Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Oxygen.id, Napas Baru Internet Indonesia

19 Juni 2017   19:02 Diperbarui: 20 Juni 2017   03:46 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasianer mencatat pembicaraan Yance dari Oxygen.id - Dok: Zulfikar Akbar


Pukul 1.45, memasuki hari Jumat 16 Juni, sebuah email masuk. Kabar menarik datang via email tersebut. Kompasiana mengabarkan ada acara di Amigos Bellagio Cafe.

Di badan email bertulis judul cukup menggoda; Yuk, Ngabuburit dan Bukber Bareng Oxygen.id! (Serius, pake tanda seru).

Sekadar ngabuburit atau bukber, meski menggoda belum cukup merangsang minat untuk merencanakan ke acara itu. Apalagi langsung kebayang cuaca panas dan kondisi puasa. Soal makanan dan minuman? Saya termasuk kategori pria yang kenyang berbuka hanya dengan segelas teh--tapi juga punya kemampuan menghabiskan apa saja jika ada yang menggoda selera.

Tapi godaan itu tak berhenti karena bayangan cuaca panas, macet, atau perut yang terlalu cepat kembung hanya satu-dua potong kue. Tak berhenti juga karena satu persatu alasan bermunculan seperti bayangan para mantan.

Pasalnya di banner di email itu bertuliskan tema acara yang lebih menggoda, "Membuka Potensi Maksimal Bisnis Hingga Hiburan Multimedia di Rumah".

Ingin saya puji, tim kreatif yang membikin banner kecil itu cukup lihai menggoda, meski saya tak tahu seberapa menggodakah lirikan matanya.

Ah, lirikan mata? Tidaklah, karena saya tipe pria lekas insaf, karena langsung teringat; "Jangan-jangan yang bikin banner itu bukan gadis, tapi perjaka, sama-sama pria. Buat apa melamunkan lirikan mata sama-sama pria coba?"

Toh lirikan mataku selama ini kurasa sudah sangat sukses bikin istri tergoda hingga menghasilkan satu anak. (Tapi, wait, jangan bilang anak adalah hasil dari lirik-melirik. Jika ada yang berkhutbah begitu, mestilah itu ajaran sesat).

Sebentar, saya agak bingung melanjutkan cerita ini. Pertama karena haus tingkat dewa, kedua belum boleh minum karena belum azan magrib--memaksa azan sendiri karena alasan pernah juara azan di masa-masa belum sunat, berisiko memunculkan pikiran tidak penting tentang ke manakah sisa sunatan dulu dibuang?

Ya, memang iya, semua itu gara-gara iklan Oxygen sehingga saya dipaksa sunat saat belum bisa merelakan sesuatu terpisah dari tempatnya. Ups maaf, sudah bercandanya. Tak enak. Apalagi keterusan bicara sunat dan semua hal terkait sunat bisa memunculkan imajinasi-imajinasi saru. Itu tidak bagus.

Ingat, ini bulan puasa, Mbak--optimis bahwa yang baca tulisanku berasal dari kalangan hawa.

Itu orang Oxygen tahu sekali pasti, dunia pasar itu konon dikuasai kaum hawa. Terutama urusan belanja. Eh, itu hanya curhat maksa dari seorang lelaki yang berstatus suami yang baru satu istri.

Kompasianer mencatat pembicaraan Yance dari Oxygen.id - Dok: Zulfikar Akbar
Kompasianer mencatat pembicaraan Yance dari Oxygen.id - Dok: Zulfikar Akbar
Apalagi, itu di tempat acara ini ada si Mas Yance Arlyansyah. Pekerjaannya, sales manager SME. Dia paham sekali soal jerit hari para suami setiap kali mendengar kata "SALE" mengepung dari segala penjuru mata angin, terlebih menjelang lebaran.

Syukurlah Yance tak membahas soal di mana lagi ada SALE jelang lebaran, karena sel-sel saraf di kepala saya sudah cukup penuh dengan berbagai rencana lebaran.

Yance lebih banyak bicara tentang dunia internet, dan apa yang menjadi kelebihan Oxygen. Mengawali dengan cerita bahwa internet awalnya lahir hanya karena keperluan militer, lalu beranjak jadi keperluan akademisi, belakangan telah menjadi kebutuhan kita semua.

Yance bercerita bagaimana jaringan internet yang ditawarkan pihaknya tersambung dengan kabel tersendiri.

Ya, ternyata Oxygen.id punya kelebihan; tidak menggunakan kabel tembaga, coaxial carv, atau kabel kombinasi.

"Saatnya berhenti membayangkan, dan mulai merasakannya," kata Yance, mengajak membuktikan. Ini bukan topik pernikahan, tapi masih tentang merasakan bagaimana berinternet dengan 

Kompasianer mendengar sambil menulis tentang Oxygen.id - FOTO: Zulfikar Akbar
Kompasianer mendengar sambil menulis tentang Oxygen.id - FOTO: Zulfikar Akbar
Juga ada Mauldi Wirastomo. Saya tidak tahu apakah dia berpengalaman "menjalani karier" sebagai suami? Hanya beliau dan Tuhan yang tahu. Baru saling kenal saya tanya statusnya lajang atau menikah, tak baik bukan? Itu bisa memunculkan syak wasangka.

Mauldi menjadi otak dari product development Oxygen.id menjelaskan jika awalnya Oxygen itu hanya menyasar korporasi. Belakangan pihaknya juga membuka sayap untuk jaringan perumahan. Maka itu slogan mereka angkat pun berisi kalimat yang lagi-lagi menggoda; "Ini Baru Namanya Internet Rumah."

Hendrik Kurniawan. Beliau ini berstatus perjaka, eh sales manager Oxygen.id. Sungguh, bagi pembaca dari kalangan hawa, saya tak tahu banyak soal status pernikahannya. Saya tak mau menambah derita sebagian lajang yang di saban lebaran kerap dibosankan dengan pertanyaan, "Sudah kawin belum?"

Hendrik berbicara seputar jangkauan jaringan Oxygen yang telah berjalan sejauh ini, hingga animo masyarakat. Ia membahas tentang jangkauan Oxygen.id yang lebih meluas, mengikuti tingginya tingkat kebutuhan mereka atas internet yang memiliki kemampuan "lari lebih kencang".

Hendrik juga sempat saya cegat saat break berbuka. Mengawali bercerita hal-hal sederhana, dari rumah tangga hingga pekerjaan. Obrolan memang kurang seimbang, karena sosok Hendrik adalah bapak beranak empat, dan saya bapak beranak satu. Eit, maaf offside.

Dalam obrolan itu Hendrik bercerita jika anak-anak sekarang pun cenderung punya minat lebih tinggi terhadap internet. Maka kenapa akhirnya kebutuhan internet di rumah telah semakin meninggi.

Suasana menjelang acara oxygen.id - FOTO: Zulfikar Akbar
Suasana menjelang acara oxygen.id - FOTO: Zulfikar Akbar
"Anak saya saja yang dulu suka ke rumah kakeknya, sekarang tak akan merasa betah berlama-lama," Hendrik bercerita di sela-sela menyantap menu berbuka. "Kenapa? Sebab ia terbiasa dengan internet, dan saat itu tak ada, ia merasakan ada yang hilang."

Tak heran, kata Hendrik lagi, jika dalam tiga bulan terakhir saja telah ada 3.000-an order datang ke Oxygen.id. Menurutnya fenomena ini bukan sesuatu yang harus dilawan. "Tapi kita menyesuaikan saja. Beradaptasi sesuai perkembangan zamannya. Kita tak bisa melawan itu, kecuali menyelaraskan saja seraya mengimbangi dengan edukasi, terutama kepada anak-anak," cerita Hendrik.

Termasuk dalam berinternet, menurut Hendrik, belakangan apa yang paling diburu adalah harga terjangkau dengan kualitas yang bagus. Oxyden.id, menurutnya, berusaha menjawab tuntutan tersebut.

Suasana bukber dengan oxygen.id - FOTO: Zulfikar Akbar
Suasana bukber dengan oxygen.id - FOTO: Zulfikar Akbar
Sedikitnya, dari para pemateri itu diketahui bahwa pihak Oxygen.id memiliki visi agar kebutuhan internet tak perlu lagi disesaki keluh kesah, dari internet lambat, atau sekadar memasukkan foto pun rumit minta ampun. 

"Oxygen ini datang ya untuk menjawab kebutuhan itu, terlebih banyak bisnis pun dilakukan lewat rumah tangga. Tak heran jika tuntutan atas internet berkecepatan tinggi ini menjadi vital sekali di zaman ini," Hendrik menambahkan, dalam obrol-obrol yang berujung salat Magrib bersama.

So, teman-teman Kompasianer ingin berinternet dengan kecepatan tinggi? Oxygen.id saya yakini bisa jadi solusi.*

#OXYGENIDHOME #FLASHBLOGGING

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun