Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Apache RTR200, Antara Sakura dan Taj Mahal

31 Agustus 2016   22:06 Diperbarui: 31 Agustus 2016   22:13 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RTR 200 Hitam yang saya jajal sepanjang Jakarta-Karawang-Purwakarta (Foto: Zulfikar Akbar)

Terlepas lagi-lagi ada beberapa hal janggal yang lebih dilatarbelakangi faktor belum terbiasa, namun saya akui ada banyak hal menarik dari kuda besi keluaran TVS ini. Misal saja dengan shift timing light, sempat luput dari pengamatan saya di awal menunggani Apache tersebut. Padahal benda itu berada di kanan atas speedometer, dan membantu sekali terutama dalam melakukan perpindahan gigi atas dapat dilakukan dengan presisi tepat.

Selebihnya, dari sisi mesin pun membantu kedua paha tak sampai berkeringat ekstra lantaran panas. Terbukti sepanjang Jakarta-Karawang-Purwakarta saya masih bisa enjoy di atas jok, tanpa merasa kepanasan sepanjang jalan.

Momen saat saya disalip salah satu anak motor tulen, Baskoro Endrawan yang kaya wawasan motor (Gbr: Kompasiana)
Momen saat saya disalip salah satu anak motor tulen, Baskoro Endrawan yang kaya wawasan motor (Gbr: Kompasiana)
Selidik punya selidik, terutama setiba di pabrik, barulah saya dengan teman-teman mendapatkan penjelasan apa yang membuat kondisi mesin motor ini terlihat lebih "ramah". Tak lain karena Apache memang menggunakan mesin generasi SOHC 4 valve.

Maka itu, ia pun mengandalkan pendingin berupa oli berkapasitas 197,75 cc, hingga memungkinkan mendapatkan kekuatan hingga 21 PS pada 9.000 RPM. Selain juga torsi maksimal, di-setting maksimal 17,5 NM pada 7.000 RPM.

RTR 200 Hitam yang saya jajal sepanjang Jakarta-Karawang-Purwakarta (Foto: Zulfikar Akbar)
RTR 200 Hitam yang saya jajal sepanjang Jakarta-Karawang-Purwakarta (Foto: Zulfikar Akbar)
Selain itu, mesin motor itu pun memiliki sistem pendingin yang disebut dengan Oil Cooled Combustion Chamber (O3C) Technology. Dengan pendingin ini, proses pendinginan mesin dilakukan dengan mengalirkan aliran oli tanpa henti ke area busi. Didukung lagi karena di sana pun terdapat ruang aliran oli, yang ada di bagian dinding kepala silinder.

Keunikan lainnya, saya membayangkan kantong pun akan lebih hemat dengan kendaraan ini. Maklum, sepanjang rute yang kami tempuh, hanya dibutuhkan sekali mengisi bensin, dan tak perlu lagi mengisinya hingga kembali ke Jakarta.

Ternyata hal itu memang tak lepas dari keberadaan sistem bernama BOSCH (DFI), yang membantu memastikan suplai bahan bakar dengan respon katup, hingga konsumsi bahan bakar pun lebih efisien.

Ya, penjelasan demi penjelasan itu memang tak lepas dari penuturan awak pabrik yang setia menemani kami sepanjang kami berada di pabrik. Walaupun, dalam menyimak penjelasan itu saja, saya sendiri sempat melamun terutama saat melihat para pekerja di dalamnya sebagian besar sama sekali tidak duduk--dan memang tak ada tempat duduk walaupun untuk bersantai sejenak. Bahkan, saat jeda sejenak di sela menguji berbagai tipe motor lainnya di lokasi, kami terpaksa melantai.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun