Jika pernah mencibir orang yang gemar memotret makanan sebelum makan, sebaiknya sudahilah. Jangan dilanjutkan hanya karena kegagalan kita sendiri mencoba melihatnya dengan sudut pandang yang lebih baik.
Sederet kalimat itu muncul di benak saya ketika di depan saya berdiri seorang food photographer Fellexandro Ruby, yang berbicara panjang lebar seputar makanan dan fotografi. Kebetulan acara itu sendiri bertajuk Taste of Macao sebagai rangkaian dari campaign berlabel "2018 Macao Year of Gastronomy."
Ruby, fotografer yang tampil berbicara berbagai hal seputar makanan dan fotografi sukses membuat puluhan undangan di acara tersebut makin teryakinkan, bahwa ada seni yang kuat dari makanan. Makanan bukan sekadar sesuatu yang bisa dilahap untuk memenuhi tuntutan perut tapi memang memiliki banyak kelebihan sepanjang dilihat dengan sudut pandang yang lebih baik.
Kreativitas. Inilah salah satu nilai besar dari makanan, yang memang terkadang acap gagal ditangkap sebagian orang. Nilai ini hanya bisa ditangkap ketika seseorang bisa melihat dengan sudut pandang lebih luas.
Sebut saja Ruby sendiri, lewat kemampuannya dalam melihat makanan dengan sudut pandang lebih luas, ia justru menemukan passion-nya dalam dunia food photography. Ia bisa menjadikan aktivitas itu bukan sekadar hobi lagi, tapi juga sudah menjadi sumber mata pencaharian.
Dari penguasaannya terhadap makanan, Ruby mendapatkan lebih dari sekadar uang. Ia juga sering mengisi berbagai acara sebagai pembicara, di mana ia bisa berbagi pengalaman dan pengetahuannya, dan terpenting lagi dia bisa mengisi kesehariannya dengan kegiatan yang selaras dengan hobinya.
Menguasai gastronomy, kata dia, adalah menguasai pemahaman lebih luas dalam melihat dunia seputar makanan. Bukan hanya sekadar bagaimana meracik makanan agar enak dilihat dan juga enak dimakan, tapi juga bagaimana membangun sudut pandang yang lebih luas.
"Dalam gastronomi tidak saja berbicara tentang makanan saja, tapi juga segala hal yang punya kaitan dengan makanan itu sendiri. Ini adalah ilmu yang lebih luas," kata Chef Ragil, ketika mengawali aktivitasnya praktik memasak dengan menjelaskan berbagai teori seputar gastronomi.
Masuk akal jika otoritas Macao menjadikan "gastronomy" sebagai label untuk mengakrabkan potensi yang ada di kawasan pesisir selatan Republik Rakyat Cina dengan dunia. Sebab lewat gastronomi inilah mereka bisa mengajak melihat Macao lewat makanan, selain juga berbagai potensi lainnya, termasuk sejarah.
Apalagi makanan pun tak lepas dari sejarah, dan sejarah seputar makanan sendiri pun tidak bisa dipisahkan dari gastronomi. Pemerintah Macao mengenalkan diri secara masif ke pentas internasional, salah satunya lewat kampanye gastronomi ini.
Satu sisi hal itu dapat dipahami. Terlebih lagi Macao sendiri ratusan tahun berada di tangan salah satu negara Eropa, Portugal. Tidak kurang dari 400 tahun, negeri "CR7" tersebut menjadi tuan di tanah Macao.
Tidak berlebihan jika Macao akhirnya juga dijuluki sebagai koloni Eropa paling lama di antara kawasan-kawasan asal Tiongkok. Terlebih memang Macao berada dalam kekuasaan Portugal sejak abad ke-16, dan baru bersatu dengan Cina di tahun 1999.Â
Macao memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan berbagai bagian Tiongkok lainnya, lantaran secara bahasa pun terbilang lebih berwarna. Meskipun Macao berlokasi tidak jauh dari Hong Kong (hanya berjarak 70 kilometer) dan Guangzhou (145 km), namun di sinilah terdapat penduduk yang tidak hanya familiar dengan bahasa lokal (Kanton atau Mandarin).Â
Masyarakat Macao juga akrab dengan Bahasa Portugis dan Bahasa Inggris. Alhasil, dunia pergaulan dan wajah kawasan itu dapat dikatakan jauh lebih terbuka dibandingkan belahan Tiongkok lainnya.Â
Istimewanya, kekhasan itulah ditangkap oleh pemerintah Macao, untuk membuat perhatian dunia tersedot kepada mereka, untuk dapat menjual potensi wisata dan berbagai kelebihan mereka sebagai satu daerah khusus di bawah Republik Rakyat Cina.
Apalagi Macao pun telah dinobatkan sebagai Kota Kreatif Gastronomi (Creative City of Gastronomy) UNESCO, tak pelak hal itu semakin menggairahkan pemerintah setempat untuk terus mengangkat kawasan itu ke pentas internasional. Makanan pun menjadi sisi yang ditonjolkan, terlebih di sana pun kaya dengan kuliner khas.
Patut dicatat bahwa di Macao pun terdapat berbagai variasi makanan seperti Portuguese Egg Tart, Pork Chop Bun, Portuguese Seafood, sampai dengan Serradura.
Hal ini juga diakui orang nomor satu di Macao, Fernando Chui San Oi, yang bahkan menyebutkan jika status tersebut membuat sustainabilitas atau keberlanjutan ekonomi Macao memiliki dinamika dan harapan baru. "Status dari UNESCO ini juga membantu melejitkan Macao sebagai pusat turisme dan rekreasi dunia," kata Chui San, tahun lalu.Â
Untuk status "Creative City of Gastronomy" yang Macao dapatkan itu sendiri diakui memang diraih berkat andil banyak pihak. Menurut Direktur Dinas Pariwisata Pemerintah Macao Maria Helena de Senna Fernandes, status itu sendiri memang didukung juga oleh Komisi RRC di UNESCO sampai dengan European Oenogastronomic Brotherhoods Council.
Maka itu Macao pun kini menjadi anggota Jaringan Kota-kota Kreatif UNESCO (UNESCO Creative Cities Network/UCCN) untuk bidang gastronomi. Ini juga yang membuat pemerintah setempat menggalakkan campaign seputar tradisi kuliner. "Sebab yang terpenting dari sini adalah bagaimana mewariskan tradisi kuliner yang ada di berbagai kota dunia kepada generasi yang akan datang," kata Senna Fernandes.
So, dapat dipahami, bahwa makanan dengan gastronomi sebagai ilmunya, berikut food photography, menjadi dimensi-dimensi yang saling menopang, dan memperlihatkan bahwa makanan tidaklah sesederhana sekedar membantu perut kenyang. Di sini ada kreativitas, dan di sini ada jembatan bahkan untuk mengenalkan suatu daerah atau bahkan negara ke pentas dunia.
Fotografi sendiri menjembatani kreasi-kreasi yang berhubungan dengan gastronomi untuk lebih diketahui dunia. Jadi, jangan lagi deh mencibir jika nanti di restoran menemukan orang yang terlihat begitu repot harus memotret makanan sebelum makanan. Sebab bukan tidak mungkin, dari kegemaran orang yang mungkin Anda anggap "enggak ada kerjaan", ia menjadi orang berjasa mengenalkan kota Anda kepada dunia!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H