Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bennington Memilih Mati Demi Menemani Sahabat

22 Juli 2017   00:21 Diperbarui: 29 Juli 2017   07:48 18582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua bulan sebelum kematiannya sendiri, Bennington menyanyikan Hallelujah di pemakaman sahabatnya - FOTO: Chris Pizzello/AP

Dua bulan sebelum kematiannya sendiri, Bennington menyanyikan Hallelujah di pemakaman sahabatnya - FOTO: Chris Pizzello/AP
Dua bulan sebelum kematiannya sendiri, Bennington menyanyikan Hallelujah di pemakaman sahabatnya - FOTO: Chris Pizzello/AP
Di majalah Rolling StoneNo. 891, 14 Maret 2002, Bennington sendiri juga sempat menjelaskan album perdananya di Linkin Park itu, Hybrid Theory. "Lagu ini lebih berbicara soal bagaimana bertanggung jawab atas apa saja yang telah Anda lakukan. Saya tidak mengatakan 'Anda'
itu merujuk pada sesuatu," katanya. "Ini adalah sesuatu di dalam diri saya sendiri yang akhirnya menjatuhkan diri sendiri--dan saya luapkan di dalam lagu-lagu ini."

Di Linkin Park, Bennington memang menjadi salah satu yang paling berpengaruh, selain Shinoda. Keduanya memang ibarat dua tangan dalam satu tubuh, yang tak pernah berhenti bekerja sama. Mereka kerap membuat lirik lagu bersama-sama, selain juga di panggung konser pun ia acap berbagi peran dengan Shinoda. Menariknya, karakter dan keahlian vokal Shinoda yang cenderung ke hip-hop, mampu terimbangi dengan baik dengan style vokal Bennington yang melengking dan sarat emosi.

Dalam bekerja, Bennington dan Shinoda memang dapat bekerja sama dengan baik--terlepas para fan acap terpecah dua antara memujanya atau memuja rekan segrupnya itu. Tapi tampaknya dalam kehidupan sebenarnya, dia merasa lebih dekat dengan sosok lainnya lagi,  Chris Cornell yang melejit sebagai vokalis Soundgarden dan Audioslave.

Maka itu dalam berteman pun ia lebih memilih yang diyakini paling mewakili karakter dan "rekaman perjalanan hidup" tak jauh  darinya. Chris Cornell yang lebih dulu memilih mati dengan bunuh diri, menjadi salah satu sosok paling berpengaruh kepadanya. Pertemanannya dengan Cornell yang merupakan bekas lead singer Soundgarden dan Audioslave tampaknya sangat memengaruhi perjalanan  karier dan hidupnya; termasuk akhir hidup.

Saat penguburan Cornell, Bennington sempat hadir dan sempat melengkingkan dukanya lewat lagu. Selain itu dia juga menuangkan kesedihan mendalam di media sosial Twitter, ia lagi-lagi menuliskan dukanya yang memuncak karena kematian sahabatnya itu.

"Kau telah menginspirasi dalam banyak hal yang kausendiri takkan menyadarinya. Talenta kaumiliki sangat murni dan tak tertandingi, suara kaumiliki adalah gabungan kegembiraan dan kepahitan, kemarahan dan maaf, cinta dan sakit hati, dan semua itu menyatu. Kudoakan kautemukan kedamaian di kehidupan berikutnya," begitulah dia mewakilkan kesedihan kehilangan seorang sahabat.

"Aku tak bisa membayangkan bagaimana jadinya dunia ini tanpa kau di sini," tulisnya di catatannya yang diunggah ke Twitter, 18 Mei 2017.

Hanya dua bulan. Ya, setelah dua bulan Cornell diketemukan mati bunuh diri, Bennington sempat datang dan menyanyikan lagu "Hallelujah" milik Leonard Cohen. Dia sendiri menyusul, dengan cara menyerupai sahabatnya. Seolah ia ingin memberi jawaban atas gugatan yang sekilas enggan dijadikan pertanyaan, " Who cares if one more light goes out. In the sky of a million stars..."--penggalan lirik One More Light.

Maka itu, kematiannya menyisakan pertanyaan, sepenuhnya karena ia merasakan musik yang diakrabinya tak cukup keras dibandingkan kehidupan sebenarnya? Atau, ia ingin menunjukkan, kehilangan "satu cahaya" tak berarti ia bisa melupakan; sahabatnya sendiri.

Seolah ada keinginan kuat untuk menyamai sahabatnya itu termasuk saat memutuskan bunuh diri. Bahkan itu dilakukan bertepatan dengan tanggal ulang tahun Cornell, 20 Juli.

Setidaknya beberapa sahabatnya sempat membuat pengakuan, di tengah semua kepelikan hidupnya tak ada yang melumpuhkannya. Ketika ia menghadapi hidup yang terlalu keras, Bennington selalu membuktikan kerasnya hidup takkan mampu memukulnya.  "Dia hanya mengalami kesulitan untuk bangkit dari keterpurukan justru setelah kematian Cornell," kata salah satu sahabatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun