Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Setelah Gaji Meniru Siklus Menstruasi

19 Agustus 2017   15:24 Diperbarui: 19 Agustus 2017   19:24 1707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menabung sama artinya membuat tangga yang kokoh untuk masa depan - Foto: Zulfikar Akbar

Ada masukan dari Samsu Adi Nugroho, Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yang hadir di acara Kompasiana Nangkring saat itu. Satu hal di antara yang perlu diperhatikan menurutnya--dengan bahasa saya--jangan menjadi suami galau soal bagaimana menabung dan bagaimana menepis keraguan yang acap menyesatkan.

Samsu menyebut, "Banyak yang ragu menabung hanya karena terpikir yang tidak-tidak, bagaimana jika bank bangkrut atau dilikuidasi." Padahal, iya juga--berkaca ke pengalaman masa perjaka--acap memutuskan isi rekening lenyap tak berbekas karena alasan awalnya agar lebih aman di rumah dan kemudian hari justru habis begitu saja.

"Padahal, menyimpan uang di rumah pun bukan tanpa risiko," Sekretaris LPS itu mengingatkan. "Sebab berbagai kemungkinan yang tak dapat kita duga semisal kebakaran atau banjir bisa saja terjadi kapan saja. Tentunya jika terjadi seperti itu, ke mana bisa menuntut? Berbeda jika kita memilih menabung di bank saja, maka kemungkinan risiko sangat kecil, karena di sini ada Lembaga Penjamin Simpanan yang memang menjamin berbagai kemungkinan itu."

Lalu apa hubungan dengan pola pikir sebagai "bapak rumah tangga"? Ya, dalam cara melihat itu, betapa ketika berstatus tak lagi perjaka lebih baik berpikir yang tepat, tak lagi berpikir meludeskan angka di rekening dan berdalih menyimpan di rumah karena pilihan itu memang rentan bikin kepala lebih cepat mengeriput. Toh, saat telah menikah pun saya pernah mencoba bagaimana jika seluruh isi rekening dibawa pulang ke rumah saja daripada membiarkannya di rekening. Hasilnya? Ludes sebelum waktunya, dan ini tentunya saya tak bisa berdalih dan menyalahkan Mas Tuyul telah menghabiskan uang itu bukan?

Kembali ke acara tadi, perwakilan dari LPS itu juga mengakui jika uang tabungan itu tak hanya mengendap begitu saja, tapi bank juga bisa meminjamkannya kepada pengusaha atau bahkan pemerintah untuk membangun sebuah usaha hingga membangun berbagai fasilitas. 

"Bahkan pemerintah pun jika meminjam uang kita yang ada di bank, tetap ada tempo yang di mana mereka harus membayarnya. Jadi tak perlu khawatir bahwa jika uang itu dipinjamkan ke pihak yang membutuhkan lalu Anda berisiko kehilangan uang di tabungan," kata Samsu Adi Nugroho, dari LPS. "Justru dengan menabung kita turut membangun negara ini, karena uang yang kita simpan itu dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal yang bermanfaat untuk semua orang--dan tabungan kita pun tetap utuh, dan dikuatkan adanya LPS."

Itu juga diamini Rachman Abdul Rachim dan Gilang. Anda belum kenal mereka? Ya, mereka pendiri usaha makanan sea foodyang sedang melejit karena dari berjualan kepiting, mereka menangguk keuntungan tak kurang dari 200 juta sebulan. Nama usaha mereka pun unik, Kepiting Nyinyir,yang menerapkan inovasi lewat dagangan makanan tanpa perlu membuka tempat hingga memakan banyak tempat.

Rachman (tengah) salah satu pendiri Kepiting Nyinyir - FOTO: @Kepiting_Nyinyir
Rachman (tengah) salah satu pendiri Kepiting Nyinyir - FOTO: @Kepiting_Nyinyir
Kepiting Nyinyirtersebut hanya mengandalkan teknologi komunikasi yang ada, seperti WhatsApp, tinggal dihubungi, dan mereka akan mengantarkan pesanan lewat ojek online. Rachman dengan Gilang yang memang masih berusia 20-an itu memiliki sudut pandang lebih baik bagi kalangan yang belum "terenggut keperjakaan" alias belum menikah. Kenapa? Sebab mereka mampu menata pola pikir yang benar dalam melihat uang sejak berstatus lajang.

Rachman menyebut, "Kami, sebelum mendirikan usaha Kepiting Nyinyir memang sempat menjadi karyawan dan merasakan bagaimana terkadang gaji habis sebelum waktunya. Kemudian, dengan teman-teman, kami berpikir bagaimana dengan kemampuan yang ada, masing-masing urunanmasing-masing satu juta, lalu kami mendirikan usaha tersebut," dia bercerita. "Sekarang alhamdulillah,kami memiliki pemasukan sampai 200 juta dalam sebulan. Namun kami hanya mengambil uang dari rekening hanya untuk keperluan mendesak, yang hanya sesuai kebutuhan."

Rachman dengan Gilang mungkin tak bermaksud menyindir saya yang agak terlambat "mendapat hidayah" dalam melihat dan mengelola uang, tapi saya sendiri memang sempat tercenung. Betapa, di usia mereka yang masih di bawah jumlah uban di kepala saya, mampu berpikir jauh ke depan. Terbayang bagaimana jika para jomblo se-Indonesia punya pola pikir seperti mereka, didukung lagi "bapak rumah tangga" yang terlambat tercerahkan seperti saya mulai mengubah sudut pandang, tentang uang dan tabungan.

Mereka yang masih berusia 20-an tahun itu tak lagi sekadar berpikir bahwa mereka diuntungkan dengan usaha yang mereka jalani, tapi mereka juga melihat dengan menabung mereka pun telah turut membantu membangun negara. Bagaimana dengan yang telah berumah tangga? Menabung memang tak hanya membuat rumah tangga memiliki tangga-tangga lebih kokoh untuk ke tempat lebih tinggi dalam hidup, tapi dari sana juga turut membantu negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun