Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Ironi Junaidi, Jalani Usia Senja di Pos Siskamling

17 April 2016   17:41 Diperbarui: 18 April 2016   08:47 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidupnya tak ubahnya dongeng, dan itu juga yang diakui olehnya sendiri. "Ini memang tak terpikirkan sama sekali oleh saya saat masih muda," ucap dia, getir. "Tapi saya juga bersyukur, tak ada anak yang harus ikut menelan kesulitan seperti saya alami sekarang."

Tak kurang dari 25 tahun ia mengalami masalah tersebut. Selama itu juga ia tak lagi menemukan jalan lagi untuk bangun. Usia sudah memasuki senja, tenaga pun hanya ada sisa-sisa, dan berharap kepercayaan dari orang lain untuk mendapatkan modal hampir mustahil.

"Saya tak lagi berharap apa-apa. Karena memang saya sudah terlalu tua untuk berharap banyak," kalimat itu meluncur dari lidahnya, sangat mengetuk perasaan, ketika dalam perjumpaan kesekian kali dengannya.

Pernah, ada media yang meliput tentang kehidupannya. Tapi, tak ada yang lantas berubah dari kehidupannya. Semua tetap berjalan seperti biasa.

Sekarang, Bang Jun--sapaan akrabnya--masih di Pos RW tersebut. Ia masih berkutat dengan pekerjaan reparasinya. Terkadang, saat sedang tidak ada pekerjaan, ia hanya menghabiskan waktu bermain kartu dengan penduduk setempat hingga larut malam. 

Baginya saat ini, hanya itu menjadi hiburan yang tersisa, setelah sekian dasawarsa ia berusaha untuk bangkit dengan apa yang ia bisa, tapi hidup sudah sudah mengambil segalanya, kecuali nyawa saja yang masih tersisa.

Sekali waktu, kipas saya pun rusak, dan saya membawa kepadanya untuk diperbaiki, sekaligus memberikan ongkosnya terlebih dulu. Setelah beberapa hari seperti janjinya bahwa kipas akan selesai direparasi, saya pun memilih untuk tidak mengambil lagi kipas tersebut. 

Mudah-mudahan saja, ia bisa menjualnya meski dengan harga tak seberapa. Paling tidak, jika ada beberapa orang lain yang menggunakan jasanya, juga tergerak membantunya dengan cara lebih baik dari yang saya bisa.

Kehidupan akhirnya membenarkan pepatah lama, gagal merencanakan sama artinya dengan merencanakan kegagalan. Walaupun ia tak sepenuhnya gagal, toh pengalamannya sudah memberikan saya sebuah pelajaran yang takkan terlupakan.* (Twitter: @zoelfick)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun