Yapi Panda Abdiel Tambayong mungkin bukan nama familiar bagi publik. Kecuali jika disebut Remy Silado, sebagian besar pecinta dunia literasi akan tahu siapa dia. Ya, dialah penulis yang lahir di tahun Indonesia merdeka, 1945, yang terkenal sebagai penulis sekaligus budayawan.
Tampaknya, tahun kelahirannya memengaruhi gairah yang dimilikinya. Bahwa, negeri ini tegak justru karena di sana ada banyak tiang, dan ia getol mengajak melihat itu dengan jujur.
Itulah yang juga kembali diperlihatkan Remy Sylado ketika dia tampil sebagai pembicara di Gedung Arsip Nasional, Jalan Hayam Wuruk, Jakarta, sehari menjelang peringatan Hari Lahir Pancasila.
Ya, 31 Juni, saya beruntung berada di antara peserta diskusi bertajuk; Aku Berindonesia. Bisa menyaksikan bagaimana pemikiran seorang Remy, dan bagaimana dia melihat Indonesia.
Remy Sylado tampil dengan pakaian khasnya, berbaju dan bercelana putih. Gayanya, melepas satu kancing di bagian atas. Entah itu ketidaksengajaan, atau memang dia ingin menegaskan suatu filosofi; hanya ia sendiri yang tahu.
Yang jelas dia berbicara banyak dari sejarah Cheng Ho, dikotomi pribumi non pribumi, mayoritas dan minoritas. Ia mengaitkan semua itu dengan situasi kekinian.
Menurut penjelasan Aristo Kristandyo, Kepala Pemasaran Wings Food, yang menjadi penyelenggara acara tersebut, tema Aku Berindonesia yang diketengahkan untuk mengingatkan kembali kesadaran masyarakat pada keindonesiaan yang belakangan terusik berbagai isu yang datang dari masalah perbedaan.
"(Tema) Aku Berindonesia ini memang untuk mengajak masyarakat menunjukkan keIndonesiaan; berbicara Indonesia, bersikap Indonesia, bernilai Indonesia," ujar Aristo Kristandyo.
Remy terlihat gelisah atas fenomena, betapa mudahnya kebencian ditebar, permusuhan dibangkitkan, hingga persoalan kecil sengaja dibesar-besarkan. "Kita lupa, hingga menyepelekan hal-hal itu hanya membuat persatuan kita terkoyak," ia meluapkan kegelisahannya.
"Padahal," kata Remy lagi, "Jika ingin bicara soal pribumi dan non pribumi, tak ada dari moyang kita yang betul-betul pribumi, hampir semuanya adalah imigran."