Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Meraba Risau Pengemudi Online di Bandung

14 Oktober 2017   00:43 Diperbarui: 14 Oktober 2017   12:19 7027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagian drama pahit pengemudi online - Dok: CNNIndonesia.com

Sedikitnya, pengetahuan atas kondisi mereka yang bekerja di transportasi online ini, menggugah empati saya. Jadi, tak ada beban walaupun saya harus mengalah untuk mengikuti di mana posisinya, di seberang jalan, dan saya harus menyeruak jalanan yang masih sangat sesak menuju tempat ia berada.

Ketika roda kendaraan matic ia kendarai sudah kembali membelah malam, saya sudah berada di atasnya, di sanalah saya memberinya beberapa pertanyaan atas situasi transportasi online di Bandung. Bukan dengan bahasa resmi seperti misal saat saya sedang melakukan liputan, melainkan hanya bergaya obrolan saja.

Keberingasan pengemudi konvensional atas ojek online - Dok: Tempo.co
Keberingasan pengemudi konvensional atas ojek online - Dok: Tempo.co
"Masih belum aman ya, Kang?" tanya saya, membuka pertanyaan kepadanya. Maklum, baru malam kemarin saya menyimak bagaimana Twitter wali kota Bandung, Ridwan Kamil, diberondong sorotan para pengguna media sosial.

Ada beberapa pengguna Twitter yang bercerita tentang betapa mencekamnya suasana Bandung bagi para pekerja transportasi online tersebut. Cerita itu juga, namun lebih dalam, saya dapatkan lagi  dari driver yang memboncengi saya ke tujuan.

"Iya, nih A', di sini teh belum aman," kata driver ini, dengan suara pelan dan hampir hilang di tengah suara kendaraan di jalanan dan klakson-klakson dari pengendara yang tak sabar dengan kemacetan. "Saya mah tetap harus narik, karena cuma ini kerjaan yang bisa saya harap sehari-hari."

Menurut dia, ada imbauan agar para pekerja transportasi online tak beroperasi lebih dulu sampai pemerintah setempat menemukan solusi. "Masalahnya bagaimana kami bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga kalau mengikuti imbauan itu, A'," keluh driver ini.

Menurutnya, ia memutuskan memberanikan diri untuk tetap beroperasi bukan karena sama sekali tak khawatir dengan risiko. Beberapa temannya ada yang dipukuli hingga dikeroyok tukang ojek pangkalan hingga sopir angkot. "Kami sudah terlihat seperti musuh di mata mereka. Mengalah begitu saja kami pasti sulit mencari cara lain buat nyari uang. Jadi, kami hanya berusaha menyiasati dengan cara begini saja. Berjaga-jaga, waspada, tapi tetap bekerja."

Sampai di sini saya juga bersyukur tadi tak sampai mengikuti ego ingin dilayani layaknya konsumen manja. Ada nada gundah dari ceritanya, sebagai isyarat bagaimana pilihannya tetap menjalani pekerjaannya membuatnya tak merasa aman. 

Kemarin siang pun ia hampir menjadi sasaran penyisiran sekelompok tukang ojek pangkalan yang ingin membasmi ojek online. "Itu dekat bandara, A'. Mereka menyamar, berpura-pura ingin memesan ojek cuma untuk bisa mengendus kita ada di lokasi itu atau tidak. Saya hampir terjebak, menerima orderan mereka, dan tiba di lokasi sudah ada mereka yang menunggu. Untung saya tak memakai atribut, jadi tak diketahui mereka. Jadilah saya tinggalkan saja."

Ya, ini hanya satu pemandangan yang kebetulan saya rekam sendiri di kota Bandung, malam ini. Ada masyarakat yang tak dapat merasakan kehadiran pemerintah di tengah keruwetan mereka alami. Masyarakat ini bekerja dan mengambil risiko besar, saat pemerintah hanya memberikan imbauan sepihak.

"Gubernur cuma bikin aturan asal jadi, cuma karena dia tahu sudah tak bisa mencalonkan diri lagi," sederet kalimat yang seolah mewakili pekerja transportasi online tertulis di Twitter, saat menanggapi cuitan Walkot Ridwan Kamil yang mengunggah perintah dari provinsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun