Sepertinya mereka cukup awas untuk menaruh perhatian pada logika koki, maksudnya seorang koki yang baik tidak hanya memuja kemampuan sendiri dan keinginan sendiri untuk memasak penganan seperti apa, tetapi bisa melihat apa yang bisa mengundang selera mereka yang inginkan masakannya.
Konsep ini pula yang membuat tulisan mereka senantiasa diminati. Walaupun secara jumlah pengunjung tidak selalu membludak, namun setidaknya isi dari yang mereka bawa dengan tulisan-tulisannya akan selalu berpeluang untuk terus dikunjungi.
Pun, saya mendapati, mereka menulis tidak semata untuk show off, atau tidak menjadikan tulisan sebagai sarana eskapis dari libido narsis. Ini pula yang membuat mereka luput dari kejenuhan pembaca. Toh, pembaca cerdas tidak membaca tulisan saja, tetapi juga membaca mental penulisnya sendiri.
3. Up to date.
Saya kebetulan mengenal dekat nama-nama yang saya sebut di atas. Meskipun secara intensitas komunikasi tergolong jarang. Namun, dari mengobrak-abrik nyaris setiap tulisan mereka, saya dapati jika mereka adalah figur yang senantiasa meluangkan waktu untuk up to date, diawali dengan update pengetahuan mereka masing-masing. Tak terkecuali, mereka akan mengikuti berbagai perkembangan berita yang muncul di berbagai media, dan itu sangat kental terasakan dari aliran-aliran tulisan mereka.
Mungkin mereka tipikal blogger dan penulis yang paham sekali psikologi pembaca. Bahwa pembaca itu mengambil keputusan untuk membaca, ghalibnya karena memiliki kebutuhan, dan mereka peduli pada kebutuhan pembaca dimaksud. Dari itu mereka kemudian terpacu untuk bisa menjawab kebutuhan tersebut dengan selalu meng-update dirinya. Tidak mengherankan jika content dari tulisan mereka, kerap kali akan terketemukan isi yang selalu baru.
***
Itu hanya beberapa yang saya amati dari beberapa profil blogger dan penulis yang dekat dengan saya. Beberapa point yang sepintas lebih terlihat sebagai prinsip. Namun, pada sudut lain, yang mereka lakukan itu menjadi satu pemicu yang membantu mereka untuk tidak terjebak dalam kegiatan berbau plagiarisme. Tulisan-tulisan yang mereka hadirkan masih kental dengan sisi kejujuran. Sedang kejujuran itu sendiri, meski banyak orang skeptis dengan kejujuran di jaman ini, namun ia akan selalu membuat mereka yang konsisten bersamanya menjadi figur-figur istimewa tanpa perlu meminta untuk diistimewakan.
***
Menoleh lagi pada beberapa blogger yang saya klasifikasikan kemudian, mereka yang ingin diistimewakan, atau mereka yang selama ini berbusung dada dengan karya yang jauh dari kejujuran. Â Ini masih kerap terketemukan di dunia blogging. Sepanjang nyaris 3 tahun saya ngeblog di Kompasiana, praktik plagiat masih terus dengan mudah bisa ditemukan.
Nah, ini yang menurut saya sebagai efek dari gagal melihat kelebihan kejujuran. Mereka terjebak stereotype dangkal yang kerap memengaruhi pikiran seolah jujur hanya mendatangkan kerugian. Padahal dengan ketidakjujuran sejatinya yang membawa konsekuensi negatif pada mereka sendiri. Beberapa efek itu, misal saja:
- Jatuhnya reputasi mereka di mata kalangan sesama blogger, juga di mata pembaca. Sedangkan ini sebenarnya kontraproduktif dengan salah satu tujuan dari blogging sebagai media untuk personal branding.
- Harus menerima dampak sosiologis, karena biasanya mereka akan dikucilkan atau dijauhkan dari pergaulan. Karena, meski bagaimana juga, dunia media sosial tak pelak digandrungi oleh mereka yang disebut makhluk sosial: manusia. Sebagai makhluk sosial, maka punishment atau hukuman sosial cenderung akan diberikan pada siapa saja yang melanggar nilai-nilai yang disepakati, misal soal kejujuran. Sedangkan pengucilan itu menjadi satu hukuman logis untuk tindakan ketidakjujuran ayang akan diberi sebagai hukuman sosial seperti yang disebut tadi.
- dlsb