Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mewaspadai Bahaya Propaganda HTI

3 Oktober 2017   22:34 Diperbarui: 3 Oktober 2017   23:02 2708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: cnnindonesia.com

Jika sudah tiba pada kesimpulan itu, maka yang cenderung bermain adalah emosi yang disangka sebagai keimanan. Kekacauan dapat terjadi, dan memang perang pun dapat saja meletus. Sebab, jika Anda mencermati sejarah organisasi terlarang seperti DI/TII di masa lalu pun, membuka pintu untuk menguatkan diri tak jauh-jauh dari propaganda itu; bahwa pemerintah adalah musuh Islam, dan membela pemerintah adalah kekafiran. 

Di masa lalu, DI/TII sempat sukses dengan propaganda itu. Setidaknya, langkah tersebutlah maka Kartosoewirjo dapat menemukan pengikut dan bisa mendapatkan pengaruh hingga ke Sumatra--terutama Aceh. Sebab yang dimainkan tidak lagi bagaimana melihat dan berpikir jernih, melainkan bermain dari sisi emosi, membangkitkan kemarahan hingga kebencian.

Kemarahan dan kebencian yang dibangun terus menerus itulah yang dapat menjadi bahan bakar untuk membakar dengan mudah, dan menghancurkan apa saja yang ingin dihancurkan.

Maka itu, bagi masyarakat muslim sendiri, menjadi penting untuk mendefinisikan dengan cukup jelas, apa itu Islam dan apakah HTI? Sekadar menerima cerita dan pandangan dari mulut ke mulut, tanpa diikuti kesediaan mencari referensi lebih jauh maka kecenderungan yang terjadi adalah terseret ke dalam perangkap HTI.

Jika sudah begitu, maka cerita seperti beberapa warga negara kita yang memilih "hijrah" ke kekhalifahan ala ISIS di Timur Tengah, dapat saja terulang lagi. Bahkan, di sini lebih leluasa, pasalnya mereka tak membutuhkan perjalanan jauh untuk "hijrah" tersebut, dan pintu surga pun dirasa jauh lebih dekat. Maka kenapa, HTI pantas disebut sebagai organisasi berbahaya.

Sejatinya HTI tak sendiri. Melainkan masih ada partai politik yang memang telah diakui Undang-Undang, masih berdiri, tapi memiliki misi dan warna pergerakan tak jauh berbeda dari HTI. Yang membedakan hanyalah, partai politik tersebut terbilang lihai masuk ke dalam sistem dan bermain di sana. Sementara pemerintah tak cukup punya senjata untuk mendepak partai politik yang memang sudah diakui konstitusi di negeri ini.

Pertanyaannya apakah ada jalan tengah?

Ada. HTI dapat saja melakukan metamorfosis dalam arti tetap bergerak sebagai organisasi. Namun tak lagi perlu mengusung ide-ide yang memiliki muatan merusak atau mengarah pada rencana merongrong negara dari belakang. Sebab terbukti, hari ini ada lebih dari 250 ribu organisasi ada di negeri ini yang berangkat dari kesamaan ide dan misi, namun sebagian besar dapat bertahan karena mereka tak menempatkan diri selayaknya "duri dalam daging".

HTI masih memungkinkan untuk tumbuh, namun tanpa perlu membawa misi yang memang dapat mengancam dan membahayakan Indonesia. Sebab, yang menjadi lawan jika mereka membawa bahaya ke negeri ini tentu saja bukan hanya pemerintah yang memang bertanggung jawab menjaga hal itu terjadi, melainkan masyarakat muslim dan masyarakat dari berbagai agama pun dapat turun tangan. Sebab, di luar HTI, ratusan juta rakyat di negeri ini, terlepas agama apa pun, masih melihat diri mereka sebagai rakyat Indonesia yang sama-sama memiliki tanggung jawab menjaga Indonesia.

Ada pola pikir yang harus dibenahi adalah pola pikir yang cenderung bermuatan ambisi menguasai dan menyingkirkan yang telah ada. Sementara negara ini memang telah memiliki konstitusi dan memiliki kelengkapan sebagaimana layaknya sebuah negara. Sebagai organisasi, mereka lebih baik bergeser, daripada berdiri hanya untuk membodohi lebih baik bekerja melakukan sesuatu yang dapat membawa manfaat.

Jika mereka dapat berdiri sebagai organisasi yang membawa manfaat untuk yang seagama atau tak seagama, maka mereka bahkan akan dibela oleh semua pemeluk agama. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah cukup menjadi gambaran, betapa kedua organisasi itu diterima dan dihormati oleh semua pemeluk agama, karena mereka datang dan hadir di tengah masyarakat yang membutuhkan pendidikan, pemberdayaan, dan sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun