadi acuan bagi pihak terkait untuk membenahi yang dirasakan urgen untuk dibenahi. Dalam hemat saya, respons-respons tersebut tetap pantas diperhatikan.

Terlebih seperti pemandangan bahwa di sebagian daerah, nyaris tak terlihat ada semacam inisiatif kuat dari pemerintah daerah untuk turut membantu menggemakan Asian Games. Ini sebenarnya sebuah masukan yang tidak kalah penting untuk diperhatikan, karena sebenarnya di tingkatan daerah pun, jajaran eksekutif masing-masing daerah mestinya bisa melakukan apa yang mungkin dilakukan. Tidak sekadar meramaikan dengan spanduk atau baliho sekadar memenuhi instruksi pemerintah di tingkat lebih atas. Terpenting lagi adalah bagaimana melakukan sesuatu yang lebih menunjukkan sikap proaktif.

Sikap proaktif itu tentu saja menjadi poin sangat penting. Sebab Asian Games, seperti pesan Presiden Jokowi, bukanlah perhelatan milik pemerintah, bukan untuk Presiden atau Menteri Olahraga, melainkan ini adalah sesuatu yang bisa menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia. Ini pesta untuk rakyat.

Selayaknya pesta untuk rakyat, pemerintah di tingkat daerah, atau bahkan unit pemerintahan terkecil pun semestinya bisa menularkan gairah itu kepada rakyat. Sebab, dari ajang sekelas Asian Games, ada banyak hal yang dapat ditanamkan.

Rakyat bisa merasakan semangat berbangsa yang jauh lebih baik. Masyarakat luas bisa terbantu untuk lebih mengasah kecintaan kepada negaranya. Selain itu, mereka pun bisa merasakan nilai-nilai yang ada dalam olahraga.

Apalagi, olahraga bukan sekadar pertandingan atau sekadar perjalanan berburu medali. Olahraga juga merupakan kegiatan bagaimana menumbuhkan semangat untuk menjadi lebih baik, menghargai proses, menghargai kerja keras, dan lebih terbuka terhadap perbedaan. Juga, olahraga mengajarkan bahwa persaingan bukanlah permusuhan,  melainkan sebagai pemicu untuk mengasah diri menjadi lebih baik hingga menjadi yang terbaik. Menularkan nilai ini lewat media sosial pun, hemat saya, adalah bagian yang tak kalah penting dalam memeriahkan Asian Games 2018.

Dengan semakin banyak yang membincangkan ajang ini, ada lebih banyak masalah bisa terpetakan. Akan ada juga usaha melakukan persiapan lebih baik. Siapa tahu, ketika semangat Asian Games sudah menjadi semangat bersama, tak lagi dianggap kepentingan kelompok tertentu, melainkan sudah terasakan sebagai milik sesama anak  negeri bernama Indonesia, nama bangsa ini pun kelak dapat diceritakan di dunia luar dengan kesan terbaik.

Jadi, sosial media Anda pun akan menjadi lebih berguna, ketika media yang sering digunakan untuk bersenang-senang itu bisa dimanfaatkan untuk kian menggemakan Asian Games dengan perasaan senang. Mungkin kita tidak dibayar siapa-siapa untuk menggemakan itu, tetapi kelak kita bisa mendapatkan bayaran yang jauh lebih istimewa: kebanggaan sebagai bangsa.***

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun