Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tren Lebaran, Tren Basa-basi

28 Juni 2017   22:48 Diperbarui: 30 Juni 2017   11:59 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Entrepreneur.co

SMS, WhatsApp, Line, Twitter, Facebook, dlsb. Semua itu telah menjadi pengganti tangan yang berjabatan. Sulit direka-reka, mana permintaan maaf sebenarnya, dan mana yang sedang berpuisi, atau bahkan berbasa-basi. Terkadang jengkel menyeruak pula di benak saya, saat mendapati ada sederet kalimat singgah di ponsel saya, tak beda bahkan dalam letak titik dan koma-dari lima hingga lima belas orang. 

Bukan. Bukan jengkel pada mereka, sih. Tapi jengkel ke diri sendiri; kenapa tak pernah bisa berbaik sangka atas isi permintaan maaf itu.

Kalimat permintaan maaf yang bersaing dengan puisi Kahlil Gibran, entah kenapa selalu gagal saya paksa-paksa untuk tidak menghakimi; lha kok kalimat permintaan maaf saja harus main plagiat, sih. Saya juga selalu gagal mengiyakan bahwa Tuhan sedang mengirim rangkaian kalimat yang sama pada beberapa orang sekaligus. Seharusnya saya tidak perlu curiga macam-macam. Siapa tahu memang kebetulan ilhamnya memang turun berbarengan, jadilah kalimat hingga titik koma pun sama.

Gara-gara kejengkelan itu juga. Terkadang hanya saya baca saja. Hilang selera untuk membalas.  Ada sih kepikiran, saya ambil saja lagi kalimat yang mereka kirim itu, terus saya kirim lagi ke mereka, sebagai balasan. Lalu, jika ditanya kok ucapan mereka ditiru mentah-mentah begitu, tinggal berkilah saja, bahwa saya dan mereka itu sama-sama sedang mendapatkan ilham yang sama.

Tapi rencana yang tak bisa disebut waras itu saya bantah sendiri, jika hidup saja sudah bikin jenuh dengan hal yang itu-itu saja, masa kejenuhan itu harus saya perpanjang lagi? Jadilah, alih-alih berpikir membalas dengan kalimat indah-indah agar tak kalah dengan Kahlil Gibran versi KW, saya memilih belajar matematika saja.

Kok matematika? Lha iyalah, orang saya memang buruk di matematika, kok. Karena buruk dalam ilmu itu juga saya menikahi sarjana matematika, berharap tuah akan hadirnya keajaiban sejak malam pertama; berupa mukjizat saya bisa mahir matematika tak kalah dari ilmuwan sekelas Albert Einstein, Alfa Edison, atau Stephen (apa Steven?) King.

Sayangnya, sampai berkeringat saya habiskan malam pertama pun, isi kepala saya masih begitu-begitu saja terkait matematika. Bisa menghitung tambah, kali, dan kurang, tapi masih buruk dalam urusan bagi, atau logaritma, pytagoras, dan tetek bengeknya. Syukurnya, ada sarjana matematika bisa kugombali, "Pria yang tidak tahu bagi dalam matematika itu takkan pernah bisa membagi hati dan pikirannya kepada perempuan manapun." Sukses memperistrinya, tak sukses membuat saya latah jatuh cinta pada matematika, dan bisa menguasainya hanya berselang jam sejak Pak Penghulu angkat kaki.

Satu-satunya bau matematika yang muncul di malam pertama itu--karena betul-betul pertama--di pikiran saya hanyalah, "Berapa menit saya bisa bertahan?" Seraya membayangkan ketahanan Mike Tyson dihajar Evander Holyfield hingga berujung gigit kuping, yang juga saya tiru atas istri yang baru saya nikahi beberapa jam.

Ah itu bau saru lagi.

Maaf. Ya, tadi kan saya sedang bicara minta maaf, berujung ke belajar matematika. Padahal saya ingin bilang, jadi belajar matematika lagi karena gara-gara ucapan permintaan maaf yang mirip dari beberapa orang sekaligus itu bikin saya berhitung lagi. Saya menghitung, berapa orang yang akan mengirim kalimat ini lagi dan berapa orang yang sudah lebih dulu mengirimnya? Berapa energi dibutuhkan untuk meng-copy sederet kalimat itu? Apakah mereka memikirkan energi hingga lemak dihabiskan penulis pertama kalimat itu?

Tapi sederet kalimat itu bukan berujung jawaban. Yang ada muncul di benak saya; tampaknya perlu biro jasa penulisan kalimat indah untuk lebaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun