Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anas Mengancam Ibas dan Cikeas

12 Januari 2014   04:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:55 2975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13894747071969980245

[caption id="attachment_315271" align="aligncenter" width="465" caption="Mudah-mudahan bisa terus bersama, bahkan dalam menghormati hukum (Gbr: Republika)"][/caption]

Penahanan bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) takkan begitu saja menjadi kabar gembira bagi Cikeas--merujuk keluarga Susilo Bambang Yudhoyono. Pasalnya setelah Anas diringkus, terdapat nama lain yang kian kencang berembus. Itu adalah Edhie Baskoro Yudhoyono.

Bagaimana ceritanya? Setidaknya itu tercium dari penjelasan pengacara Anas, Firman Wijaya yang menyebut bahwa Anas siap menjawab berbagai pertanyaan penyidik KPK mengenai keterlibatan Ibas--sapaan Edhie Baskoro. Meski pengacara tersebut juga menyebutkan bahwa semua itu tidak bergantung kepada Anas saja, melainkan pada bagaimana penyidik di lembaga pemberantasan korupsi tersebut.

Menurut pengacara Anas lagi, yang bertanggung jawab untuk menggali dugaan keterlibatan Ibas mutlak berada di tangan penyidik KPK. Dalil yang disampaikan adalah, proses penanganan kasus pidana maka penyidik berwenang mencari kebenaran materil maupun kebenaran formal. Lantas dari mana memulainya? Menurut Firman Wijaya, itu tak lain dari memeriksa siapa saja yang dianggap mengetahui, mendengar, atau melihat suatu perbuatan pidana yang disangkakan kepada tersangka.

Itu juga dikuatkan oleh pernyataan dari eks Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Cilacap Tri Dianto. Menurut dia, SBY dan Ibas menjadi pihak yang seharusnya diperiksa KPK terkait penyidikan kasus dugaan gratifikasi proyek Hambalang. Namun patut dicatat, bahwa itu merupakan pernyataan dari bekas pejabat Demokrat yang berada di kubu Anas.

Tidak berhenti di sana, Yulianis yang merupakan wakil direktur keuangan Grup Permai juga mengaku menyebut Ibas saat diperiksa dalam posisi sebagai saksi kasus Hambalang yang belakangan menjerat Anas. Saat itu penyidik KPK menanyakan kepadanya soal Kongres Partai Demokrat 2010. Sementara saat itu, SBY dalam posisi sebagai Dewan Pembina Parta Demokrat dan juga sebagai penanggung jawab Kongres Partai Demokrat 2010. Sementara Ibas, seperti dikutip KOMPAS.COM, pada waktu itu berperan sebagai steering committee dalam kongres tersebut.

Lalu apa alasan KPK hingga saat ini memilih untuk tidak memeriksa Ibas? Lagi-lagi langkah untuk tidak melakukan pemeriksaan itu hanya karena KPK belum mendapatkan bukti memadai soal keterlibatan Ibas. Hal itu memang sudah pernah dijelaskan sendiri oleh Ketua KPK Abraham Samad.

Abraham Samad pun berdalih bahwa keterangan Yulianis yang menyebutkan keterlibatan Ibas itu juga hanya dilontarkan dalam persidangan. Menurutnya hal itu belum pernah dikatakan kepada penyidik KPK secara resmi agar dimasukkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Di samping dari sisi faktor bukti, mereka membutuhkan dua alat bukti, atau paling tidak keterangan lain yang menguatkan hal itu.

Secara mekanisme dan prosedural, tak bisa dimungkiri, Abraham Samad terlihat benar. KPK sudah mengambil langkah yang sesuai dengan ketentuan yang mengatur wewenang dan batas-batas ruang gerak mereka. Tapi bagaimana publik melihat semua itu?

Tak sedikit yang berpandangan bahwa KPK mendadak kehilangan tenaga hanya karena harus berhadapan dengan lingkaran terdekat Susilo Bambang Yudhoyono saat ini yang menguasai Indonesia dua periode lewat kendaraan Partai Demokrat.

Juga terdapat opini yang berkembang bahwa secara tidak sadar, terdapat tangan yang menyetir gerak KPK yang seyogianya. Pada saat yang sama lembaga itu mendadak amnesia terhadap peran mereka. Ketika satu sisi mereka harus menjalankan peran sebagai bagian penegak hukum, di sisi lain mereka justru terlihat seakan menghindar dari peran itu karena melihat ada kekuatan besar (yang sebenarnya hanya terlihat saja besar). KPK tidak pernah tergerak untuk melabrak saja dulu, jika memang celah itu sudah terlihat. Toh, bukankah celah itu sebenarnya sudah mereka temukan?

Namun lagi-lagi itu adalah opini yang beredar dan fakta yang terjadi. Di sini opini bisa mewakili fakta sebenarnya, sementara fakta bisa saja dipandang tak lebih sebagai opini. Bagaimana itu bisa terjadi? Ya, itu bisa saja ketika hukum sudah disulap tak lebih dari sekadar drama. Jika sudah begini, pemeran utama selalu membius. Sayang sekali, di sini KPK sedang tidak berada di posisi sebagai pemeran protagonis. Maka itu, ancaman yang diembuskan secara eksplisit oleh Anas, boleh jadi takkan berarti apa-apa bagi Ibas. Tapi itu menjadi ancaman serius jika KPK juga serius menangkap semua sinyal. Entahlah ( FOLLOW: @ZOELFICK)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun