Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surat Untukmu yang Mengimpikan Khilafah

26 Januari 2016   15:41 Diperbarui: 26 Januari 2016   15:57 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di lidah kalian dan lidah masyarakat Muslim dunia, ada syahadat yang sejatinya menjadi penyatu. Tapi, sejauh ini tidaklah benar-benar menyatu. Kalian memilih membunuh dan berperang karena alasan jihad. Kalian memilih menyebarkan kebencian karena berpikir kebencian itulah yang diinginkan Tuhan. Kalian melakukan banyak kerusakan karena mengira Tuhan menciptakan sesuatu hanya untuk dirusak.

Ya, di situlah yang membuat kita tidak bisa bersatu. Sekalipun seharusnya tujuan syahadat, yang berisi penyaksian tiada ilah selain Allah, dan Muhammad sebagai utusan Allah adalah ke arah penyatuan menuju kebaikan.

Setahu saya, kedatangan Muhammad justru untuk memperbaiki, bukan merusak. Maka itu, ia kemudian bisa bersahabat dengan Hindun, seorang perempuan yang di masa jahiliyahnya pernah memakan hati paman Muhammad sendiri, Hamzah.

Jalan Muhammad adalah jalan yang tidak membuka jalan ke arah dendam. Jalan itu bukanlah jalan yang berlumur darah. Ketika ia terpaksa berperang, itu justru saat ia hanya memiliki pengikut sedikit, hanya ratusan, dan membela diri dari ancaman musuhnya yang berjumlah ribuan.

Tapi, perang yang lahir di masanya bukanlah perang untuk unjuk kekuatan. Karena berapalah kekuatan pasukan perang yang hanya ratusan dibandingkan lawan yang berjumlah puluhan ribu.

Terbukti, ketika belakangan ia kian kuat, dengan pengikut yang lebih banyak, nyaris tak ada lagi perang. Yang ada adalah cerita tentang kasih sayang, dari menyuapi Yahudi tua dan buta yang membencinya, hingga pembelaan Umar bin Khattab atas seorang Yahudi yang tanahnya ingin dirampas seorang gubernur untuk membangun masjid.

Sekarang, kalian berpikir, perang adalah pesan Tuhan dan jika mati di sana seketika akan masuk ke surga. Garansi dari manakah itu? Apakah jihad hanya berbicara soal darah, kematian, dan kerusakan? Ah, jujur, sebagai Muslim yang tak sependapat dengan kalian, saya menilai kalian terlalu polos menafsirkan jihad itu.

Andai saja, jihad itu kalian lihat sebagai jalan untuk melakukan sesuatu untuk orang-orang miskin, anak yatim, dan menebar kebaikan kepada dunia. Mungkin, jihad seperti ini lebih mampu menunjukkan kelebihan agama yang didirikan Muhammad dengan cintanya kepada manusia itu.

Sayangnya, kalian sudah terlalu yakin, pilihan membunuh akan membawa kalian ke surga. Mungkin karena berpikir, darahlah yang menjadi jembatan ke surga. Betapa menjijikkannya jalan ke surga jika berlumur darah.

Tapi saya pikir, Tuhan itu tidaklah kotor. Ia tidak menyukai hal-hal yang menjijikkan seperti itu. Maka mustahil darah menjadi “aspal” untuk jalan ke surga. Toh, surga itu adalah tempat yang paling bersih, bagaimana mungkin dikelilingi selokan kotor dan penuh kotoran. Kukira kalian terlalu mengada-ada.

Bicara khilafah, bicara negara Islam, apakah negara Islam yang sebenarnya? Apakah konsep negara Islam hanya negara yang pernah pernah kalian coba terapkan di Afghanistan? Lebih menunjukkan kekerasan alih-alih kasih sayang. Lebih banyak berisikan kebencian dan permusuhan alih-alih kasih sayang dan kecintaan.

Jika seperti itu, kalian sejatinya sedang merendahkan Tuhan. Kalian berpikir Tuhan seperti bocah yang hanya meminta dituruti semua kemauan tanpa peduli apa-apa kecuali kemauannya. Lalu, bagaimana kalian bisa menyebut Tuhan Mahabesar, Mahacerdas, Maha Penyayang, Maha Pengasih, jika kalian justru mengerdilkan pesan-pesan-Nya dengan pertumpahan darah, menebar kerusakan, kebencian, dan ajakan permusuhan.

Jika permusuhan itu kalian kira sebagai suruhan Tuhan, lagi-lagi saya mau katakan, kalian telah menyamakan Tuhan seperti penderita masalah kejiwaan. Mengira Dia akan tertawa lebar saat melihat banyak anak yatim yang meratapi kematian ayah yang menjadi tumpuan harapannya, mengira Dia akan tersenyum semringah saat menyaksikan ribuan orang mati terkapar, mengira Dia akan sangat gembira jika melihat orang-orang disiksa dengan ketakutan.

Lewat surat ini, saya tidak bisa mengajak kalian untuk melupakan mimpi muluk yang setinggi langit. Kecuali hanya mengajak kembali memijak ke bumi. Bahwa, di bumi ini berlaku hukum lahir, tumbuh, dan berkembang. Selain, juga mengisi hidup untuk membawa manfaat sebesar-besarnya kepada alam dan seisinya.

Jika hidup hanya diisi dengan kebencian, permusuhan, perusakan, sejatinya sudah melawan hukum hidup yang ditulis Tuhan lewat ayat-ayat yang tidak ditulis dengan aksara. Dan, itu juga sudah melawan Tuhan.* Twitter: @zoelfick

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun