Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

USD 3,4 Miliar, Bakal Kembalikah 'Selaput Dara' Citarum?

26 April 2011   18:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:21 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setahun setelah penelitian tersebut. Dalam release Kementerian Lingkungan Hidup bertanggal 14 April 2010 disebutkan: Permasalahan utama yang terjadi di Sungai Citarum ada dua hal, yakni :

- Daerah konservasi/tutupan hutan di DAS Citarum yang semakin berkurang, menurut data dilapangan kondisi di tahun 2009 tinggal 1,4 % dimana minimal harus ada 30%.

- Beban pencemaran yang tinggi, baik dari limbah domestik maupun industri. Selama kurun waktu tahun 2000 - 2009 terjadi peningkatan jumlah lahan yang dijadikan pemukiman sebanyak 116%

Dalam release dimaksud, disebutkan pula bahwa fungsi KLH untuk mengkoordinasikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional dalam pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2009, KLH telah melakukan koordinasi baik di Pusat maupun dengan Pemerintah Daerah untuk mensinergikan program pemulihan kerusakan lingkungan dan pengendalian pencemaran air Sungai Citarum. Koordinasi tersebut diselenggarakan melalui pendekatan pengelolaan kualitas air yang dituangkan dalam satu Masterplan Pemulihan Kualitas Air Sungai Citarum, yang menjabarkan tahapan kegiatan dan penanggung jawab kegiatan, dengan sasaran dan waktu yang jelas.

Dalam jangka panjang, seluruh segmen Sungai Citarum akan menjadi Kelas I. Namun dalam 15 tahun kedepan, Kelas I hanya bisa tercapai sampai dengan segmen sungai di Hulu Citarum, sedangkan di hilir  hanya sampai Kelas II yaitu untuk mendukung peningkatan sektor pariwisata (sarana rekreasi air) dan perikanan. Untuk mengiplementasikan masterplan tersebut dilakukan strategi melalui : Pendekatan penetapan kelas air, Pemulihan kerusakan di catchment area melalui pemberdayaan masyarakat yang diarahkan pada peningkatan pendapatan masyarakat, Pengurangan beban pencemaran dari industri dan limbah domestik melalui pembangunan sarana IPAL terpadu, septictank komunal dan sewerage system, dan penegakan hukum dilakukan terhadap pelanggar tata ruang dan pencemar (Sumber: di sini).

Melihat Citarum Hari ini.

Sudah adakah berita yang lebih menggembirakan terkait progress atau pencapaian yang berhubungan dengan perbaikan Sungai Citarum? Jawabannya masih wallaahu a'lam. Mengobrak-abrik berbagai referensi terkait pencapaian yang sudah ada dimaksud, tidak juga terketemukan fakta baru yang lebih melegakan. Tidak percaya? Silakan saja membuka 'perut' Google dan berbagai jurnal dari instansi terkait, sebab jangan-jangan saya saja yang malas mengobrak-abrik data-data. Nah tuh?

Salah satu sungai (krueng) yang masih terjaga dengan baik di Aceh. Kearifan lokal terkadang menjadi pagar untuk tidak tercemarinya beningnya air sungai (Repro: Wisata Sumatra)

Akhirnya, saya hanya menujukan pada beberapa langkah yang bisa diambil. Dan ini tentu sesuai dengan kemampuan saya dalam melihat. Perlu adanya ketegasan dan komitmen yang jelas antara pemerintah daerah Jawa Barat dengan Pemerintah Pusat. Analoginya seperti rumah tangga, saat misal dalam keluarga itu anak-anak belum cukup besar untuk bisa diberikan tanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan rumah, mosok antara suami dan istri harus saling memunggungi. Tentu, kenyataan demikian jika juga masih berlanjut, malah akan menjadi guyon lagi di tengah-tengah masyarakat seperti saya yang berada di tingkatan grassroot. Dan, ini sangat ironis jika masih saja harus tetap terjadi. Selanjutnya, memang sinergi yang diperlukan tidak hanya pemerintah saja, namun juga dengan berbagai stakeholder lain. Baik masyarakat yang ada di sekitar Daerah Aliran Sungai Citarum atau bahkan perusahaan-perusahaan yang mungkin 'tidak sengaja' ikut mendangkalkan sungai tersebut dan 'memberakinya'. Sebesar apa pun uang dikucurkan, sedang kebersamaan itu hanya di awang-awang, maka uang itu tetap akan menjadi benda mati yang takkan berdaya apa-apa. Namun, seperti apa man behind the money. Yang lebih menjadi penentu.

Yuk, kita jadikan cinta sebagai landasan untuk bisa melihat kembali sungai itu menjadi lebih baik. Kebersamaan dalam berusaha mengembalikan selaput dara sungai itu saya kira tidak mustahil, dan boleh jadi tidak perlu memakan waktu sampai 15  atau 20 tahun lagi. Apalagi, kita yang hari ini masih peduli, siapa bisa pastikan dalam rentang waktu tersebut masih berkesempatan untuk menghirup nafas? Wallahu a'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun