"Ya saya suka Pram, realis nulisnya," kata Moammar lagi. "Bagaimana dia berjuang dan berkorban untuk terus dan dapat tetap menulis di bawah tekanan kekuasaan."
Dari sanalah, Moammar Emka merasa tak perlu menjadikan kesulitan atau tekanan sebagai persoalan yang menghalangi langkahnya untuk menulis dan menulis. Apalagi hanya sekadar kritikan atas karyanya, menurut dia, itu bukanlah sesuatu yang buruk untuk dapat melihatnya secara positif. Jadi, katanya, jadikan saja kritikan dari orang sebagai referensi untuk evaluasi diri.
Sementara seputar bahasa yang digunakannya di buku-buku terkini yang terkesan puitis, dia pun tak menampik jika Kahlil Gibran dan Jalaluddin Rumi adalah dua penyair paling digemarinya--sehingga mungkin saja memengaruhinya secara langsung atau tidak. Bahkan, katanya, dari SMA sudah membaca buku-buku dari kedua penyair kelas dunia dari Timur Tengah tersebut.
Terlepas buku-bukunya terkesan romantis, tapi Moammar juga mengaku tak melulu gemar dengan buku yang berbahasa puitis. Bahkan sosok penulis cerita silat legendaris Indonesia, Asmaraman S. Kho Ping Ho pun acap dilahapnya, dan amat disukainya.
Terlebih lagi, kata dia, dari buku-buku Kho Ping Ho, dia banyak belajar tentang "deskripsi" alias menjabarkan sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga dapat dibayangkan oleh pembaca. Dan, salah satu prinsip atau filosofi yang menjadi pegangannya selama ini, menurut Moammar, itu adalah filosofi melankolis romantis.
Dear You Again memang menjadi buku teranyar, setidaknya menjelang Natal tahun ini. Tapi Moammar juga bercerita akan merilis buku lainnya, berupa novel Jakarta Undercover, dalam waktu dekat. Wah! Anda dapat bayangkan bagaimana dia menulis?
Dalam obrolan di Instagram itu sendiri, dia memang tak membeberkan seluruh cerita seputar kepenulisannya. Terlebih dia pun hanya mengikuti seperti apa pertanyaan yang diajukan oleh penggemarnya yang sebagian berasal dari kalangan remaja dan mahasiswa.
Tapi, di dunia para penulis, dia memang terkenal dengan style unik dalam memperkaya tulisan-tulisannya. Ia akan bergaul dengan siapa saja sebagai cara untuk memahami sebuah persoalan yang berkaitan dengan ide yang sedang ingin ditelusuri dan didalaminya.
Tak heran jika dia pun takkan sungkan-sungkan melakukan hal-hal yang acap dilabeli sebagai kebiasaan kalangan hedonis semisal clubbing. Di sisi lain, kemampuannya dalam melakukan investigasi pun acap menjadi perbincangan sendiri di kalangan penulis, terutama di kalangan pers.
Ya, untuk hal terakhir, investigasi, tampaknya ia terbawa oleh latar belakangnya sebagai wartawan yang terkadang harus merambah berbagai tempat tanpa peduli bagaimana citra tempat tersebut, atau bagaimana orang-orang akan memandangnya.
Setidaknya, kegigihannya melakukan banyak hal untuk "mengabdi" pada dunia kepenulisan, telah membawa buah manis. Di sanalah terlihat, bahwa proses takkan mengkhianati hasil.